Jumat, 1 November, Matius 5:1—12a
- HR Orang Kudus
Jalan Kudus
Maka, Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya,"Berbahagia-lah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” (Mat. 5:2—5).
Hari ini, Gereja merayakan Hari raya Semua Orang Kudus. Kisah Injil (Sabda bahagia) mengingatkan kita bahwa hidup kudus adalah panggilan bagi semua orang beriman. Kekudusan, sebagaimana tecermin dalam hidup para kudus, bukanlah hasil dari kekuatan manusiawi semata, melainkan buah dari kerja sama dengan rahmat Tuhan. Para kudus yang kita hormati hari ini, adalah mereka yang menghidupi Sabda Bahagia dengan penuh komitmen dan penyerahan diri. Mereka adalah "orang yang miskin di hadapan Allah" yang menyerahkan hidup mereka sepenuhnya kepada kehendak Tuhan. Mereka "berdukacita" atas dosa dan ketidakadilan dunia, dan hidup dengan hati yang “lemah lembut" yang mencerminkan kasih Tuhan kepada sesama. Melalui hidup mereka, kita menyaksikan bagaimana Sabda Bahagia menjadi jalan menuju ke persatuan sempurna dengan Allah.
Melalui perayaan ini, kita juga diingatkan bahwa kekudusan adalah panggilan universal, terbuka bagi setiap orang beriman. Sabda Bahagia bukan sekadar aturan moral, melainkan undangan untuk hidup dalam rahmat dan kasih Allah, terlepas dari situasi kita. Para kudus menunjukkan bahwa dengan menerima Sabda Bahagia dan hidup dalam terang kasih Tuhan, kita semua dipanggil untuk menjadi suci, tidak hanya di masa depan melainkan dalam kehidupan kita sehari-hari hic et nunc. Kita diundang untuk membarui komitmen kita kepada Kristus, mengikuti jejak para kudus (pada pendiri kongregasi kita), dan mengarahkan hidup kita kepada kebahagiaan abadi bersama dengan Allah.
Pembaktian diri kepada Allah harus terwujud dalam pengabdian diri kepada sesama. (Konst. FIC art. 31).
Refleksi
Bagaimana aku memaknai panggilan hidup kepada kekudusan sebagai bruder?
Doa
Tuhan, bantulah kami untuk hidup seturut kehendak-Mu, seperti para kudus. Anugerahilah kami, hati yang lembut dan penuh kasih. Bimbinglah kami menuju ke kekudusan dan kebahagiaan kekal bersama dengan Dikau. Amin.
Pengutusan
Diutus untuk menghidupi sabda bahagia “bermurah hati”!
Sabtu, 2 November, Yohanes 6:37—40
- Peringatan Arwah Semua Orang Beriman
Hidup Kekal
“Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, melainkan supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." (Yoh. 6:39—40).
Melalui Injil hari ini, Yesus berbicara tentang janji hidup kekal bagi semua orang yang percaya kepada-Nya, "Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang." Ayat ini menggemakan penghiburan bagi kita, yang merindukan kehadiran orang-orang tercinta yang telah meninggal. Janji Kristus ini menegaskan bahwa setiap jiwa yang datang kepada-Nya, baik di dalam hidup maupun setelah meninggal dunia, akan disambut dengan kasih yang tak terhingga.
Dalam peringatan arwah semua orang beriman, kita tidak hanya berdoa bagi mereka yang telah meninggal, melainkan juga merenungkan panggilan kita untuk menaruh harapan penuh pada Kristus. Kematian bukanlah akhir, melainkan pintu menuju ke kehidupan kekal. Dalam Yesus, kita percaya bahwa mereka yang telah mendahului kita dalam iman, tetap hidup dalam persatuan dengan Dia, menantikan kebangkitan di akhir zaman. Yesus berkata, "Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya setiap orang yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal." Dalam terang Injil ini, kita diperkuat dalam keyakinan bahwa melalui iman dan doa kita, kita tetap bersatu dengan saudara-saudari kita yang telah meninggal, sambil menantikan perjumpaan kembali di dalam Kerajaan Allah.
...kita juga ingin tetap mengalami hubungan yang tak terputus dengan semua bruder yang telah meninggal. (Konst. FIC art. 11).
Refleksi
Bagaimanakah keyakinan akan ke-bangkitan dan hidup kekal memengaruhi caraku berdoa dan mengingat mereka yang telah meninggal?
Doa
Tuhan, kami bersyukur atas janji hidup kekal melalui Tuhan kami Yesus Kristus. Kami serahkan jiwa-jiwa saudara-saudari kami yang telah meninggal kepada belas kasih-Mu. Semoga mereka beristirahat dalam damai dan menikmati kehidupan kekal. Amin.
Pengutusan
Hari ini, luangkanlah waktu untuk mendoakan mereka yang sudah dipanggil Tuhan!
Minggu, 3 November,Markus 12:28b—34
Perintah Utama
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu. Hukum yang kedua adalah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini." (Mrk. 12:30—31).
Dalam Injil Markus 12:28—34, Yesus mengajarkan tentang dua perintah utama: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan segenap kekuatanmu" dan "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Perintah ini merangkum seluruh hukum dan menegaskan bahwa inti dari kehidupan iman adalah kasih — kasih kepada Tuhan yang diwujudkan dalam kasih kepada sesama. Kasih kepada Tuhan bukanlah sesuatu yang bersifat abstrak, melainkan harus tecermin dalam tindakan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Mengasihi Tuhan berarti menempatkan Dia sebagai pusat hidup kita, dan kasih kepada sesama menjadi cerminan dari kasih kita kepada Tuhan.
Kasih bukan sekadar emosi atau perasaan, melainkan tindakan yang melibatkan pengurbanan dan kerendahhatian. Mengasihi sesama seperti diri sendiri, menuntut kita untuk melampaui kepentingan pribadi dan menunjukkan perhatian, pengertian, dan kebaikan kepada orang lain, terutama mereka yang membutuhkan. Dalam hal ini, kasih kepada Tuhan dan sesama menjadi tidak terpisahkan. Jika kita sungguh mengasihi Tuhan, maka kasih itu harus mengalir kepada sesama. Pertanyaannya, sudahkah kita menghidupi kasih itu dengan sepenuhnya? Yesus mengingatkan bahwa seluruh hukum berpusat pada kasih yang sejati, dan melalui kasih inilah kita mendekat pada Kerajaan Allah.
