Selasa, 1 Oktober, Matius 18: 1—5
- P. St. Teresia dari Kanak-kanak Yesus
Menjadi Kecil untuk Menjadi Besar
Maka, Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, lalu berkata, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.” (Mat. 18:2—3).
Hari ini, Yesus mengajak kita untuk merenungkan kembali pemahaman kita tentang “kebesaran”. Dunia sering mengukur kebesaran melalui kekayaan, kekuasaan, atau ketenaran. Namun, Yesus membalikkan pandangan tersebut. Ia mengajarkan bahwa dalam Kerajaan Surga, yang terbesar adalah yang paling rendah hati, seperti seorang anak kecil.
Anak kecil memiliki kepolosan hati, ketergantungan penuh pada orang tuanya, dan kerendahhatian, untuk mengakui ketidaktahuannya. Kita diajak untuk meneladan sikap ini. Dalam kenyataan hidup, kita sering terjebak dalam perlombaan untuk menjadi yang terbaik, yang paling pintar, atau yang paling sukses. Namun, sikap seperti itu justru menjauhkan kita dari Tuhan dan sesama. Ketika kita merendahkan hati, mengakui keterbatasan kita, dan bersedia belajar dari orang lain, kita membuka diri untuk menerima berkat-berkat Tuhan yang melimpah.
Seorang anak kecil tidak ragu untuk meminta bantuan atau mengakui kesalahannya. Demikian pula, kita harus berani untuk saling mengampuni, saling menolong, dan membangun komunitas yang penuh kasih. Dengan demikian, kita tidak hanya mengalami pertumbuhan pribadi, melainkan juga berkontribusi dalam membangun dunia atau komunitas yang lebih baik. Yesus mengundang kita untuk melakukan tranformasi batin. Kita mewujudkan hal ini dalam keterbatasan dan kelemahan kita, tetapi juga dalam kekuatan rahmat Allah yang mengangkat kita melampaui diri kita. (Konst. FIC art.4).
Refleksi
Bagaimana aku bisa menerapkan sikap seperti anak kecil dalam relasiku dengan sesama bruder, sesama di luar komunitas, dan terutama dengan rekan kerjaku?
Doa
Tuhan yang mahakasih, semoga kami selalu terbuka bagi karya Roh Kudus yang menolong kami, melakukan transformasi batin dalam hidup sehari-hari, sehingga kami dapat hidup sesuai dengan semangat hidup religius. Amin.
Pengutusan
Membangun sikap rendah hati seperti anak kecil dalam hidup bersama dan dalam tugas pelayanan.
Rabu, 2 Oktober, Matius 18:1—5.10
- PW Para Malaikat Pelindung
Rendah Hati, Pintu Kerajaan Surga
Karena Aku berkata kepadamu, “Ada malaikat mereka di surga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di surga.” (Mat 18:10).
Yesus menunjukkan bahwa di dalam kerajaan Allah, ukuran kebesaran adalah kerendahan dan kemurnian hati seperti seorang anak kecil, simbol kepercayaan total dan ketulusan hati. Yesus menegaskan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan surga, kita harus bertobat dari kesombongan dan ambisi pribadi, serta meneladan hati yang polos dan rendah hati. Hal ini bukan sekadar perubahan perilaku, melainkan perubahan hati dan sikap, di mana kita bersedia mengosong-kan diri dari ego, dan bersandar sepenuhnya pada kasih Allah. Dalam hal ini, anak kecil menjadi teladan, bagaimana kita seharusnya menempatkan kepercaya-an mutlak kepada Bapa di surga.
Yesus juga mengingatkan kita, untuk tidak meremehkan atau mengabaikan mereka yang lemah, kecil, atau tidak berdaya. Ia menegaskan bahwa anak-anak kecil memiliki malaikat yang selalu memandang wajah Bapa di surga (ay.10), suatu tanda betapa mereka dijaga dengan kasih yang besar oleh Allah. Dengan demikian, menerima dan menghormati yang kecil adalah wujud nyata dari menyambut Kristus sendiri. Sebagaimana kita dipanggil untuk rendah hati, kita juga dipanggil untuk memperlakukan sesama dengan penuh kasih dan hormat, karena di balik setiap kelemahan, ada kehadiran Allah yang selalu melindungi mereka.
Percaya akan Allah berarti kita mengalami kasih dan kesetiaan-Nya di dalam segenap ciptaan dan di dalam kenyataan hidup biasa sehari-hari. (Konst. FIC art. 55).
Refleksi
Mengapa kerendahhatian menjadi kunci bagiku untuk masuk ke dalam Kerajaan surga?
Doa
Tuhan Yesus, ajarilah kami untuk merendahkan diri dan meneladan kerendahhatian seorang anak kecil. Bantulah kami untuk selalu percaya kepada-Mu dan menghargai setiap jiwa yang Kaukasihi. Semoga kami selalu hidup dalam kasih dan ketulusan, menyambut setiap orang, dengan hati yang penuh hormat dan cinta. Amin.
Pengutusan
Berjuang untuk tetap setia pada nilai-nilai Injil, meskipun hari ini mengalami penolakan!
Kamis, 3 Oktober, Lukas 10:1—12
Menabur Damai dan Harapan
“Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi, bekal, atau kasut, dan janganlah memberikan salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan.”
(Luk.10:3—4).
Yesus mengutus tujuh puluh murid untuk pergi mewartakan Kerajaan Allah berdua-dua. Yesus meminta mereka pergi, dengan hati sederhana, tanpa membawa barang berlebihan, dan fokus pada tugas utama “mewartakan Injil”. Ini menunjukkan bahwa dalam pewartaan Injil, yang terpenting adalah ketergantungan total kepada Allah, bukan kepada materi. Para murid juga diminta untuk menawarkan damai di setiap rumah yang mereka kunjungi. Jika damai itu diterima, maka damai itu akan tinggal di sana; namun jika tidak, mereka diminta untuk melanjutkan perjalanan mereka tanpa mengeluh. Yesus mengajarkan bahwa misi ini adalah panggilan untuk membawa damai dan kebaikan, meskipun ada penolakan.
Yesus juga menekankan bahwa mereka yang menolak pesan para murid-Nya menolak Kerajaan Allah sendiri. Ini adalah peringatan bagi kita, bahwa pewartaan Kerajaan Allah memerlukan keterbukaan hati. Namun, tanggung jawab kita bukanlah mengubah hati manusia, melainkan menjadi saksi setia dari kasih dan kebenaran Allah. Kita dipanggil untuk menabur damai di tengah dunia (yang konflik), dengan membawa terang Kristus. Sebagaimana para murid diutus tanpa perlengkapan mewah, kita pun diminta untuk mengandalkan Tuhan, membawa diri dengan tulus, dan tidak takut pada tantangan atau penolakan, karena Dia yang mengutus kita adalah sumber kekuatan kita.
Dalam semangat Yesus Kristus, kita ingin memiliki keterbukaan hati dan budi bagi kebutuhan sesama kita, dan tidak memperkaya diri dengan mengorbankan mereka.(Konst.FIC art. 91).
Refleksi
Bagaimana aku bisa membawa damai dan harapan Kristus, terutama ketika ada tantangan dan penolakan?
Doa
Ya Tuhan, bantulah kami untuk melakukan tugas pewartaan dengan hati yang tulus dan damai. Ajarlah kami untuk selalu mengandalkan Dikau, ketika kehadiran kami ditolak. Semoga hidup kami menjadi saksi iman, harapan, dan kasih Kristus. Amin.
Pengutusan
Menjadi pembawa damai dan harapan dalam sistuasi konflik.
Jumat, 4 Oktober, Lukas 10:13—16
- PW. St. Fransiskus dari Asisi
Bertobat dan Hidup Sederhana
“Siapa saja yang mendengarkan kamu, ia mendengarkan Daku; dan siapa saja yang menolak kamu, ia menolak Aku; dan siapa saja yang menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku." (Luk 10:16).
Dalam Lukas 10:13—16, Yesus mengecam kota-kota yang menolak untuk bertobat, meskipun telah menyaksikan banyak mukjizat. Ia menegaskan bahwa penolakan mereka terhadap pesan Injil akan mendatangkan hukuman yang lebih berat dibandingkan kota-kota kafir. Pesan ini sangat relevan dengan kehidupan Santo Fransiskus dari Asisi, yang menyerukan pertobatan melalui kesederhanaan dan cinta kasih kepada semua ciptaan. Fransiskus, seperti Yesus, tidak hanya mengajarkan pertobatan dengan kata-kata, melainkan juga melalui hidupnya yang radikal dalam kesederhanaan, kemiskinan, dan solidaritas dengan yang kecil dan lemah. Dia meninggalkan segala kekayaan duniawi, untuk mengikuti panggilan Kristus secara total, menyerahkan dirinya untuk menjadi saksi hidup dari Kerajaan Allah.
