Para biarawan/biarawati hampir setiap hari mendoakan ibadat harian. Namun demikian masih ada yang dibingungkan dengan peristilahan “buku ibadat harian itu disebut apa? Brevir atau Ofisi.” Di artikel ini kita mencoba membahas Liturgi Iibadat harian secara singkat dari peristilahan, sejarah dan teologinya. Semoga bermanfaat.
Peristilahan
Ibadat harian termasuk liturgi resmi Gereja Istilah bahasa latinnya Liturgia horarum terjemahan harafiahnya: Liturgi jam/waktu. Istilah akrap di telinga Gereja Katolik di Indonesia ialah Ibadat harian atau doa brevir. Orang menyebutnya doa ofisi. Dengan ungkapan ibadat harian ini orang mau mengungkapkan iman kristiani, yakni menyerahkan seluruh hari dan waktu itu kepada Allah agar Dia memberkati dan menguduskan waktu, hari dan dunia ini. Sedangkan istilah Brevir berhubungan dengan kata latin breviarium yang berarti ikhtisar atau singkatan. Istilah brevir dipakai pada Abad Pertengahan yang menunjuk pada kumpulan petunjuk dan kata kunci yang dipakai dalam rangka ibadat harian itu. Baru sejak abad ke-11 orang mulai mengumpulkan berbagai teks doa itu dalam satu buku dengan alasan kepraktisan, yaitu mudah dibawa kemana-mana. Dan kini istilah breviarium dipakai untuk menamai seluruh buku doa yang lengkap itu. Sedangkan Istilah doa ofisi berasal dari officium (latin: tugas, kewajiban, ketaatan) Semula officium menunjuk ibadat pada umumnya sebagai tugas dan kewajiban orang kristen. Namun dalam perkembangan, officium divinum akhirnya dipakai untuk memberi nama liturgi harian.
Sejarah singkat perkembangan
Praktik ibadat harian berakar pada kebiasaan Gereja yang sudah sejak awal mula suka berkumpul untuk berdoa (bdk. Kis 1:14, Rm 12:12). Praktik jemaat untuk selalu berkumpul dan berdoa ini sebenarnya merupakan perwujudan dari apa yag diperintahkan oleh Tuhan sendiri, bahwa mereka harus selalu berdoa tidak jemu-jemu (Luk 18:1). Disamping itu, jemaat ingat akan sabda Tuhan berbunyi: ”Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia” (Luk 21:36). Berdoa juga diperintahkan Tuhan supaya kita tidak jatuh dalam pencobaan (Luk 22:36). Nyatanya, Tuhan tidak hanya memerintah tetapi Dia sendiri mempraktikkannya (Luk 2:12).
Yesus dan para murid hidup dalam tradisi doa dan ibadat Yahudi yang mengenal waktu-waktu tertentu untuk berdoa. Maka tidaklah mengherankan bahwa sejak kuno sudah terbentuk dalam Gereja jam-jam atau waktu-waktu doa khusus. Doa pokok menjadi tiang penyangga hari adalah doa pagi dan doa sore. Disamping itu masih ada doa khusus yaitu jam 09.00, 12.00, dan 15.00.
Sejak awal mula, doa kristiani merupakan doa bersama dan bukan doa pribadi (bdk. Kis 2:42). Awal abad ke-2, Santo Ignatius dari Anthiokia mendesak jemaat untuk bertekun dalam doa Gereja ini. Kebiasaan kuno Gereja selalu mendoakan bersama pada pagi hari dan sore hari itu biasanya disebut tipe katedral yakni doa bersama yang diadakan di tempat uskup dan bersama uskup pada pagi dan sore hari. Seiring perkembangan kehidupan pertapa dan membiara sebagai jalan kekudusan, tumbuh doa lain dalam rangka ibadat harian, yang disebut tipe monastik. Doa monastik ini merupakan kebiasaan berdoa para rahib yang berdoa tanpa henti sepanjang malam, sesuai dengan perintah Tuhan untuk berjaga-jaga dan berdoa (Luk 21:36). Dengan demikian sejarah liturgi harian mengenal 2 tipe: doa katedral dan doa monastik. Kedua tipe ini menjadi cikal bakal ibadat harian kita. Sejak abad ke-6, praktik doa pagi dan doa sore dan ditambah doa monastik semakin membentuk tata susunan dan waktu ibadat harian Gereja, khususnya melalui usaha penyusunan oleh Benediktus dari Nursia (547). Macam doa yang didoakan sejak itu adalah Matutin (doa malam hari), Loudes, Prima, Tertia, Sexta, nona, Vesper, dan Completorium. Struktur dan macam doa ini terus berlanjut hingga pemugaran liturgi harian paska Konsili Vatikan II tahun 1971 dan 1972 .
Macam dan urutan Perayaan Liturgi Harian
Konsili Vatikan II memberi kaidah pembaharuan Liturgi harian melalui SC 89, sbb:
- Menurut tradisi Gereja, Laudes (ibadat pagi) dan Vesper (ibadat sore) dipandang sebagai ibadat yang utama.
- Ibadat penutup Completorium disusun sedemikian rupa untuk menutup hari.
- Matutinum (ibadat bacaan) jumlah mazmur dikurangi bisa didoakan kapan aja; malam hari atau pagi hari.
- Ibadat Prima ditiadakan
- Ibadat singkat: Tertia, Sexta, nona (ibadat siang:sekarang) hendaknya dipertahankan.
- Urutan ibadat harian yang didoakan sepanjang hari menjadi sbb: Ibadat bacaan, ibadat pagi, ibadat siang, ibadat sore dan ibadat penutup.
Teologi Ibadat harian
Dasar-dasar teologis ibadat harian tidak dapat dipisahkan dari makna liturgi harian sebagai liturgi resmi Gereja (SC 99). Ibadat harian merupakan tindakan Gereja bersama dengan Yesus Kristus. Ibadat harian sungguh-sungguh karya Yesus Kristus dan karya Gereja. Dalam liturgi harian, Gereja mengambil bagian dalam tugas dan imamat Yesus kristus yang mempersembahkan diri-Nya kepada Bapa dan Roh kudus bagi kemuliaan Bapa. Pujian dan kemuliaan merupakan keselamatan bagi Gereja.
Tekanan pokok teologi liturgi harian terletak dalam hal pengudusan hari dan waktu (SC 88).
“Pengudusan hari“ dilihat dalam kerangka sejarah keselamatan Allah. “Hari” dan “waktu” menujuk pada peristiwa, di mana kerajaan Allah tampil dan dialami secara historis. Maka, waktu dan hari merupakan realitas sejarah yang sudah dikuduskan dan ditebus oleh Kristus sendiri. Dengan demikian “sang waktu” menjadi ruang perjumpaan antara Allah dan manusia dalam Kristus. Itulah sebabnya ibadat harian menjadi doa pujian dalam waktu dan saat tertentu akan tindakan penebusan Kristus yang telah menyelamatkan yang kini hadir di tengah kita.
Sumber: Martasudjito, E., 2011 Pengantar untuk studi dan Praksis Liturgi, Kanisius Yogyakarta.