Allah adalah kasih, dan dalam Dia, segala sesuatu akan bergabung dalam kasih. (Konst.FIC art. 34).
Refleksi
Sudahkah aku mencintai Tuhan dengan segenap hatiku, dan benarkah kasihku kepada sesama mencerminkan kasih Tuhan yang sejati?
Doa
Tuhan, ajarilah kami untuk mengasihi Engkau dengan segenap hati dan kekuatan. Bimbinglah kami untuk mencintai sesama seperti diri kami sendiri. Semoga kasih-Mu senantiasa menjadi dasar dari setiap tindakan kami. Amin.
Pengutusan
Melakukan satu tindakan kasih bagi yang membutuhkan!
Senin, 4 November, Lukas 14:12—14
- PW. St. Carolus Boromeus
Kasih Tanpa Syarat
“Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh, dan orang-orang buta. Maka, engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasannya pada hari kebangkitan orang-orang benar." (Luk. 12;13—14).
Yesus mengajarkan suatu pelajaran penting tentang kasih yang tulus dan tanpa pamrih. Dia berkata, "Apabila engkau mengadakan perjamuan, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu, atau tetanggamu yang kaya... Melainkan undanglah orang miskin, orang cacat, orang lumpuh, dan orang buta." Pesan ini menantang kita untuk melampaui pola relasi yang umum — ketika kita cenderung berbuat baik hanya kepada mereka yang dapat membalas budi atau memiliki status yang setara. Yesus menegaskan bahwa kasih sejati terletak pada memberikan kepada mereka yang tidak dapat membalas, melayani tanpa mengharapkan imbalan, dan memerhatikan mereka yang sering diabaikan oleh masyarakat.
Pesan ini sangat mendalam, karena menyentuh inti dari panggilan kita sebagai murid Kristus: kasih yang tanpa syarat. Yesus mencontohkan hidup yang berfokus pada orang-orang yang terpinggirkan, mengasihi mereka yang paling lemah, dan memanggil kita untuk melakukan hal yang sama. Dalam dunia yang cenderung mengukur nilai berdasarkan timbal balik atau kepentingan pribadi, kita dipanggil untuk membangun relasi berdasarkan kasih karunia, ketika kita memberi bukan untuk keuntungan, melainkan untuk meneladan kasih Tuhan. Di sinilah letak berkat sejati — melayani mereka yang tidak dapat membalas, karena di dalam tindakan kasih itulah, kita memperoleh bagian dalam kehidupan kekal yang dijanjikan Allah.
Dengan pengingkaran diri dalam ketaatan menurut teladan Yesus, kita ingin mencapai kehidupan manusiawi yang mendalam dan berbuah melimpah (Konst. FIC art. 80).
Refleksi
Sudahkah aku melayani dengan tulus dan tanpa pamrih, atau terjebak dalam pola relasi yang mengharapkan imbalan?
Doa
Tuhan yang penuh kasih, ajarilah kami untuk mencintai tanpa syarat dan melayani tanpa pamrih. Semoga kami dapat meneladan kasih-Mu yang mengalir kepada semua orang, terutama kepada mereka yang terabaikan. Amin.
Pengutusan
Melayani dengan tulus dan tanpa pamrih!
Selasa, 5 November, Lukas 14:15—24
Perjamuan Rohani
Lalu kata tuan itu kepada hambanya, ‘Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.’ Sebab Aku berkata kepadamu, “Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku." (Luk. 14:23—24.)
Melalui Injil Lukas 14:15—24, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang suatu perjamuan. Saat perjamuan tiba, para undangan mulai memberikan berbagai alasan untuk tidak datang. Hal ini mengungkapkan realitas yang sering kita hadapi dalam hidup: panggilan untuk menghadiri perjamuan Tuhan, sering diabaikan karena kesibukan dan kepentingan duniawi. Tuan rumah, yang mewakili Allah, tidak menyerah; ia terus mengundang orang-orang, bahkan mereka yang dianggap terpinggirkan dan tidak layak. Ini menunjukkan betapa besar kasih dan kerinduan Allah untuk berhubungan dengan kita, serta kesediaan-Nya untuk menjangkau semua orang, termasuk mereka yang mungkin diabaikan oleh masyarakat.
Perumpamaan ini mengajak kita untuk merenungkan prioritas dalam hidup kita. Benarkah kita sering menempatkan kepentingan duniawi di atas panggilan Allah? Dalam kehidupan sehari-hari, banyak hal yang dapat mengalihkan perhatian kita dari undangan untuk berpartisipasi dalam kehidupan spiritual, baik itu kesibukan pekerjaan, hiburan, atau bahkan kekhawatiran sehari-hari. Namun, Yesus mengingatkan kita, bahwa kehadiran kita dalam perjamuan-Nya adalah bagian dari kehidupan yang berkelimpahan. Dengan menerima undangan-Nya, kita tidak hanya mendapatkan berkat-Nya melainkan juga berbagi dalam sukacita dan damai sejahtera, yang hanya dapat diberikan oleh Dia. Marilah kita berkomitmen untuk menjawab panggilan Tuhan dengan sepenuh hati, menyadari bahwa hidup yang sejati ditemukan dalam persatuan dengan Dia.
....kita berusaha tumbuh dalam kasih, dengan setia dan penuh harapan, dan karena itu, kita akan mengalami sukacita persatuan kita dengan Kristus. (Konst. FIC art. 99).
Refleksi
Apa saja hal-hal yang menghalangi aku untuk menjawab undangan Allah dan bagaimana aku mengubah prioritasku untuk lebih dekat dengan Dia?
Doa
Tuhan, terima kasih atas undangan untuk turut serta dalam perjamuan kasih-Mu. Ajarilah kami untuk menjawab panggilan-Mu dan memberikan prioritas kepada-Mu dalam setiap aspek kehidupan kami. Amin.
Pengutusan
Meluangkan waktu untuk merenungkan dan menjawab panggilan Tuhan!
Rabu, 6 November, Lukas 14:25—33
Syarat Kemuridan
“Pada suatu kali, banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling, Ia berkata kepada mereka, "Jika seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Siapa tidak memanggul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk. 14:25—27).