Fransiskus adalah teladan yang mengingatkan kita, bahwa bertobat berarti kembali kepada dasar iman yang murni, dengan menghargai apa yang paling esensial dalam hidup: kasih kepada Allah dan sesama. Ketika kita menolak panggilan ini, kita menolak kasih Allah sendiri. Dalam semangat Fransiskus, kita diundang untuk merendahkan diri, menghargai segala berkat dalam kesederhanaan, dan menyambut setiap kesempatan untuk memperbaiki diri, serta mengasihi tanpa batas.
Kita hendaknya memberikan perhatian terhadap pemeriksaan batin, terhadap perayaan-perayaan pengakuan dosa, dan kesediaan untuk melaksanakan tobat. (Konst. FIC art.72).
Refleksi
Bagaimana aku meneladan semangat kesederhanaan dan pertobatan Santo Fransiskus dalam hidup sehari-hari, terutama di tengah godaan duniawi?
Doa
Allah yang maharahim, dalam semangat Santo Fransiskus dari Asisi, bantulah kami untuk hidup dalam kesederhanaan dan cinta kasih. Berilah kami keberanian untuk bertobat dari keangkuhan dan mengikuti jejak Kristus dengan rendah hati. Semoga hidup kami menjadi cermin kasih dan damai-Mu. Amin.
Pengutusan
Bertobat dan membangun hidup sederhana.
Sabtu, 5 Oktober, Lukas 10:17—24
Sukacita Dalam Pelayanan
“Sesungguhnya, Aku telah memberikan kuasa kepada kamu untuk menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu. Meskipun demikian, janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, melainkan bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di surga." (Luk 10:19—20).
Ketika para murid kembali dari misi pewartaan, dan melaporkan bahwa bahkan setan pun tunduk kepada mereka dalam nama Yesus. Yesus menanggapi dengan penuh sukacita, menegaskan bahwa kekuatan yang mereka miliki bukan semata-mata dari diri mereka, melainkan karena hubungan mereka dengan Dia. Yesus mengingatkan mereka, bahwa kebahagiaan sejati bukan terletak pada kekuatan atau keberhasilan dalam pelayanan, melainkan pada kenyataan bahwa nama mereka tertulis di surga. Ini mengajar kita bahwa dalam setiap pelayanan dan pengurbanan yang kita lakukan, yang terpenting adalah kesadaran akan identitas kita sebagai anak-anak Allah, yang dipanggil untuk berbagi cinta-Nya dengan dunia.
Yesus kemudian berdoa kepada Bapa, mengungkapkan rasa syukur-Nya atas cara Allah menyembunyikan kebenaran dari yang bijak dan cerdas, tetapi menyatakannya kepada yang kecil dan sederhana. Ini adalah pengingat bahwa kekayaan rohani tidak selalu dapat diukur dengan pengetahuan atau prestasi duniawi, melainkan dengan hati yang terbuka dan kerendahhatian. Dalam kehidupan sehari-hari, kita diajak untuk mencari dan mengenali kehadiran Allah dalam hal-hal kecil, dan untuk merayakan setiap momen yang membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
...kita bersudaha tumbuh dalam kasih, dengan setia dan penuh harapan, dan karena itu kita akan mengalami sukacita persatuan kita dengan Kristus.(Konst. FIC art. 99).
Refleksi
Apakah yang kulakukan, untuk tetap membangun relasi dengan Allah di tengah kesibukan dan tantangan pelayanan?
Doa
Allah yang mahakasih, terima kasih atas anugerah pelayanan yang Kauberikan kepada kami. Semoga kami selalu siap mewartakan kasih dan kebaikan-Mu kepada sesama. Amin.
Pengutusan
Membangun relasi dengan Allah yang konsisten setiap hari!
Minggu, 6 Oktober, Markus 10:2—16
Minggu Biasa XXVII
Zina
“… pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan; sebab itu, laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Markus 10: 6—9).
Pernikahan sering dipakai oleh pengarang Kitab Suci, untuk mengungkapkan kasih Yahwe kepada umat Israel. Kasih setia Yahwe digambarkan seekstrem mungkin, sebagaimana seorang nabi mengambil wanita sundal sebagai istrinya. Kemanunggalan pria dan wanita, memudahkan pembaca untuk mem-bayangkan kemanunggalan Allah dan manusia. Karenanya, kemanunggalan itu harus dijaga untuk selamanya.
Sebaliknya, perceraian menciptakan entah laki entah perempuan, untuk berbuat zina. Zina itu wujud ketidaksetiaan terhadap pasangan. Perzinaan juga dipakai untuk menganalogikan ketidaksetiaan kita kepada Allah. Karena itu, Yesus melarang perceraian.
Wujud kesetiaan kita kepada Allah adalah doa. Lewat doalah kita membangun kasih setia kita kepada-Nya. Doa menuntut keberanian, kesetian, dan keteraturan. (Konst.FIC art.63). Demikian ditegaskan Konstitusi kita
Refleksi
Kadang-kadang, kesetiaanku kepada panggilan, diuji oleh situasi, entah ujian itu datang dari luar diriku, entah dari dalam diriku. Bukankah demikian? Konkretnya?
Doa
Allah maha pengasih dan penyayang, tambahlah iman kami, agar makin mampu setia kepada-Mu. Jadikanlah kami manusia yang bertahan dalam godaan, demi mempertahankan kasih setia-Mu. Amin.
Pengutusan
Doa memohon kesetiaan dalam panggilan.
Senin, 7 Oktober, Lukas 10:25—37
Kemurahhatian
Seorang ahli Taurat mencobai Yesus, katanya, "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya, "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap kekuatanmu, dan dengan segenap akal budimu; dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya, "Jawab-mu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." (Lukas 10: 25—29).
Bacaan ini termasuk yang terpopuler di antara perikopa Kitab Suci yang sering kita baca dan kita dengar. Singkatnya, kasih itu melampaui batas-batas yang dibuat oleh manusia, entah suku, aturan sosial, atau hukum-hukum manusiawi.
Kasih itu murah hati. Begitu menyentuhnya kasih, penggalan lirik lagu berikut cukup mewakili apa yang dikisahkah Yesus dalam perumpamaan seorang Samaria yang baik hati:
Kasih, pasti lemah lembut
Kasih, pasti memaafkan
Kasih, pasti murah hati
Kasih-Mu, kasih-Mu, Tuhan
Ajarilah kami ini, saling mengasihi
Ajarilah kami ini, saling mengampuni
Ajarilah kami ini, kasih-Mu, Ya Tuhan
Kasih-Mu, Kudus, tiada batasnya
Kasih-Mu, Kudus, tiada batasnya
Allah adalah kasih. (cover dalam Konst. 1992).
Refleksi
Bercermin dari perumpamaan hari ini, benarkah aku lebih sering menjadi seorang imam, seorang Lewi, atau seorang Samaria?
Doa
Yesus, Tuhanku, ajarlah aku untuk mengasihi seperti Kaulukiskan dalam perumpamaan itu: mengasihi dengan murah hati, mengasihi tanpa batas-batas yang kami ciptakan sendiri. Amin.
Pengutusan
Mencoba mulai hari ini: menyapa, memerhatikan sesama yang selama ini tidak kita sukai.
Selasa, 8 Oktober, Lukas 10:38—42
Ragam Pelayanan
"Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya." (Luk 10:41—42).
Kisah Marta & Maria sering ditimbang berat sebelah.Yang dibuat Maria lebih baik daripada Marta. Padahal, bisa dilihat dengan cara yang beda. Marta sibuk di dapur, mempersiapkan ini dan itu untuk menyambut Yesus dan murid-murid-Nya. Maria menyambut mereka dengan cara duduk di dekat-Nya dan mendengarkan Sabda-Nya. Marta dan Maria merupakan potret dua sisi pribadi yang saling melengkapi: sisi fisik manusiawi dan sisi rohani.
Konstitusi kita menegaskan hal keragaman pelayanan ini. Kita masing-masing dapat menggunakan karunia-karunia untuk melayani orang lain dalam kesadaran bahwa kita semua tidak sempurna, dan saling membutuhkan. (Konst.FIC art.27b).
