
Diutus bersama bisa analogikan seperti tubuh kita dalam kisah berikut: Suatu kali, anggota-anggota tubuh manusia mulai melihat ketidakadilan yang dilakukan oleh perut. Mereka mulai mengeluh bahwa perut hidup bermalas-malasan dan enak, sedangkan mereka semua bekerja keras untuk menopang dan melayani kesenangannya. Maka mereka bersekongkol dan memotong jalur persediaan makanan. Tangan tidak lagi mau membawa makanan ke mulut, mulut tidak mau menerima makanan, gigi tidak mau mengunyah.
Tak lama kemudian semua anggota tubuh mulai menjadi lesu dan lemah dan mereka mulai merana. Kemudian anggota-anggota tubuh itu menjadi sadar bahwa perut pun, yang tampak tidak efisien dan tidak berguna, menjalankan fungsi pentingnya sendiri, dan bahwa mereka tidak bisa hidup tanpanya. Jika tubuh menginginkan kesehatan yang baik, mereka semua harus bekerja sama, masing-masing dengan tugasnya, demi kehidupan bersama.
Kisah tersebut di atas mengajarkan kita betapa pentingnya bekerja sama dengan sesama dalam perutusan kongregasi. Di mana kita saling mengisi dan memberi sesuai dengan fungsi dan tugas kita masing-masing. Kongregrasi ibarat tubuh dan kita anggotanya bekerja sama saling menopang –menghidupi sesuai dengan tugas masing-masing.
Kita bersyukur menjadi bagian dari perutusan Yesus mewartakan kerajaan Allah. Melalui surat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus (1 Kor 12:12-31) “Banyak anggota tetapi satu tubuh” mengingatkan kita akan arti bekerja sama dengan orang lain “karena tubuh tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota” Sehingga kita menjadi bagian dari keseluruhan tubuh yang masing-masing anggota menjalankan fungsi dan tugas masing-masing. Tidak ada yang paling hebat, berbeda tetapi punya tujuan yang sama.
Dalam tugas perutusan bersama kita harus memiliki mentalitas yang kuat, kita harus mau dan mampu bekerja sama dengan orang lain. Menerima orang lain apa adanya bukan ada apanya artinya mau menerima orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kita bukan single figther tapi team work yang bekerja dalam persekutuan bersama. Kerja sama tim menjadi role model bagian dari hidup persekutuan kita sebagai bruder bahwa kita dipanggil bersama untuk tujuan bersama mewartakan kerajaan Allah.
Lebih dalam kita diingatkan untuk tidak mengandalkan diri sendiri, bekerja sendiri, atur-atur sendiri, atau bahkan menjadikan diri kita sebagai pusat. Mengandalkan kekuatan kita sendiri tidak akan mampu menjalankan perutusan. Karenanya perlunya kita membangun relasi yang akrab dengan sesama kita dan Yesus sendiri. Yesus selalu memberi kita teman untuk berkarya (diutus berdua-dua), karena karya perutusan bukan milik kita sendiri. Kita dibentuk untuk membangun persekutuan dan kebersamaan sehingga kita tidak merasa sendiri, bekerja sendiri melainkan diutus bersama. Istilah homo homini lupus (manusia menjadi serigala bagi yang lain) tidak berlaku dalam perutusan bersama tetapi homo homini socius (manusia menjadi saudara/partner bagi yang lain) istilah yang paling tepat untuk membangun persekutuan dan perutusan bersama. Dengan demikian kita tidak kehilangan pokok utama Yesus yang mengajarkan kita supaya saling mengasihi dan saling membantu satu sama lain dan menganggap orang lain sebagai saudara.
Edisi majalah Komunikasi FIC ini secara khusus membahas tema tentang “Diutus bersama” Apa yang kita dipahami tentang diutus bersama, tantangan dan keterampilan apa yang harus miliki dalam tugas perutusan bersama. Bagaimana pengalaman bekerja sama menjalankan perutusan bersama? Kita dapat membaca tulisan-tulisan para bruder yang diangkat dari pengalaman diutus bersama baik di komunitas maupun unit karya. Semoga tulisan-tulisan yang tersaji memberi inspirasi baru dalam tugas perutusan kita.
Selamat Membaca….!! Berkah Dalem.