Mengikuti Yesus mengatasi ikatan sanak keluarga dan kepentingan sendiri. Menjadi murid-Nya sama dengan menempuh hidup baru yang bisa jadi amat berlainan dengan yang biasa dijalani hingga kini. Lukas menyampaikan tiga syarat: pertama, membebaskan diri dari pelbagai kelembagaan yang muncul dari hubungan keluarga atau naluri mempertahankan diri dan ikatan-ikatan primordial seperti itu.
Kedua, mengikuti jejak langkah-Nya, meniti jalan yang sama. Begitulah orang akan sampai ke tujuan perjalanan Yesus, bukan mencari-cari salib. Ketiga, melepaskan harta milik.
Seperti umat Kristen perdana, kita juga berhasrat hidup dalam suatu persekutuan sambil berbagi milik bersama. Seperti mereka, kita ingin hidup sesuai dengan sabda dan teladan kemiskinan Kristus. Baik sebagai perseorangan maupun persekutuan, dalam hal penggunaan uang dan harta milik, serta segalanya yang kita terima atau kita hasilkan, kita serahkan kepada persekutuan demi pertumbuhan Kerajaan Allah, demi dunia baru-Nya, yaitu dunia “kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita.” (Konst. FIC art. 88).
Refleksi
Sampai di mana aku telah mewujudkan panggilan untuk mengikuti Kristus dalam komunitasku?
Doa
Allah, Bapa kami, tambahlah iman kami, agar semakin taat dan setia dalam mengikuti putra-Mu. Teguhkanlah ke-hendak kami, agar lebih baik dalam mengabdi Yesus, Junjungan kami. Amin.
Pengutusan
Merawat harta milik pribadi sebagai harta milik bersama.
Kamis, 7 November, Lukas 15:1—10
Domba yang Sesat
Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jika ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya? Jika ia telah menemukannya, ia meletakkannya di atas bahunya dengan gembira, dan setibanya di rumah, ia memanggil sahabat-sahabat dan tetangga-tetangganya serta berkata kepada mereka, ‘Bersukacitalah bersama-sama dengan daku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan.’ (Luk. 15: 4—6).
Perumpamaan ini disampaikan Yesus sebagai tanggapan terhadap kaum Farisi dan ahli Taurat yang kurang senang melihat Yesus membiarkan para pemungut cukai serta para pendosa datang ikut “mendengarkan Dia”. Yesus membiarkan mereka mengikuti uraian-Nya mengenai ajaran Kitab Suci dan menjadi murid-Nya.
Pemungut cukai adalah orang-orang berdosa, sebab mereka menjual bangsa sendiri dengan bekerja memungut pajak dari sesama orang Yahudi bagi penguasa Romawi. Dosa mereka jauh lebih besar daripada pelanggaran lain, karena mereka terang-terangan ikut menindas umat Allah sendiri, sama seperti para penindas di Mesir dahulu.
Perumpamaan ini mengajak kita untuk tidak membiarkan diri dikuasai oleh perasaan merasa saleh sendiri. Tampak di depan kita kegembiraan karena domba yang hilang telah ditemukan. Kegembiraan ini kemudian dikabarkan kepada banyak orang.
Masih tentang apa yang hidup di dalam para pendiri kongregasi. “Mereka menyadari panggilan dan tugas khusus untuk menyebarkan Kabar Gembira-Nya.” (Konst.FIC art. 9).
Refleksi
Becermin dari perumpamaan hari ini, benarkah aku lebih sering menjadi seorang Farisi atau pemungut cukai?
Doa
Yesus, Tuhan kami, ajarlah kami untuk merangkul mereka yang di mata orang banyak serba lemah, kurang, dan tak berharga, supaya melalui cara-cara demikian, cinta-Mu semakin nyata dirasakan. Amin.
Pengutusan
Melatih cara berpikir yang seimbang (kelemahan & kekuatan) terhadap objek di luar diri kita.
Jumat, 8 November, Lukas 16:1—10
Cerdik
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya…. Kemudian ia berkata kepada yang kedua, ‘Berapakah utangmu?’ Jawab orang itu, ‘Seratus pikul gandum.’ Katanya kepada orang itu, ‘Inilah surat utangmu, buatlah surat utang lain, ‘Delapan puluh pikul.’ Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang." (Luk. 16:1.7&8).
Sang bendahara berani dan berhasil membenahi diri dalam urusan “uang yang diperoleh dengan tidak jujur” dalam hal ini, ia bisa disebut “setia mengenai harta orang lain”, baik harta sang pemilik perusahaan maupun para pelanggan. Andaikata ia tidak berbuat demikian, ia akan mengalami celaka.
Melalui perumpamaan bendahara yang tak jujur tetapi cerdik, kita dibukakan pada kesadaran bahwa injil mengajarkan sikap mau dan berani berubah demi menjadi jalan yang akan menyelamatkan. Diajarkan sikap mau belajar dari cara-cara duniawi. Dengan menggemakan Mazm. 15, Injil menghubungkan urusan duniawi ini dengan tanggung jawab dan kesadaran moral yang akan menuntun orang ke kebahagiaan kekal bersama dengan Allah.
Mengenai kecerdikan dalam kerohanian, Konstitusi kita menegaskan, “Kerasulan lebih daripada kerja semata-mata, lebih kaya dan lebih dalam. Karya yang dilaksanakan dengan semangat pengabdian dan kasih serta didasari oleh sikap dasar religius, dapat berubah menjadi kerasulan. Kita mencita-citakan seluruh hidup kita diresapi oleh semangat kerasulan.” (Konst.FIC art.20).
Refleksi
Sudahkah aktivitasku diresapi oleh semangat kerasulan? Spirit kerasulan kongregrasi manakah yang menggerakkan aktivitasku itu? Konkretnya?
Doa
Ya Yesus, mampukanlah kami untuk terus-menerus mengimani Engkau, agar kami mampu menjadi pewarta kasih-Mu. Tambahlah juga kemampuan kami seperti yang Kausabdakan, ‘hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.’ Amin.
Pengutusan
Memikirkan bagaimana kemanusiaan yang penuh liku-liku itu dapat menjadi jalan menuju ke Kemah Abadi.
Sabtu, 9 November, Yohanes 2:13—22
Pemurnian
Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci, didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing, domba, dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali, lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci, dengan semua kambing, domba, dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata, "Ambillah semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yoh. 2:13—22).