Refleksi
Sudahkah sungguh total, aku memberikan diri kepada kongregasi, lewat karunia yang diberikan Tuhan kepadaku?
Doa
Allah Bapa kami, kami terus memohon rahmat yang kami butuhkan setiap hari, agar doa-doa kami menyuburkan karya kerasulan kami, sebaliknya karya-karya kami memperdalam doa-doa kami. Amin.
Pengutusan
Sesibuk apa pun, tetap menyediakan waktu untuk doa pribadi.
Rabu, 9 Oktober, Lukas 11:1—4
Bapa Kami
"Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berilah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya: dan ampunilah dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan." (Luk. 11:2—4).
Doa yang diajarkan Yesus menurut Lukas, diawali dengan sapaan “Bapa”. Sapaan ini mengungkapkan keakraban Yesus dengan Tuhan. Sebutan “Bapa” (Aramnya “Abba”), itu sebutan akrab, tetapi hormat yang biasa dipakai seorang anak menyapa bapaknya. Jadi, agak berbeda dengan “Pak” yang bisa dipakai kepada siapa saja yang dituakan.
Dengan mengajak murid-murid mamanggil Tuhan dengan sebutan “Bapa” ini, Yesus mau menaruh diri sebagai sesama dengan siapa saja yang ingin memakai doa ini. Inilah cara Lukas menunjukkan bagaimana Yesus mau menjadi sesama manusia.
Dengan berkata,”Aku dan Bapa adalah satu,” Yesus mengungkapkan kesatuan-Nya yang utuh dengan Bapa. Kita pun dapat mengalami keakraban dengan Allah yang penuh kasih dalam kehidupan kita sehari-hari. Kita merindukan pengalaman nyata kehadiran Allah yang penuh kasih. (Konst.FIC art.75).
Refleksi
Pada saat-saat manakah, aku sungguh merindukan Allah sebagai Bapa?
Doa
Bapa, dikuduskanlah nama-Mu;
datanglah Kerajaan-Mu.
Berilah kami setiap hari
makanan kami yang secukupnya
dan ampunilah dosa kami,
sebab kamipun mengampuni
setiap orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan. Amin.
Pengutusan
Menyediakan waktu untuk mengakrabkan diri dengan Allah lewat doa pribadi, mendengarkan Sabda-Nya, merayakan sakramen-sakramen.
Kamis, 10 Oktober, Lukas 11:5—19
Ad Minorum, Ad Majorum
“Aku berkata kepadamu, mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan kepadanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberikan pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di surga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Luk. 11:9—13).
Lukas menggunakan argumen rohani ad minorum, ad majorum. Artinya, jika suatu hal benar dalam kasus yang lebih kecil, lebih lagi hal itu benar dalam kasus yang lebih besar. Jika orang jahat memberikan yang baik kepada anak-anaknya, apalagi Bapamu yang di surga!
Demikian juga dengan perumpamaan sahabat pada tengah malam. Orang ini menjadi model kegigihan rohani. Tidak tahu malu! “Mintalah terus-menerus, maka akan diberikan kepadamu; carilah terus-menerus, maka kamu akan mendapat; ketuklah terus-menerus, maka pintu akan dibukakan bagimu!” Itulah kegigihan rohani.
Kegigihan itulah bagian dari sikap iman. Sebagai orang beriman, kita terbuka terhadap sesama, dan bersama dengan mereka kita berada di hadapan Allah. (Konst.FIC art.33).
Refleksi
Pernahkah aku tidak lagi percaya kepada Tuhan, karena doa permohonanku tidak dikabulkan? Bagaimanakah aku bisa keluar dari persoalan itu dan tetap beriman kepada-Nya?
Doa
Ya Yesus, kami bersyukur atas teladan doa-Mu. Engkaulah teladan iman bagi kami. Sebagai orang beriman, Engkau sungguh-sungguh menggantungkan segala perkara hidup-Mu pada Bapa. Tambahlah iman kami ya Yesus, agar semakin menjadikan Bapa sebagai andalan kami. Amin.
Pengutusan
Menyediakan waktu untuk memperdalam doa pasrah.
Jumat, 11 Oktober, Lukas 11:15—26
Yesus. Pedoman Hidup
“Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu. Apabila seorang yang kuat dan yang bersenjata lengkap menjaga rumahnya sendiri, maka amanlah segala miliknya. Tetapi jika seorang yang lebih kuat daripada dia menyerang dan mengalahkannya, maka orang itu akan merampas perlengkapan senjata, yang diandalkannya, dan akan membagi-bagikan rampasannya. Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Daku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan." (Luk. 11: 20—23).
Injil hari ini mengingatkan kita tentang siapa yang semestinya meraja dalam hidup kita. Sebagai religius, kita sadar bahwa semestinya Yesus dengan nilai-nilai-Nya meraja dalam hidup kita. Dengan cara demikian, kita akan menjadi serupa dengan Dia. Hidup dan karya Yesus kita jadikan pedoman hidup kita, sehingga apa pun yang kita usahakan, dapat menjadi sarana keselamatan diri dan mengantarkan sesama mengalami keselamatan yang kita dambakan bersama. Kalau Allah meraja dalam diri kita, maka kuasa lain tidak ada tempat.
Kita sadar, bahwa jika kita tidak membiarkan diri dikuasai oleh Kerajaan Allah, maka roh jahat akan memasuki hidup kita. Roh jahat akan hadir melalui pintu kelemahan pribadi kita. Lebih-lebih kalau kita terlampau mengandalkan diri sendiri. Roh jahat merasuk dengan mudah lewat kepongahan kita, baik lewat perkataan maupun tindakan-tindakan yang cenderung meremehkan sesama. Oleh sebab itu, marilah kita jadikan hidup Yesus sebagai pedoman perjuangan kita sehari-hari.
Kabar Gembira Yesus merupakan Aturan Hidup kita yang paling asasi. Sabda dan teladan-Nya kita jadikan pedoman hidup kita. Kita berhasrat tumbuh ke arah Dia, semakin menimba hidup dari hidup-Nya. (Konst. FIC art. 69).
Refleksi
Sudahkah aku sudah menjadikan nilai-nilai Yesus sebagai pedoman hidupku?
Doa
Tuhan, kuasailah hidup kami dengan kuasa Roh-Mu, agar hidup kami semakin mampu menyerupai hidup-Mu. Amin.
Pengutusan
Melaksanakan ajaran-ajaran Yesus.
Sabtu, 12 Oktober, Lukas 11: 27—28
Perwujudan Sabda
Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya,"Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau." Tetapi Ia berkata, "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." (Luk. 11: 27-– 28).
Yesus tidak bermaksud menghina atau pun menyangkal ibu-Nya dan saudara-saudara-Nya. Sebaliknya, Yesus mengajarkan bahwa siapa yang melakukan kehendak Bapa-Nya adalah anggota keluarga-Nya dalam kerajaan Allah. Yesus menjadikan Bunda Maria sebagai pribadi yang telah mendengarkan dan melaksanakan apa yang dikehendaki Allah. Maria dipuji Yesus karena ketaatannya. Maria merupakan teladan untuk menjadi pendengar dan pelaksana Sabda Allah.
Kita ditantang dan diingatkan Yesus untuk pertama-tama memiliki cukup pengetahuan tentang ajaran Yesus seperti yang tertuang dalam Kitab Suci. Kemudian kita diundang untuk mewujudkan ajaran-Nya melalui hidup kita. Ajaran-Nya dapat kita rumuskan melalui nilai-nilai yang patut kita perjuangkan. Nilai-nilai inilah yang akan mengarahkan dan memperteguh kehendak kita mewujudkan ajaran-Nya. Oleh sebab itu, pantaslah kalau kita meluangkan waktu untuk membaca, merenungkan, dan mewujukan ajaran Yesus dengan lebih sungguh.
Kita ingin membuka hati dan budi kita terhadap Sabda Allah dengan sering dan secara teratur membaca dan merenungkan teks-teks Kitab Suci. Dalam Kitab Suci, kita membaca bagaimana Allah memper-kenalkan diri-Nya sebagai Allah yang hadir di dunia kita dan dalam sejarah umat manusia, yaitu bagaimana Dia mewahyukan diri-Nya. (Konst. FIC art. 68).
Refleksi
Teks Kitab Suci mana yang menjadi pedoman hidupku?
Doa
Bapa, terima kasih atas Putra-Mu, Yesus yang telah mengajarkan dan melaksanakan nilai-nilai guna mewujudkan kasih-Mu. Semoga kami Kaumampukan untuk mewujudkan sabda-Mu, melalui penghayatan hidup kami sebagai religius. Amin.
Pengutusan
Merumuskan dan melaksanakan nilai-nilai hidup berdasarkan Kitab Suci.
Minggu, 13 Oktober, Markus 10: 17—30
- Minggu Biasa XXVIII
Terus Belajar dan Melatih Diri
Berkatalah Petrus kepada Yesus,"Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!" Jawab Yesus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini, juga akan menerima kembali seratus kali lipat.” ( Mrk. 10: 28—30).
Merenungkan Injil hari ini, kita bisa belajar dari para murid Yesus, berani meninggalkan zona nyaman. Mengikut Tuhan sama dengan meninggalkan apa saja yang membuat kita nyaman, baik itu komunitas, jenis kerasulan, relasi, fasilitas, dan hal-hal yang mendatangkan kepuasan. Yesus mengingatkan kita untuk berani keluar dari diri sendiri, untuk menemukan hal-hal yang pokok, sehingga kita akan mengalami kebahagiaan yang lebih.
Kita diundang untuk tumbuh dan bekembang melalui aneka peluang yang masih terbuka. Pembaruan diri terus-menerus menjadi jalan untuk mengalami aneka sukacita yang berlipat-lipat. Dibutuhkan kesanggupan untuk men-dengarkan dan menemukan aneka kesempatan, guna melaksanakan panggilan kita secara lebih baik. Di sinilah kreativitas kita diuji, di sinilah kematangan pribadi diasah oleh aneka tantangan dan kesulitan.
Tidak hanya selama tahun-tahun pembinaan, melainkan seumur hidup kita, kita hendaknya terbuka terhadap perkembangan, pembinaan, dan pen-dalaman arti hidup kita. Sebagai pribadi dan sebagai komunitas, kita hendaknya mengusahakan dengan banyak cara. Hal ini pun merupakan ungkapan kesetiaan terhadap panggilan kita. (Konst. FIC art. 115).
Refleksi
Apakah yang masih bisa kuusahakan, agar hidupku tetap berdaya pikat dan berbuah bagi sesama?
Doa
Tuhan, kami bersyukur atas aneka kesempatan yang diberikan oleh kongregasi, guna mengembangkan diri secara terus-menerus. Amin.
Pengutusan
Menggunakan aneka sarana dan peluang untuk pengembangan diri.
Senin, 14 Oktober, Lukas 11:29—32
Mengandalkan Rahmat-Nya
Nabi Yunus menjadi tanda kehadiran atau utusan Tuhan bagi orang Niniwe. Atas pewartaannya, orang-orang Niniwe bertobat dan akhirnya selamat. Demikian pula Tuhan Yesus menjadi tanda nyata keselamatan yang datang dari Allah. Yesus adalah sang jalan, kebenaran, dan kehidupan. Dia diutus Allah ke dunia ini, agar orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup kekal.
Sebagai orang beriman, di tengah perkembangan zaman yang begitu deras dan memengaruhi hidup kita sebagai religius, kita diajak untuk terus-menerus mengembangkan sikap percaya. Sikap percaya akan membantu kita mengalami kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak tawaran yang diberikan kepada kita, untuk mengalami kasih dan keterlibatan Allah. Namun, kadang-kadang kita terlampau percaya pada diri sendiri. Kita diundang untuk semakin tumbuh dalam iman kepada-Nya.
Iman tumbuh dan berkembang karena rahmat Allah. Percaya akan Allah berarti – dalam arti yang sedalam-dalamnya – kita berani menyerah tanpa syarat kepada-Nya. Penyerahan ini berdasarkan kepercayaan yang tak terbatas serta didorong oleh kasih, karena Ia telah lebih dahulu mengasihi kita. Allah adalah kasih. Kasih-Nya menopang kita dan segenap ciptaan-Nya. Kasih-Nya merupakan dasar terdalam, misteri terdalam dari segala yang ada (Konst. FIC art. 54).
Refleksi
Benarkah aku menjadi tanda kehadiran Allah dalam hidup sehari-hari? Dalam hal apa?
Doa
Tuhan, bantulah kami dengan kuasa Roh-Mu, agar kami peka akan tanda-tanda kehadiran-Mu yang akan membawa kami kepada keselamatan jiwa. Amin.
Pengutusan
Mengandalkan Allah dalam kehidupan sehari-hari
Selasa, 15 Oktober, Lukas 11:37—41
Menemukan Makna
Tuhan berkata kepada mereka, "Kamu orang-orang Farisi, kamu membersihkan bagian luar dari cawan dan pinggan, namun bagian dalammu penuh rampasan dan kejahatan. Hai orang-orang bodoh, bukankah Dia yang menjadikan bagian luar, Dia juga yang menjadikan bagian dalam? Tetapi, berikanlah isinya sebagai sedekah dan sesungguhnya semuanya akan menjadi bersih bagimu. ( Luk. 11: 39—41).
Pesan Injil hari ini mengingatkan kita, untuk mengutamakan kebersihan dari dalam, kebersihan hati dan pikiran kita. Kita kadang-kadang terjebak pada tindakan formalitas, sekadar menjalani tugas, namun tidak disertai dengan motivasi yang tulus dari kedalaman hati kita. Kadang-kadang, kita jatuh dalam kemunafikan seperti yang dikecam Yesus pada saat berjumpa dengan orang-orang Farisi.
Salah satu cara, agar kita tidak terjebak dalam aneka kemunafikan, kita melakukan pemeriksaan batin. Kita berusaha memeriksa tindakan kita dalam terang kehendak Tuhan. benarkah yang ku- lakukan merupakan cermin dari iman atau sekadar pemenuhan kebutuhan akan harga diri, pujian, dan pengakuan? Benarkah kehadiranku tulus atau masih diwarnai oleh aneka motivasi palsu? Pemeriksaan batin yang dilakukan secara teratur, akan membantu mengenali gerak batin yang sejati dalam diri kita.
Hendaknya kita berusaha menyediakan waktu yang lebih lama untuk doa dan refleksi dalam hidup kita. Saat-saat doa amat sangat penting bagi pemahaman diri serta bagi hidup kita sebagai religius, bagi peningkatan hubungan pribadi kita dengan Allah, dan bagi pendalaman kepedulian kerasulan kita (Konst. FIC art. 67).
Refleksi
Daya macam apakah yang menggerakkan daku, untuk melayani sesama?
Doa
Allah, sumber kehidupan kami, terima kasih atas kesempatan yang Kauberikan kepada kami, untuk semakin mengenal, mencintai, dan mengikuti Engkau, melalui cara hidup kami sebagai religius. Semoga kami semakin memurnikan tindakan kami melulu demi pujian dan pengabdian kepada-Mu. Amin.
Pengutusan
Menemukan makna di balik rutinitas pelayanan sehari-hari
Rabu, 16 Oktober, Lukas 11:42—46
Godaan Formalitas
“Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu, dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” (Luk. 11:42).
Injil hari ini mengajak kita untuk memerhatikan hal yang prinsip dalam hidup kita. Hal yang prinsip dalam hidup kita sebagai bruder adalah keselamatan jiwa. Alasan kita menjadi bruder adalah demi memperoleh keselamatan jiwa. Alasan kita menyelenggarakan kerasulan juga demi keselamatan jiwa-jiwa orang yang kita layani. Untuk itu, kita perlu menjalani hidup dan kerasulan kita dengan memerhatikan aspek keadilan dan kasih Allah. Kita diharapkan terus memper-juangkan kebermartabatan diri kita sendiri dan orang-orang yang kita layani. Kita terus berjuang untuk mengalami kasih Allah dalam hidup kita sendiri. Kita berharap, orang-orang yang kita layani juga mengalami hal yang serupa.
Formalitas dan keasyikan kita melakukan pekerjaan-pekerjaan, bisa membuat kita lupa dengan hal yang prinsip dan hakiki dalam hidup kita. Pendiri kita, Mgr. Ludovikus Rutten, dalam proyeknya menegaskan bahwa: “Kita menyadari bahwa tujuan karya kerasulan kita adalah demi kemuliaan nama Tuhan dan pertumbuhan kerajaan-Nya.”
Refleksi
Apakah yang menjadi alasanku, dalam menjalani hidup dan kerasulanku sehari-hari?
Doa
Allah yang mahakasih, janganlah biarkan kami terlalu asyik dengan aneka kegiatan manusiawi kami. Tolonglah kami, untuk terus merawat iman, harapan, dan kasih, agar kami pada akhirnya memperoleh keselamatan jiwa kami. Amin.