Tiap kali suatu hari raya keagamaan diperingati, bait Allah di Yerusalem penuh sesak dengan orang Yahudi dari berbagai tempat, baik yang dari wilayah Israel maupun negara lain. Untuk menunaikan kewajiban agama mereka, diperlukan hewan kurban dan mata uang khusus untuk pembayaran ke bait Allah. Karenanya, para imam mengizinkan para pedagang untuk memenuhi kebutuhan ibadah entah hewan kurban entah penukaran uang. Mengapa Yesus mengusir para pedagang?
Satu di antara alasan-alasan lainnya, mereka tidak mencintai rumah Bapa. Yesus mencintai rumah Bapa, sedang para pedagang tidak. Mungkin mereka memanfaatkan momen itu untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Kita tidak tahu dengan pasti. Paling tidak, kita tahu bahwa Yesus mengenal kedalaman hati para pedagang. Ada sesuatu yang salah di hati mereka.
“Oleh karena itu, kita memberikan perhatian terhadap pemeriksaan batin, terhadap perayaan-perayaan yang mengutamakan pengakuan kesalahan dan kesediaan untuk melaksanakan tobat.” (Konst.FIC art.72).
Refleksi
Potret kemarahan Yesus di Bait Allah ini menggambarkan suatu proses pemurnian (penyucian diri). Upaya-upaya pem-bersihan hati manakah yang kulakukan dalam diriku?
Doa
Ya Yesus, terima kasih atas pengajaran-Mu hari ini. Yesus, Tuhan kami, ajarilah kami untuk menjaga rumah doa dan bait suci hati kami, dari segala godaan yang bisa mencemari kesucian kami. Amin.
Pengutusan
Mengupayakan setiap malam sebelum tidur, untuk mawas diri sebagai wujud merawat kesucian panggilan.
Minggu,10 November, Markus 12:41—44
Berserah
“…datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." (Mrk 12:42—44).
Kisah ini tidak usah dimengerti sebagai ajakan memuji-muji sikap memberi sang janda, atau sebaliknya menyindir orang yang berduit. Namun, terutama ajaran, agar siap memerhatikan orang-orang seperti janda yang tak memiliki apa-apa lagi. Dengan kata lain, kisah ini disampaikan untuk menajamkan kepekaan terhadap orang yang berhak mendapatkan bantuan.
Keberanian sang janda dalam menyatakan diri tak punya apa-apa lagi dengan cara tadi, patut dilihat sebagai penyerahan diri kepada kebaikan Tuhan. Inilah pengajaran Yesus hari ini, memercayakan diri sepenuhnya kepada Allah. Orang-orang yang memberi dari kelimpahan, yang tentunya masih dapat menyandarkan diri pada harta miliknya, dan orang-orang seperti kita, diajak berani belajar semakin menyandarkan diri kepada Allah.
“Percaya akan Allah berarti kita berani menyerah tanpa syarat kepada-Nya. Penyerahan ini berdasarkan kepercyaan yang tak terbatas serta didorong oleh kasih, karena Ia telah lebih dahulu mengasihi kita.” (Konst.FIC art. 54).
Refleksi
Sudahkah aktivitasku diresapi oleh semangat penyerahan diri kepada Allah? Konkretnya?
Doa
Ya Bapa, melalui janda dalam Injil hari ini, Engkau mengajari kami untuk terus belajar hidup dalam penyelenggaraan-Mu. Mampukanlah kami untuk terus-menerus mengimani Engkau, agar kami mampu menjadi pewarta kasih-Mu, terutama kepada mereka yang membutuhkan. Tambahlah juga kemampuan kami seperti yang Kausabdakan, “janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya.” Amin.
Pengutusan
Memikirkan bagaimana kemanusiaan yang penuh liku-liku itu dapat menjadi media untuk semakin berserah kepada Allah.
Senin,11 November, Lukas 17:1—6
Melampaui Kesanggupan
“Jagalah dirimu! Jika saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jika ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jika ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata, ‘Aku menyesal’, engkau harus mengampuni dia." (Luk. 17: 3—4).
Injil Lukas mencatat bahwa setiap pengikut Yesus wajib mengampuni orang yang telah menyesal atas kesalahannya dan meminta ampun. Jika seseorang berbuat salah dan minta ampun, bahkan sampai tujuh kali sehari, maka tujuh kali juga harus diampuni. Jika lebih dari tujuh kali, Tuhan ingin tetap harus mengampuni lebih daripada tujuh kali. Angka tujuh bukanlah angka harfiah yang dipahami sebagai batas pengampunan. Angka tersebut ingin mengajarkan, bahwa mengampuni haruslah tanpa batas angka.
Memang, secara nalar mengampuni sesama yang berbuat salah yang sama dan berulang, sangat sulit. Meskipun demikian, sebagai religius, kita menjunjung tinggi nilai persaudaraan. Salah satu keutamaan yang menyertai kita dalam hidup bersama adalah pengampunan. Hal ini seperti sesuatu yang mustahil, terus disakiti, dan terus mengampuni. Ini tugas yang sangat berat. Dibutuhkan pengurbanan yang sangat besar dan terus-menerus mengasihi, seolah-olah mem-biarkan diri untuk terus disakiti. Tetapi inilah yang diminta Tuhan untuk dilakukan. C.S. Lewis seorang teolog dari Inggris mengatakan bahwa "Menjadi seorang Kristen berarti mengampuni yang tidak bisa dimaafkan, karena Tuhan telah mengampuni yang tidak bisa dimaafkan di dalam kamu."
Kita hendaknya berkali-kali dengan murah hati memberikan pengampunan yang seorang kepada yang lain dan kepada mereka yang telah melukai hati kita (Konst. FIC art. 72).
Refleksi
Sudahkah aku bermurah hati mengampuni sesama yang berkali-kali melakukan kesalahan kepadaku?
Doa
Bapa, ajarilah kami mengampuni sesama, meski sulit sekalipun. Amin.
Pengutusan
Menyapa dengan tulus sesama yang telah melukai hati.
Selasa, 12 November, Lukas 17:7—10
Kepemimpinan Pelayanan
Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata, ‘Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.’ (Luk. 17: 10).
Melalui Injil hari ini, kita bisa belajar bagaimana mengusahakan semangat kepemimpinan pelayanan dalam aneka kerasulan yang dipercayakan oleh kongregasi. Secara biblis, kepemimpinan sebagai pelayan dimaksudkan, seperti yang diupayakan Yesus, mengosongkan diri – menjadi hamba dan bahkan mati di salib ( bdk. Flp 2: 5 —11). Kerelaan untuk mengosongkan diri, merendahkan diri, dalam arus gerakan yang menghambakan diri, merupakan wujud nyata dalam spiritualitas kepemimpinan seorang pelayan. Kita diundang untuk tidak mencari kepentingan diri, melainkan meng-hambakan diri bagi sesama.
Kita bisa becermin atas apa yang diupayakan Paus Fransiskus dalam menggembalakan umat. Sebagai pemimpin tertinggi Gereja, beliau adalah sosok yang mudah didekati, mampu mendengarkan dengan baik, rela melepaskan kekuasaan, dengan memperkecil jarak sosial, meninggalkan privilese khusus dan simbol status yang penting, serta terbuka pada kritik. Paus mengutamakan gaya hidup sederhana, penuh kasih, belarasa, dan melayani.
Para bruder yang bertugas memimpin diharapkan memberikan inspirasi dan dorongan, meningkatkan persatuan dan kerja sama, mengarahkan persekutuan dengan sarana organisasi dan peraturan yang tepat guna. Mereka diharapkan mendengarkan apa yag hidup di antara para bruder, memahami kesukaran-kesukaran dan kesedihan manusiawi, menunjukkan kesalahan, kekhilafan, dan kelemahan-kelemahan, bertindak tegas dan dengan kewibawaan bilamana diperlukan (Konst. FIC art. 50).
Refleksi
Hal-hal apa saja yang masih bisa kubuat untuk kepentingan sesama di komunitas atau unit kerasulanku?
Doa
Bapa, kami berdoa bagi para pemimpin kongregasi, semoga mereka Kaulengkapi dengan rahmat-rahmat yang mereka butuhkan untuk melayani sesama. Amin.
Pengutusan
Siap sedia melakukan tugas kepemimpinan dalam aneka bentuk dan jenjang.
Rabu, 13 November, Lukas 17: 11—19
Merupakan Anugerah
Yesus berkata, "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain orang asing ini?" Lalu Ia berkata kepada orang itu, "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan dikau.” (Luk. 17: 17—19).
Pada zaman Yesus, penyakit kusta adalah penyakit yang paling hina, yang membuat para penyandangnya menjadi kaum yang dikucilkan. Maka, Yesus yang tergerak oleh belas kasih, memberikan kesembuhan kepada kesepuluh penderita kusta yang memohon kepada-Nya. Namun ternyata, setelah mendapati diri mereka sembuh, hanya satu orang dari mereka yang kembali kepada Yesus untuk berterima kasih kepada-Nya dan memuliakan Allah. Orang itu adalah seorang Samaria, seorang asing di hadapan orang Yahudi.
Orang Samaria ini mengajarkan kepada kita, untuk senantiasa kembali kepada Tuhan Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Mari kita lebih mengutamakan Sang Pemberi berkat, daripada berkat-berkat-Nya. Mari kita belajar untuk semakin mendalami iman kita, yang berpusat pada Yesus Kristus, agar kita dapat semakin mengenal, mencintai, dan mengikuti Dia dengan lebih sungguh. Semoga dengan demikian, iman kita bertumbuh dalam kesatuan dengan pengharapan dan kasih, sehingga iman kita sungguh adalah iman yang menyelamatkan.
Menjadi religius merupakan anugerah bagi kita. Dalam iman, harapan, dan kasih, kita dapat menghayati cita-cita bahwa kongregasi kita merupakan Gereja. Allah memanggil kita kepada kehidupan ini. Ia menjadikan kita mampu menanggapi panggilan-Nya. (Konst. FIC art. 117).
Refleksi
Pada akhir-akhir ini, bagaimanakah situasi batin dan panggilanku? Mudahkah aku mengucap syukur atas berkat dan rahmat-Nya?
Doa
Ya Tuhan, bantulah kami, agar kami dengan mudah bersyukur atas anugerah-Mu yang kami terima dalam kehidupan kami sehari-hari. Amin.
Pengutusan
Bersyukur atas apa yang telah kita terima dari kongregasi, apa pun bentuknya.
Kamis, 14 November, Lukas 21:20—28
Mawas Diri
Dalam konteks keagamaan, salah satu topik yang sering menjadi pembicaraan orang banyak adalah hari kiamat. Mengenai hal ini, Yesus dengan jelas menyatakan dirinya sebagai Sang Penyelamat bagi siapa saja yang percaya kepada-Nya. Karena Yesus telah menang atas dunia ini lewat pengurbanan-Nya, maka Dia yang paling berhak menghakimi setiap manusia. Itulah iman kita.
Sebelum momentum hari penghakiman itu tiba, Yesus mengingatkan kita, agar tidak terbuai oleh zona aman, yaitu kemewahan duniawi dan anggapan bahwa kiamat masih jauh. Memang tidak ada yang tahu kapan hari Tuhan datang. Karena itulah, kita seyogianya belajar mawas diri dengan cara berdoa, menjaga hati tetap berfokus pada kehendak-Nya. Dibutuhkan saat-saat hening dan pembatinan nilai-nilai yang selaras dengan kehendak Allah, sehingga kita semakin mengalami kesatuan diri dengan Allah. Dalam situasi demikian, kita akan mengalami hadirnya Allah dalam kehidupan sehari-hari yang serba biasa.
Kita akan mengalami Allah yang selalu hadir dalam kehidupan biasa sehari-hari, dalam setiap orang, dalam segala sesuatu. Kehidupan doa dan kehidupan sehari-hari sedikit demi sedikit semakin menyatu. Kehidupan doa yang tumbuh, seperti halnya setiap pertumbuhan, memerlukan pemurnian yang menyakitkan. Kita harus meninggalkan diri kita sendiri, agar mencapai persatuan dengan Allah dan dengan sesama kita. (Konst. FIC art. 66).
Refleksi
Kapan aku mengalami Allah terlibat secara nyata dalam perjuanganku sebagai bruder (frater)?
Doa
Tuhan, kuasailah diri kami dengan Roh Kudus-Mu supaya ada dan hadir kami semakin selaras dengan cita-cita kami sebagai Bruder FIC. Amin.