Pengutusan
Memohon anugerah kerinduan untuk mendapatkan keselamatan jiwa.
Kamis, 17 Oktober, Lukas 11:47—54
Kesadaran
Kritik Yesus kepada para ahli Taurat adalah keprihatinan akan cara hidup yang tidak konsisten dan tidak disadari. Gejala seperti itu juga masih terjadi di zaman ini, termasuk kita yang menghayati hidup sebagai bruder. Banyak dari kita begitu sibuk melakukan aneka hal, berangkat kerja pagi-pagi, dan pulang petang hari, hingga larut malam. Meskipun demikian, pekerjaan di tempat kerja tidak terselesaikan juga. Sebagian dari kita sampai mengalami, bahwa komunitas dengan kesepakatan hidup bersama, justru mengerdilkan hidupnya. Jangan-jangan realitas ini adalah potret bahwa kita tidak menyadari, apa yang sedang terjadi pada diri kita, tentang apa yang perlu kita dapatkan dalam hidup ini. Kita lebih membentuk diri menjadi pekerja, bahkan mungkin lebih buruk daripada itu, yaitu menjadi buruh atau budak kehidupan. Dalam banyak kasus, cara hidup kita yang seperti ini, telah menjadi batu sandungan bagi sesama bruder dan orang-orang yang kita layani. Konstitusi artikel 30 (Lebih Bernilai daripada Pekerjaan) mengingatkan bahwa seorang manusia lebih bernilai daripada pekerjaan yang dapat ia selesaikan. Apa yang kita kerjakan memang penting. Namun “diri kita” justru amat lebih bernilai.
Refleksi
Apakah yang menggerakkan aktivitas harianku?
Doa
Allah yang mahakasih, dalam kasih-Mu Engkau memanggil kami. Dengan kasih-Mu, Engkau memungkinkan kami untuk menjalani hidup ini. Tolonglah kami, untuk hidup dengan mengandalkan kasih-Mu, bukan kekuatan kami sendiri. Amin.
Pengutusan
Mohon rahmat mengalami kasih Allah.
Jumat, 18 Oktober, Lukas 10:1—9
Memohon Pertolongan Tuhan
Kata Yesus kepada ketujuh puluh murid, "Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu, mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Luk. 10:2).
Hari ini, Yesus mengajak kita untuk memohon pertolongan Tuhan, karena begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan/dikelola, namun pekerja yang kita miliki hanya sedikit. Memang, kita telah melakukan doa mohon panggilan setiap hari. Apa yang masih kurang, kalau nyatanya anggota baru yang masuk ke kongregasi kita tidak banyak?
Meminta pertolongan kepada Tuhan sesungguhnya mengandaikan, bahwa kita meyakini, Tuhan itu sungguh ada dan akan menolong, kalau kita sungguh percaya kepada-Nya. Jangan-jangan kita tidak terlalu yakin bahwa Tuhan itu ada. Jangan-jangan kita sudah tidak terlalu percaya lagi bahwa Tuhan itu hadir, terlibat, dan punya kuasa untuk menolong hidup kita. Jangan-jangan kita lebih nyaman dengan kerja keras dan akurasi manajerial, dan ragu untuk meletakkan hidup dan harapan kita kepada Tuhan.
Konstitusi artikel 2 (Dalam Allah) menegaskan: “Kita percaya bahwa seluruh hidup kita ditopang oleh Allah yang berpribadi, Allah yang merangkul kita, dan semua orang, serta segala yang ada, Allah yang adalah kasih.”
Refleksi
Bagaimanakah disposisi diriku terhadap Tuhan?
Doa
Allah yang mahakuasa, ampunilah kami, bila ternyata kami kurang meyakini kehadiran-Mu dalam hidup kami. Tolonglah kami, untuk kembali hidup dalam iman, harapan, dan kasih-Mu. Amin.
Pengutusan
Mohon rahmat kerendahhatian untuk merindukan hidup yang dilibati oleh Allah.
Sabtu,19 Oktober, Lukas 12:8—12
Mengimani Yesus Kristus
Aku berkata kepadamu,” Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Anak Manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Namun, siapa yang menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah. Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; namun siapa yang menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni.” (Luk. 12:8—10).
Mengakui Yesus Kristus dan Roh Kudus, menyiratkan menerima-Nya dalam seluruh hakikat-Nya. Artinya hakikat Yesus Kristus dan Roh Kudus itu terinternalisasi, (manjing ajur ajer) dalam diri dan hidup kita. Kita memang sering menyebut Yesus Kristus dan Roh Kudus dalam doa-doa kita. Namun, itu belum cukup menjamin bahwa kita sungguh menerima Yesus Kristus dan Roh Kudus dengan seluruh hakikatnya, sehingga kita belum sungguh mengandalkan dan menyandarkan hidup kita pada Yesus Kristus dan Roh Kudus.
Internalisasi adalah bagian tersulit dalam proses kita menjadi manusia sebagaimana dituliskan dalam Konstitusi kita. Aspek internalisasi itu diungkapkan dalam Konstitusi artikel 4 (Berkembang ke Arah Yesus): “Yesus mewahyukan kepada kita citra manusia yang memenuhi kehendak Allah secara sempurna. Oleh karena itu, menjadi manusia yang baik, menjadi manusia yang lebih baik, berarti berkembang ke arah Yesus, semakin menyerupai Yesus.”
Refleksi
Apakah yang menyulitkan daku untuk mengandalkan Yesus Kristus dan Roh Kudus, dalam hidup sehari-hari?
Doa
Allah yang mahakasih, kami bersyukur atas iman yang Kauanugerahkan kepada kami. Engkau hadir dan mencintai kami. Semoga kami terus tumbuh dalam iman yang teguh kepada-Mu. Amin.
Pengutusan
Memohon rahmat kerinduan ditangkap oleh daya kasih Allah.
Minggu, 20 Oktober, Markus 10:35—45
Ruang bagi Allah
“Siapa yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa yang ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba bagi semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mrk. 10:43—45).
Dinamika kisah Injil hari ini menunjukkan kontras cara hidup duniawi dan hidup di dalam Allah. Cara hidup manusia kebanyakan adalah untuk mendapatkan kenyamanan dan kemudahan hidupnya, maka seseorang perlu melengkapi diri dengan sarana/prasarana hidup duniawi. Salah satunya adalah kekuasaan. Dengan memiliki kuasa, maka ia memiliki perangkat dan sarana yang memudahkan hidupnya, salah satunya memiliki pelayan yang melayani hidupnya.
Yesus menawarkan kontrasnya. Bila seseorang ingin mendapatkan kepenuhan hidup yang sejati, ia justru harus merendahkan diri, melayani orang lain, menempatkan orang lain lebih penting daripada dirinya sendiri. Dengan cara ini, seseorang sedang menciptakan ruang bagi Allah dan kasih-Nya. Steven Coevey dalam ide Seven Habitsnya, merumuskan hidup seperti ini sebagai hidup yang berlandaskan prinsip menguatkan keutamaan diri, demi memenangkan hati publik atau orang lain. Itulah sesungguhnya salah satu prinsip yang perlu diperjuangkan dalam membangun hidup persaudaraan, dalam menguatkan karakter ke-bruder-an kita. Konstitusi artikel 31 (Kerasulan dan Penghayatan Triprasetia) menegas-kan, “Pembaktian diri kepada Allah harus terwujud dalam pengabdian diri kepada sesama, dan dalam menaruh perhatian penuh kasih kepada mereka.”
Refleksi
Adakah aku cenderung ingin lebih dilayani?
Doa
Allah yang mahakasih, Engkau menghendaki, agar kami hidup saling melayani. Tolonglah kami, bila kami sulit untuk merendahkan diri dan memaksa diri untuk memberikan kasih kepada sesama kami. Amin.
Pengutusan
Latihan melakukan tindakan kasih dengan tulus dan jujur.
Senin, 21 Oktober, Lukas 12:13—23
Waspada terhadap Ketamakan
Kata-Nya lagi kepada mereka, "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung pada kekayaannya itu." (Luk. 12:15).
Ada orang yang bekerja keras untuk menghasilkan harta kekayaan. Harta kekayaan dapat berupa harta benda dan uang. Juga dapat berupa pengetahuan dan keterampilan. Kekayaan duniawi tidak akan dibawa mati. Hal ini perlu diwaspadai. Kekayaan yang diperoleh dapat menjadi suatu ketamakan yang mengarah pada kepentingan diri sendiri, untuk mengangkat harga diri dan penyombongan diri.