Pengutusan
Mencintai keheningan.
Jumat, 15 November, Lukas 21:29—33
Teguh Dalam Iman
Aku berkata kepadamu, “Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Luk. 21: 32—33).
Perihal kedatangan-Nya, Yesus mem-beritahu para murid-Nya melalui suatu perumpamaan. Meskipun demikian, semua yang disampaikan merupakan suatu kepastian. Sepasti tanda-tanda pergantian musim, demikian pula dengan kedatangan Kristus. Kedatangan Tuhan merupakan puncak pengharapan dan keselamatan. Oleh karena itu, kita diundang semakin peka akan tanda-tanda yang sedang kita hadapi di dunia ini dan tetap berpegang teguh dalam iman kepada-Nya.
Kita sering merasa takut, cemas, bahkan khawatir tentang banyak kejadian dalam dunia ini, termasuk kekhawatiran tentang masa depan kongregasi. Berbagai peristiwa itu mungkin membuat kita bertanya, mengapa semua itu harus terjadi. Tuhan menegaskan bahwa semua itu seharusnya tidak membuat iman kita luntur, apalagi mati. Dunia boleh bergejolak, namun kita diundang menghayati hidup dengan semakin mengandalkan kekuatan yang berasal dari belas kasih-Nya.
Iman tumbuh dan berkembang karena rahmat Allah. Percaya akan Allah berarti – dalam arti yang sedalam-dalamnya – kita berani menyerah tanpa syarat kepada-Nya. Penyerahan ini berdasarkan kepercayaan yang tak terbatas serta didorong oleh kasih, karena Ia telah lebih dahulu mengasihi kita. Allah adalah kasih. Kasih-nya menopang kita dan segenap ciptaan-Nya. Kasih-Nya merupakan dasar terdalam, misteri terdalam dari segala yang ada. (Konst. FIC art. 54).
Refleksi
Apa yang akhir-akhir ini membuat aku cemas dan khawatir? Apa konkretnya?
Doa
Allah, Engkau sumber kehidupan kami. Bantulah kami dengan rahmat-Mu, agar kami semakin peka akan tanda-tanda kehadiran-Mu dan menanggapinya dalam kepercayaan yang penuh kepada-Mu. Amin.
Pengutusan
Tekun membaca buku, majalah, dan koran, untuk menangkap tanda-tanda zaman dan menanggapinya dengan bijaksana.
Sabtu, 16 November, Lukas18:1—8
Tekun dan Setia Berdoa
Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. … Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka? (Luk 18:1, 7).
Hari ini Yesus mengajak kita untuk tekun dan setia berdoa. Kiasan kisah hakim menegaskan, agar kita tak pernah lelah untuk berdoa. Pada ayat 7 ditegaskan oleh Yesus, bahwa Allah akan mengindahkan seruan orang yang berdoa kepada-Nya siang dan malam tanpa lelah. Itu jaminan dari Yesus atas ketekunan dan kesetiaan kita dalam berdoa. Yesus mengharapkan, agar kita mengindahkan nasihat-Nya. Ia ingin, agar saat kedatangan-Nya kelak, akan mendapati orang-orang yang mendengarkan nasihat ini sedang bertekun dan setia dalam doa.
Konstitusi 59 (Doa) mengungkapkan, “Perhatian terus-menerus terhadap doa bersama dan doa pribadi merupakan bagian hakiki dari kehidupan kita sebagai religius. Kita ingin menjadi orang yang akrab dengan Allah dan semakin menjalin seluruh kehidupan kita dengan saat-saat doa.”
Refleksi
Apakah yang membuatku kurang tekun dan setia untuk berdoa?
Doa
Allah yang maharahim, kami mohon rahmat kesetiaan dan ketekunan untuk berdoa. Semoga kami Kautolong, ketika kami ragu akan perlunya kesetiaan dan ketekunan untuk berdoa. Amin.
Pengutusan
Melakukan doa di komunitas dengan sepenuh hati.
Minggu, 17 November, Markus13:24—32
Mempersiapkan Datangnya
Akhir Zaman
Yesus berkata, “Tariklah pelajaran dari perumpamaan tentang pohon ara. Apabila ranting-rantingnya melembut dan mulai bertunas, kamu tahu, bahwa musim panas sudah dekat. …. Tetapi tentang hari atau saat itu, tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa saja." (Mrk. 13:28,32).
Kisah Injil hari ini tentang nubuat akhir zaman. Ada kondisi-kondisi kehidupan yang menjadi petunjuk akan datangnya akhir zaman. Namun tak seorang pun tahu, kapan datangnya akhir zaman itu. Hanya Allah Bapa saja yang mengetahuinya (ayat 32). Maka, pesannya bukan untuk mengetahui saat datangnya akhir zaman. Pesannya adalah perlunya mempersiapkan diri kapan pun akhir zaman itu datang. Yesus mengajak kita membaca tanda dari kehidupan yang kita jalani. Adakah kehidupan zaman ini, termasuk cara kita menjalani kehidupan sebagai bruder membahayakan keselamatan jiwa kita? Itulah pentingnya keheningan dan setia merefleksikan hidup kita.
Konstitusi 29 (Pengaturan Hidup Kita) mengungkapkan, “Hidup kita hendaknya diatur selaras dengan tuntutan-tuntutan kerasulan. Kita tidak diharapkan untuk mengisi hidup kita dengan hanya bekerja keras dan tepat guna. Tanggung jawab kerasulan kita akan menjadi lebih kaya dan berakar mendalam, jika disediakan waktu yang cukup untuk berefleksi dan berdoa, untuk berkontak sungguh-sungguh dengan sesama, untuk berpartisipasi dalam kehidupan persekutuan, dan untuk beristirahat, serta berekreasi.”
Refleksi
Benarkah caraku merasa, berpikir, dan bertindak menjamin keselamatan jiwaku?
Doa
Allah yang mahakasih, Engkau menghendaki keselamatan jiwa kami. Tolonglah kami, agar cara kami menjalani kehidupan ini menjadi penjamin keselamatan jiwa kami. Amin.
Pengutusan
Melakukan refleksi hidup di akhir hari ini.
Senin, 18 November, Lukas 18:35—43
Indra untuk Mengenali Allah
Kata Yesus kepada orang buta dari Yerikho, "Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang itu, "Tuhan, semoga aku dapat melihat!" Lalu kata Yesus kepadanya, "Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan dikau!" Seketika itu juga, melihatlah ia, lalu mengikuti Dia sambil memuliakan Allah. Segenap rakyat melihat hal itu dan memuji-muji Allah. (Luk. 18:41—43).
Salah satu anugerah dari Allah bagi kita adalah pancaindra. Dengan pancaindra, kita ditolong untuk bisa mengenali Allah dari apa saja yang kita tangkap melalui indra kita. Orang buta di Yerikho itu telah mengenal Yesus lewat indra pen-dengarannya. Namun, agaknya pengenalan itu belum utuh. Maka, ia mohon, agar Yesus mencelikkan matanya. Setalah Yesus membuatnya bisa melihat, maka, si buta itu dapat mengenal Yesus dengan lebih utuh. Hari ini kita diajak untuk mensyukuri anugerah pancaindra kita. Kita juga diajak untuk semakin memanfaatkan indra kita untuk mengenali kehadiran Allah dalam hidup kita sehari-hari dengan lebih utuh. Untuk semua itu, belajar dari si buta dari Yerikho, kita perlu mendasarinya dengan iman.
Paragraf kedua Konstitusi 54 (Iman) mengungkapkan, “Iman tumbuh dan berkembang karena rahmat Allah. Percaya akan Allah berarti – dalam arti yang sedalam-dalamnya– kita berani menyerah tanpa syarat kepada-Nya. Penyerahan ini berdasarkan kepercayaan yang tak terbatas serta didorong oleh kasih, karena la telah lebih dahulu mengasihi kita. ‘Allah adalah kasih.’ Kasih-Nya menopang kita dan segenap ciptaan-Nya. Kasih-Nya merupakan dasar terdalam, misteri terdalam dari segala yang ada.”
Refleksi
Sudahkah aku memanfaatkan panca- indraku untuk mengenali kehadiran Allah di dalam hidupku?
Doa
Allah yang maharahim, terima kasih atas anugerah pancaindra bagi kami. Melalui pancaindra itu, kami dapat mengenali indahnya karya cipta-Mu. Tolonglah kami, agar dengan pancaindra itu juga, kami dapat semakin mengenali kehadiran-Mu dalam hidup kami sehari-hari. Amin.
Pengutusan
Menggunakan indra mata, mengenali kehadiran Tuhan pada hari ini.
Selasa, 19 November, Lukas 19:1—10
Kasih Lahir dari Kesadaran akan Keberdosaan
Zakheus berdiri dan berkata kepada Tuhan, "Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang, akan kukembalikan empat kali lipat." Kata Yesus kepadanya, "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang." (Luk. 19:8 —10).
Pada zaman Zakheus, pemungut cukai kerap digolongkan sebagai pendosa. Karena ia sering memanfaatkan perannya dengan curang dalam memungut pajak, hingga memberatkan rakyat. Apalagi ia dianggap bekerja bagi para penjajah. Rasanya Zakheus sadar akan stigma itu. Maka, ketika ia mendengar Yesus akan lewat di dekatnya, ia seperti melihat harapan untuk menciptakan rongga harapan. Ia ingin melihat Yesus. Hebatnya, Yesus yang melihat Zakheus, justru memutuskan untuk tinggal di rumahnya. Ini simbol Yesus Sang Kasih yang Agung itu memasuki jiwa Zakheus yang menyadari kedosaannya. Ketika Zakheus mengalami ditinggali oleh Yesus di relung jiwanya, tindakan kasih Zakheus lahir. Kesadaran akan keberdosaan itu perlu untuk membangun dan menguatkan harapan, agar Yesus memasuki relung-relung jiwa yang terapuhkan oleh kedosaan kita.
Konstitusi 72 (Kesalahan dan Pengampunan) mengungkapkan, “Betapa pun baik maksud-maksud kita, kita masing-masing akan mengalami kegagalan dalam mencapai cita-cita kita. Kesalahan pribadi dan kesalahan bersama merupakan kenyataan hidup kita yang berat. Oleh karena itu, kita memberikan perhatian terhadap pemeriksaan batin, terhadap perayaan-perayaan yang mengutamakan pengakuan kesalahan (dosa) dan kesediaan untuk melaksanakan tobat; sering merayakan sakramen pengampunan (rekonsiliasi) dengan cara-cara yang sungguh bermanfaat.”
Refleksi
Sampai di mana aku menyadari keberdosaanku?
Doa
Allah yang maha pengampun, Engkau mengetahui keberdosaan kami. Kami mohon anugerah kerinduan akan kasih dan pengampunan-Mu, agar kami selalu dimampukan untuk menata hidup kami sepatutnya di hadapan-Mu. Amin.
Pengutusan
Memohon rahmat kerinduan untuk dikunjungi Yesus dalam batin kita.
Rabu, 20 November, Lukas 19:11—28
Kemakmuran
Jawabnya, “Aku berkata kepadamu, setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya.” (Luk. 19:26).
Perumpamaan yang dituturkan Yesus dalam Injil hari ini, bisa menjadi inspirasi tentang hidup dalam kemakmuran. Kepada setiap manusia, Allah memberikan sarana untuk hidup, tumbuh, dan berkembang. Sikap terhadap sarana yang diberikan oleh Allah itu menentukan dapatkah orang akan hidup, tumbuh, dan berkembang, atau tidak. Orang yang menerima dengan rasa syukur diwakili oleh orang yang menghasilkan sepuluh dan lima mina daripada satu mina yang dipercayakan oleh tuannya. Mereka tumbuh dan berkembang. Hidup mereka makmur. Orang yang mengembalikan mina kepada tuannya adalah gambaran orang yang tidak mampu mensyukuri anugerah kepercayaan dari Allah. Ia punya alasan untuk tidak menggunakan kepercayaan dari tuannya. Akibatnya ia tidak hidup, tidak tumbuh, dan tidak berkembang. Cara kita menjalani hidup dalam syukur, agaknya menjadi syarat untuk menggapai kemakmuran.
Konstitusi 117 (Rasa Syukur) menegaskan pentingnya rasa syukur dalam menjalani hidup kita sehari-hari, “Perbuatan-perbuatan manusia akan selalu tidak memadai dan tidak sempurna, namun kita merasa bahwa kita ditatang oleh tangan kebapaan Allah. Kita sebenarnya tahu bahwa kita sedang dalam perjalanan menuju ke kepenuhan akhir. Oleh karena itu, rasa syukur dapat menambah keindahan dan kecemerlangan hidup kita, yaitu rasa syukur bahwa kita manusia, bahwa kita orang Kristen, bahwa kita religius.”