Kekayaan rohani yang dicari dengan memuji dan pengabdian diri kepada Tuhan dan sesama akan dibawa mati bersama Yesus Kristus demi keselamatan jiwa. Meskipun demikian, kita harus waspada dan berjaga-jaga terhadap segala ketamakan, termasuk ketamakan rohani yang berupa kemunafikan.
Para Pendiri Kongregasi kita tersemangati oleh kehidupan dan karya cinta kasih Santo Vincentius de Paul. Mereka kemudian mendorong para bruder untuk mengikuti teladannya. Hidup menurut semangat Santo Vincentius bagi kita berarti: – kita menyadari bahwa tujuan karya kerasulan kita adalah demi kemuliaan nama Tuhan dan pertumbuhan kerajaan-Nya (bandingkan “Project” Mgr. Rutten)(Konst. FIC art. 9).
Refleksi
Harta manakah yang kucari setiap hari? Harta duniawi atau harta rohani?
Doa
Bapa, kami bersyukur atas panggilan dan pengutusan-Mu. Semoga Roh-Mu selalu bersama kami, sehingga kami peka dan waspada dalam mengerjakan tugas-tugas Kongregasi setiap hari. Semoga kami tetap setia kepada pengutusan-Mu, mewartakan Kerajaan Allah, bukan demi kepuasan dan pewartaan diri kami sendiri. Amin.
Pengutusan
Mewaspadai perilaku diri sendiri: mewartakan kemuliaan Allah atau kemuliaan diri sendiri.
Selasa, 22 Oktober, Lukas 12:35—38
Kerasulan, Bekerja Giat
"Hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala.Hendaklah kamu sama seperti orang-orang yang menanti-nantikan tuannya yang pulang dari perkawinan, supaya jika ia datang dan mengetuk pintu, segera dibukakan pintu baginya.” (Luk. 12:35—36).
Kita dikaruniai segala kemampuan untuk dapat melakukan kehendak Tuhan. Tuhan Yesus mengajak kita, agar kita tetap berikat pinggang yang berarti tetap bekerja, berkegiatan, dan pelita kita tetap menyala yang berarti kita bersaksi dengan semangat yang menyala dan memberikan terang bagi banyak orang.
Sebagai Bruder/frater, kita dapat menjadi inspirasitor dan memberikan semangat bagi orang lain, untuk berbuat baik dengan penuh semangat dan kegembiraan. Didorong oleh semangat panggilan, hendaknya kita bekerja penuh semangat, tidak bermalas-malasan dan minimalis, melainkan bekerja dengan giat dan senantiasa berdoa, mohon kekuatan dari Tuhan. Kita selalu berusaha memuji dan mengabdi seoptimal mungkin, bukan mencari kenyamanan sesaat, yang dapat meredupkan pelita dan jatuh dalam kemalasan yang melemahkan semangat diri sendiri maupun orang lain.
Kerasulan lebih daripada kerja semata-mata, lebih kaya dan lebih dalam. Karya yang dilaksanakan dengan semangat pengabdian, dan kasih, serta didasari oleh sikap dasar religius, dapat berubah menjadi kerasulan. Kita mencita-citakan seluruh hidup kita diresapi oleh semangat kerasulan. (Konst. FIC art. 20).
Refleksi
Semangat dan antusiaskah aku dalam melakukan tugas dari Kongregasi? Meng-apa demikian?
Doa
Tuhan Yesus, Engkau selalu berkeliling, mengajar, dan berbuat baik, mewartakan Kerajaan Allah. Semoga kami pun selalu bersemangat, bekerja giat untuk meng-abdi Engkau. Jagalah kami, agar tidak mudah jatuh dalam kemalasan, menunda-nunda pekerjaan, hanya mengikuti perasaan sesaat, dan tidak tuntas melaksanakan tugas kerasulan. Semuanya demi kemuliaan nama-Mu. Amin.
Pengutusan
Bekerja penuh semangat dan gembira demi keselamatan jiwa.
Rabu, 23 Oktober, Lukas 12:39—48
Hamba yang Bahagia
Jawab Tuhan, "Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya, untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang.” (Luk 12:42—43).
Tuhan Yesus mengajak kita untuk menjadi hamba yang setia dan bijaksana. Sebagai religius, kita dipanggil untuk setia pada aturan hidup sesuai dengan panggilan kita, sebagai wujud setia kepada Tuhan. Kekhasan hidup sebagai religius adalah hidup menghayati prasetia wadat, kemiskinan, dan ketaatan. Semua itu diamalkan dengan hidup berkomunitas, berdoa, dan melaksanakan tugas kerasulan. Dasar dari semua itu adalah iman kepada Allah yang mahakasih.
Kita akan disebut bahagia, bila dengan tulus dan rela menghayati aturan hidup sebagai religius, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Kita berusaha dengan tekun dan setia dalam menghayati panggilan ini. Dalam hidup bersama, kita peduli, solider, dan saling menerima apa adanya sebagai saudara. Kita setia dan bertekun dalam hidup bersama, menaati aturan dan kesepakatan bersama. Kita bersikap konsisten dalam menghidupi panggilan ini. Rahmat kebahagiaan akan turun ke dalam hati kita, bila konsisten dan terbuka akan sabda Tuhan dalam menghayati identitas hidup kita. Meskipun mungkin melelahkan dan membosankan serta kehilangan daya tariknya, kita diminta tetap bertekun, dalam kesetiaan penuh kepercayaan. (Konst. FIC art. 28).
Refleksi
Sunguhkah aku konsisten, bertekun, dan setia dalam menghayati hidup panggilanku?
Doa
Tuhan Yesus, utuslah Roh-Mu untuk menjaga kami, agar kami mampu hidup konsisten, bertekun dan setia dalam menghayati panggilan sebagai bruder/ frater FIC. Semoga kami boleh menerima kebahagiaan sejati dan mampu membahagiakan orang lain. Amin.
Pengutusan
Hidup konsisten dan konsekuen menghayati hidup sebagai seorang bruder/frater.
Kamis, 24 Oktober, Lukas 12:49—53
Total Mengikut Yesus
“Kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan pertentangan.” (Luk. 12:51)
Kali ini, sabda Yesus membingungkan kita. Ia datang bukan untuk membawa kedamaian. Sedangkan selama ini, Ia selalu bersabda dengan lemah lembut dan membawa kedamaian. Ia mengatakan supaya yang berbeban berat dan letih lesu datang kepada-Nya, karena Ia akan memberikan kelegaan (bdk. Mat. 11:28). Dalam perjamuan terakhir, Ia mengatakan bahwa damai Kutinggalkan bagimu dan damai-Ku Kuberikan kepadamu (bdk Yoh. 14:27). Mengapa kali ini Ia mengatakan bahwa Ia datang bukan membawa damai, melainkan pertentangan?
Mengikut Yesus selalu ada godaan yang menjadikan pertentangan batin, yang membuat pengikut Yesus hidup tidak total. Yesus menuntut para murid-Nya untuk mengambil pilihan tegas, mengikuti Yesus secara penuh atau tidak sama sekali. Sering kita menjadi ragu-ragu, kurang mantap dalam menghayati panggilan. Semua asal jalan, bersikap minimalis karena masih ingin memenuhi keinginan sesaat demi aman dan nyaman, diri sendiri. Yesus mengajarkan kepada kita untuk mengambil sikap tegas dalam menghadapi perang batin, yaitu harus teguh memilih mengikuti Yesus, dengan segala risiko, demi keselamatan jiwa.
Dalam pengabdian kerasulan, kita diharapkan sanggup bekerja dengan cara bagaimana pun serta di mana saja kongregasi – melalui para pemimpin kita – menghendaki, terutama jika hal ini berlawanan dengan keinginan, kesenangan, atau penilaian kita sendiri. Hal ini mungkin amat sulit, namun sebagai religius kita menyediakan diri kita secara total. (Konst. FIC art. 23).
Refleksi
Dalam menghayati panggilan sebagai Bruder/Frater, sungguhkah aku bersikap total dan maksimal atau asal jalan, sekadar bersarang?
Doa
Allah Bapa kami, Engkau telah menyalakan api cinta kasih-Mu. Kami mohon, semoga cinta dan belas kasih-Mu melepaskan kami dari segala keinginan yang tidak teratur, agar kami mampu menyerahkan diri secara total kepada-Mu, Amin.
Pengutusan
Mempersembahkan diri dengan pengabdi-an yang total.
Jumat, 25 Oktober, Lukas 12:54—59
Segera Berdamai
“Sebab, jika engkau dengan lawanmu pergi menghadap pemerintah, berusahalah berdamai dengan dia selama di tengah jalan, supaya jangan dikau diseretnya kepada hakim dan hakim menyerahkan dikau kepada pembantunya dan pembantu itu melemparkan dikau ke dalam penjara.” (Luk. 12:58).
Hidup dalam suasana konflik, baik lahir maupun batin, membuat kita kurang hidup, kurang produktif. Perang lahir maupun batin membwa ke kematian. Tuhan Yesus mengajak kita, untuk segera berdamai. Berdamai dengan diri sendiri maupun dengan sesama. Kita tidak perlu menunda-nunda, apalagi membawa sampai ke hakim pengadilan. Jalan kedamaian adalah kasih. Kasih itu murah hati, lebih daripada adil. Kedamaian sejati bukan sekadar adil, melainkan kemurahhatian, saling mengampuni.
Kita semua membutuhkan belas kasih, rahmat, dan pengampunan. Kita mohon kepada Yesus yang penuh kasih agar mampu membuka hati untuk hidup berdamai dengan diri sendiri maupun dengan sesama. Yesus akan membebaskan kita. Dia akan memenuhi kita dengan Roh Kudus-Nya. Ia memberi kita hati yang baru dan pikiran yang dipenuhi dengan kebenaran, kasih, dan kebaikan-Nya.
Konstitusi kita menegaskan segera berdamai dengan Tuhan dan sesama dengan menyatakan: Kita hendaknya berkali-kali dengan murah hati memberikan pengampunan yang seorang kepada yang lain dan kepada mereka yang telah melukai hati kita. (Konst. FIC art. 72).
Refleksi
Mudahkah aku mengampuni sesama yang bersalah kepadaku? Mengapa?
Doa
Tuhan Yesus, siramilah hati kami dengan kasih-Mu dan bebaskanlah kami dari semua yang akan membuat kami tidak melakukan kehendak-Mu. Ubahlah pikiran kami, agar kami bisa memilih mana yang benar dan mana yang baik dan menyenangkan Dikau. Amin.
Pengutusan
Segera berdamai dengan sesama, tidak menunda-nunda, untuk hidup lebih bebas.
Sabtu, 26 Oktober, Lukas 13:1—9
Mengolah Tanah Hati
“Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!” Jawab orang itu, “Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberikan pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Lukas 13:7—9).
Untuk menghasilkan buah rohani yang baik, kita harus menjalani pemurnian batin melalui doa, puasa, dan bacaan Rohani, mengizinkan Roh Allah mengambil kendali dan menata kembali sifat manusiawi kita sesuai dengan kehendak-Nya. Meskipun kita semua adalah orang berdosa, penting untuk berusaha mengatasi tindakan dan keinginan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan; berusaha menciptakan lingkungan internal yang bermanfaat di mana kebajikan Tuhan dapat berkembang; secara konsisten memilih untuk memelihara kebajikan dan menolak dosa.
Allah memelihara kebajikan di dalam diri kita, ketika kita mengizinkan Roh Allah mengendalikan nafsu dan selera kita; mengarahkan kita kepada keinginan untuk hidup tanpa pamrih dan mengutamakan orang lain, memandang hidup mereka sebagai sesuatu yang berharga dan bermartabat; mengatasi sifat-sifat negatif seperti menghakimi dan marah; mengingini kebaikan bagi orang lain, me-ngembangkan kehidupan batin kita dengan kasih karunia Tuhan, yang menghasilkan tindakan kebaikan dan kasih kepada semua orang.
Refleksi
Sadarkah aku bahwa kehidupan rohaniku seperti pohon ara yang tidak berbuah? Bolehkah Yesus mengolah hatiku dan membuat perubahan yang kuperlukan?
Doa
Tuhan, Engkau tidak pernah berhenti bekerja dengan tekun, untuk mengolah tanah hati kami, sehingga benih-benih belas kasih-Mu akan bertumbuh dan menghasilkan buah-buah yang baik, sesuai dengan kehendak-Mu muncul dalam hidup kami. Berilah kami anugerah yang kami perlukan untuk setia pada kehidupan doa sehari-hari, praktik silih, dan pencarian Firman-Mu yang kudus. Ubahlah kami, Tuhan, dan hasilkanlah buah-buah yang baik dari Kerajaan-Mu yang kudus dalam hidup kami. Amin.
Pengutusan
“Hai kamu, saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik.” (Br. Bernardus Hoecken).
Minggu, 27 Oktober, Markus 10:46—52
- Minggu Biasa XXX
Aku Ingin Melihat
Ketika Yesus keluar dari Yerikho, bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong, ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!" (Mrk. 10:46—47).
Bartimeus merupakan simbol dari apa yang harus kita lakukan untuk keluar dari kebutaan rohani dan kesengsaraan yang kita alami dalam hidup. Bertimeus berteriak minta belaskasih kepada Yesus dengan penuh ketekunan. Teguran orang-orang yang mendengar teriakannya justru membuatnya semakin bersungguh-sungguh dalam doanya. Tampaknya Yesus mengabaikannya pada awalnya. Bukan karena tidak peduli. Yesus tahu bahwa Bartimeus akan bertekun dan Ia ingin, agar Bartimeus menjadi lebih tekun berdoa.
Doa Bartimeus memberi contoh bagaimana kita harus mendekati doa, terutama pada saat-saat ketika kita merasa kecil hati dan tergoda untuk meninggalkannya. Teguran orang banyak merupakan hambatan bagi iman kita. Kita harus meningkatkan usaha kita. Diamnya Yesus kita lihat sebagai undangan untuk memperdalam iman kita. Kita harus percaya bahwa Tuhan mendengarkan, dan diam-Nya mendorong kita untuk mencari hubungan yang lebih dalam melalui doa.
Mendengar panggilan Yesus, Bartimeus segera menanggalkan jubahnya, lambang gangguan yang dapat mengalangi respons kita terhadap kasih karunia ilahi. Kita harus juga siap untuk menyingkirkan apa pun yang mengalangi kita untuk segera merespons panggilan Tuhan.
Doa Bartimeus sangat sempurna, “Rabuni, semoga aku dapat melihat.” Secara rohani, kita harus bekerja untuk menumbuhkan keinginan terdalam untuk melihat Allah. Jika kita sungguh mengingininya, Tuhan akan menjawab doa kita, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan dikau.”.
Refleksi
Maukah aku merenungkan Bartimeus, pengemis buta, sebagai teladan kerendah- hatian dan doa?
Doa
Tuhan, Penyembuh kami, kami sendiri
lemah, sebagai pengemis dan pendosa. Satu-satunya harapan kami adalah berseru kepada-Mu, dengan sepenuh hati dalam kebutuhan kami. Pulihkanlah penglihatan kami, ya Tuhan. Sembuhkanlah kami dan tolonglah kami untuk melihat Engkau, sehingga kami dapat mengikuti Engkau ke mana pun Kaupimpin kami. Amin.
Pengutusan
Menjadi orang yang akrab dengan Allah dan semakin menjalin seluruh kehidupan kita dengan saat-saat doa (Konst. FIC art 59), dengan meneladan Bartimeus.
Senin, 28 Oktober, Lukas 6:12—19
Beban Mematuhi Hukum
Pemimpin sinagoge sangat marah, menyaksikan Yesus menyembuhkan seorang wanita pada hari Sabat; suatu reaksi dan tindakan yang tidak wajar, yang mungkin didorong oleh rasa iri dan kemunafikan, atau oleh keinginan yang berlebihan untuk mematuhi hukum. Kepatuhan berlebihan membuat orang melihat Tuhan melalui kacamata legalistik, menekankan diri sendiri daripada Tuhan dan lebih disibukkan dengan hal dosa daripada dengan Tuhan itu sendiri. Terobsesi oleh kepatuhan hukum, dapat mengaburkan kehendak Allah dan membebani individu, mengalangi untuk hidup dengan sukacita, sesuai dengan kehendak-Nya yang sejati.
Dalam autobiografinya, Santa Theresia dari Lisieux secara terbuka berbagi perjuangan-nya dengan sikap kepatuhan, yang ia sebut sebagai “kepekaan yang berlebihan”, yang ia rasakan sangat membebani. Dia takut bahwa pikiran-pikirannya yang acak itu adalah dosa besar.
.Refleksi
Adakah aku terbebani oleh kekhawatiran yang irasional tentang dosa, terobsesi dengan aturan-aturan, terfokus pada diri sendiri daripada Tuhan dan orang lain?
Doa
Tuhan yang penuh belas kasih, Engkau ingin membebaskan kami dari segala sesuatu yang membebani. Engkau ingin, agar kami berpaling kepada-Mu, dengan kepercayaan diri seorang anak kecil. Bebaskanlah kami dari segala hal yang membebani diri kami dengan obsesi dan kekhawatiran yang tidak masuk akal. Semoga kami selalu memahami kasih-Mu yang tak terbatas di dalam hidup kami, dan selalu berjalan dengan bebas dan penuh sukacita di jalan-Mu. Amin.
Pengutusan
Membangun kesadaran dan kepekaan akan hukum/peraturan. Kita harus selalu menyadari bahwa suatu peraturan tak pernah boleh menghambat tercapainya tujuan yang ditetapkan dalam peraturan itu.(Konst.FIC art. 14).
Selasa, 29 Oktober, Lukas 13:18—21
Senantiasa Menanam Benih
Maka, kata Yesus, "Seumpama apakah hal Kerajaan Allah dan dengan apakah Aku akan mengumpamakannya? Ia seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di kebunnya; biji itu tumbuh dan menjadi pohon dan burung-burung di udara bersarang pada cabang-cabangnya." (Luk. 13:18—19).
Perumpamaan singkat ini seharusnya menjadi sumber dorongan yang besar bagi kita semua, ketika kita berusaha untuk membangun Kerajaan Allah melalui tugas-tugas kerasulan sehari-hari. Banyak orang membayangkan pelayanan yang besar penuh semangat, ketika berpikir tentang kerasulan. Tindakan kasih dan pelayanan sehari-hari sering luput dari perhatian. Upaya-upaya kecil seperti itu dapat menghasilkan buah yang baik yang berlimpah, namun keputusasaan dapat muncul, jika seseorang gagal mengenali dampaknya dalam menyebarkan Injil. Biji sesawi melambangkan upaya kerasulan kita, mendorong kita untuk melakukan tindakan-tindakan kebaikan yang kecil dan tanpa disadari, dan membagikan iman kita dengan gigih. Upaya-upaya seperti itu tidak diragukan lagi berkontribusi pada Kerajaan Allah, dan menegaskan kekuatan kerendahhatian.
Tindakan kita berdampak besar pada orang lain, sering di luar dugaan kita. Perilaku negatif dapat merugikan secara signifikan, sementara tindakan kasih dan amal menyebarkan iman. Merangkul perumpamaan tentang biji sesawi, mendorong kita untuk menabur benih-benih iman yang kecil, yang akan menghasilkan kebaikan yang melimpah dan tak terduga bagi kita di dalam keabadian..
Refleksi
Maukah aku menungkan tugas harianku, untuk menanam benih iman dan kasih, meskipun hasilnya tidak langsung terlihat? “… kita dipanggil dan diutus bersama untuk ikut serta dalam karya Yesus.” (Konst FIC art.15).
Doa
Raja yang mulia, Engkau menghendaki, agar Kerajaan-Mu bertumbuh semakin luas melalui berbagai upaya kasih kami. Pakailah kami, Tuhan, untuk menanam benih-benih iman dan cinta kasih-Mu setiap hari. Semoga kami tidak pernah lelah dalam usaha kerasulan ini dan semoga kami senantiasa bersukacita dalam melayani Engkau dan membangun Kerajaan-Mu, dengan segala cara yang kami bisa. Amin.
Pengutusan
Menerima dan melaksanakan misi untuk menanam benih iman dan kasih dalam kegiatan kerasulan sehari-hari.
Rabu, 30 Oktober, Lukas 13:22—30
Memasuki Pintu yang Sesak
Ada seorang yang berkata kepada-Nya,"Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?" Jawab Yesus kepada orang-orang di situ, "Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” (Lukas 13:23—24).
Sangat mudah untuk beranggapan bahwa kita akan diselamatkan. Sangat mudah untuk menganggap bahwa Allah itu baik dan kita adalah orang-orang yang baik hati, dan oleh karena itu, keselamatan sudah pasti. Tetapi bukan itu yang dikatakan Yesus.
“Pintu yang sesak” yang dikatakan Yesus adalah perumpamaan yang digunakan oleh Yesus untuk mengatakan kepada kita, bahwa tidak mudah untuk masuk ke dalam surga. Hal ini membutuhkan usaha keras dari pihak kita dan juga belas kasihTuhan yang tak terbatas. Dari sisi kita, pencapaian surga hanya mungkin, jika kita dengan sungguh-sungguh mencari ke-hendak Allah dan merespon-Nya dengan murah hati. Pertama-tama ini berarti: kita mengakui dan berpaling dari dosa-dosa kita, kemudian melakukan segala upaya untuk memenuhi kehendak Allah dalam hidup kita.
Menerima ajaran-ajaran Yesus mungkin merupakan suatu tantangan. Mengalami “rasa takut yang kudus” sangat bermanfaat. Hal ini membantu men-ciptakan hati nurani yang bersih untuk mengenali rintangan-rintangan menuju keselamatan dan menuntun kita melalui pintu yang sesak menuju ke surga.
Refleksi
Maukah aku merenungkan pentingnya keselamatan kekal dan kehidupan rohaniku? Karena “… kita dipanggil dan diutus bersama untuk ikut serta dalam karya Yesus … Ia datang untuk menyelamatkan,” (Konst. FIC art.15)
Doa
Tuhan yang maha penyayang, Engkau sendirilah yang dapat membukakan pintu surga bagi kami, dan Engkau sendirilah yang akan melakukannya hanya bagi mereka yang telah menanggapi kehendak-Mu yang kudus. Bukalah mata kami terhadap segala cara yang membuat kami berpaling dari pada-Mu dan melalaikan perjalanan rohani kami. Berilah kami anugerah yang kami butuhkan, untuk melihat dengan jelas dan menanggapi dengan segenap hati kami. Amin
Pengutusan
Mengakui kesalahan dan dosa, bertobat dan berubah, agar dikenali dan diterima oleh Tuhan untuk memasuki pintu surga.
Kamis, 31 Oktober, Lukas 13:31—35
Perlindungan, Penyembuhan dan Keselamatan
“Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu, orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, namun kamu tidak mau.” (Luk. 13:34).
Hati Yesus adalah hati yang kuat dan lembut, penuh kasih dan keadilan, penuh belas kasih dan kebenaran. Dalam perikopa Injil hari ini, kita diberi sekilas gambaran tentang kasih Yesus kepada penduduk Yerusalem. Dia tidak mengungkapkan kasih-Nya kepada kota itu, melainkan kepada orang-orang yang ada di kota itu. Jelaslah, bahwa keinginan-Nya yang paling dalam, kerinduan-Nya yang paling kuat, adalah agar mereka mengizinkan Dia, untuk menarik mereka mendekat kepada-Nya, sehingga Dia dapat melindungi mereka dari segala kejahatan. Tetapi mereka enggan untuk berbalik kepada-Nya. Ini membuat Yesus meratap sedih dan bukannya marah. Gambaran induk ayam adalah ungkapan dari keinginan Yesus untuk melindungi kita dari bahaya. Yesus ingin melindungi dan mengumpulkan kita di bawah “sayap-Nya”, menunjukkan kepedulian-Nya yang nyata dan perlu untuk melindungi kita.
Ketika kita berjuang untuk mandiri dalam hidup, kita harus ingat bahwa kita akan selalu membutuhkan perlindungan Allah yang penuh kasih di dunia yang penuh dengan bahaya.
Refleksi
Aku hendak merenungkan gambaran Yesus, yang bertindak sebagai induk ayam, membentangkan sayap-Nya kepadaku, agar terlindung dari berbagai godaan dan serangan jahat yang kuhadapi di dunia ini.
Doa
Tuhan kami yang penuh kasih, Engkau rindu untuk melindungi kami dari berbagai kejahatan di dunia ini. Engkau rindu untuk menyembuhkan kami dari luka-luka yang disebabkan oleh dosa-dosa kami. Engkau rindu untuk memberikan karunia kehidupan kekal kepada kami. Kami menerima perlindungan-Mu, Tuhan, dan memohon kesembuhan yang kami butuhkan. Lindungilah kami selalu dan berilah kami karunia hidup yang kekal. Amin
Pengutusan
Tetap percaya dan berada di bawah perlindungan Yesus, mengizinkan Dia untuk memenuhi kerinduan Hati Kudus-Nya. Doa “… hanya tinggal dalam kehadiran Allah melalui iman, harapan, dan kasih.” (Konst. FIC art. 66).