Refleksi
Bagaimanakah kecenderunganku ter-hadap diriku sendiri, merasa cukupkah dengan anugerah yang diberikan oleh Allah kepadaku?
Doa
Allah yang mahakasih, kami sering mengalami kesulitan untuk merasa cukup dan mensyukuri anugerah-anugerah yang Kauberikan kepada kami. Kami merasa kurang dan sering kecewa karenanya. Ampunilah kami, ya Allah. Amin.
Pengutusan
Mensyukuri anugerah-anugerah yang dimiliki.
Kamis, 21 November, Lukas 19:41—42
- PW St. SP Maria Dipersembahkan kepada Allah
Awal Kongregasi FIC Berdiri
Ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya, "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.” (Luk.19:41—42).
Tuhan Yesus menangis karena melihat orang-orang di kota Yerusalem sangat memrihatinkan. Kehidupan iman dan moralnya kurang baik. Hidup mereka tidak rukun, tidak peduli, dan jauh dari damai sejahtera. Akhirnya, kota itu jatuh, dihancurkan oleh orang Romawi pada tahun 70 Masehi.
Pastor Ludovikus Rutten yang baru saja ditahbisakan sebagai imam, mendapat tugas sebagai imam pembantu di gereja paroki St. Servatius, kota Maastricht. Seperti Tuhan Yesus, Pastor Rutten menangis dalam hati, melihat kota Maastricht yang sungguh sangat memrihatinkan. Banyak anak dan remaja berkeliaran di jalan-jalan. Mereka kurang mendapat perhatian dari orang tua mereka. Orang tua mereka sibuk bekerja di pabrik. Mereka telantar, kurang mendapatkan pendidikan iman dan moral.
Mulailah Pastor Rutten mengumpulkan anak-anak di serambi gereja St. Servatius dan memberikan pelajaran agama. Diperlukanlah Kongregasi para bruder yang akan memberikan pendidikan iman dan moral bagi kaum muda yang miskin dan telantar demi keselamatan jiwa mereka. Tanggal 21 November 1840, hari raya Perawan Maria dipersembahkan kepada Allah, Pastor Rutten mem-persembahkan misa pertama bersama Br. Bernardus Hoecken dan tiga calon bruder lainnya. Hari ini dianggap sebagai awal berdirinya Kongregasi FIC.
Kongregasi kita didirikan pada tahun 1840 oleh Pastor Ludovikus Rutten. Imam muda ini mengalami suatu panggilan untuk menyerahkan seluruh hidupnya dan semua kekayaannya bagi pelayanan pendidikan dan pembinaan Kristiani kaum muda. Ia terutama memberikan perhatian kepada kaum muda yang miskin dan telantar di kota kelahirannya, Maastricht, yang pada waktu itu kondisi sosialnya amat sangat buruk. (Konst. FIC art. 7).
Refleksi
Bisakah aku melanjutkan semangat awal Kongregasi FIC pada masa sekarang ini?
Doa
Tuhan Yesus, semoga kami, para bruder dan frater FIC mampu merawat dan meneruskan kharisma dan spiritualitas kongregasi kepada rekan kerja kami. Amin.
Pengutusan
Bersaksi bahwa keselamatan jiwa lebih penting daripada keselamatan duniawi.
Jumat, 22 November, Lukas 19:45—48
Membersihkan Bait Allah Tubuhku
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka, "Ada tertulis: ‘Rumah-Ku adalah rumah doa.’ Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." (Luk. 19:45—46).
Bacaan Injil hari ini mengisahkan Tuhan Yesus marah ketika melihat para pedagang binatang kurban dan penukar uang berkegiatan di pelataran Bait Allah. Kegiatan mereka ini menjadikan Bait Allah kotor dan semrawut. Bagi Yesus, Bait Allah adalah rumah Bapa. Tempat umat dapat bertemu dengan Allah, Bapa-Nya. Tidak sepantasnya tempat yang kudus dikotori dengan kotoran hewan dan kotoran hati seperti jualan tidak jujur dan adil, penukar uang yang licik. Hal ilahi mereka ganti dengan hal duniawi yang tidak disukai Allah.
Bait Allah ialah Tubuh-Nya sendiri. Hal ini mengingatkan kita, supaya kita jangan terpaku pada hal-hal fisik duniawi yang megah, melainkan harus membangun rumah kediaman Allah dalam diri kita. Kita menjadi tempat kediaman-Nya yang nyaman( bdk. 1 Kor. 3:16). Kita mem-biarkan Dia membersihkan semua hal yang membuat ruang hati kita menjadi penuh dengan barang-barang yang tidak dikehendaki Allah.
Kita senantiasa harus mengarahkan diri kepada Allah, seperti yang ditegaskan dalam Konstitusi, art. 60. (Terarah kepada Allah ). Dalam doa, kita mencari kasih dan rahmat Allah. Dalam doa, kita berharap semakin membuka diri terhadap kehendak-Nya, dan semakin mampu membedakan gerakan-gerakan Roh. Dalam doa, kita berusaha mengarahkan diri kepada kehendak-Nya bagi kita masing-masing dan bagi persekutuan kita.
Refleksi
Beranikah aku marah kepada diriku sendiri, ketika hatiku dipenuhi dengan pikiran-pikiran yang kotor, yang menjauhkan diri dari hal-hal yang ilahi?
Doa
Tuhan Yesus, Engkau mempunyai prinsip yang tegas, tidak takut dibenci. Engkau berani mengusir dan marah kepada orang yang tidak menggunakan tempat doa dengan semestinya. Hal ini menjadi teladan bagi kami, untuk menjadi pribadi yang bermental kuat dan berprinsip teguh, berani tegas dan siap dengan risiko tidak disukai, dibenci, demi kebaikan bersama. Amin.
Pengutusan
Bersikap tegas demi kebenaran dan siap menanggung risiko.
Sabtu, 23 November, Lukas 20:27— 40
- PW S. Klemens, S.Kolumbanus
Allah yang Hidup
Tentang bangkitnya orang-orang mati, Musa telah memberitahukannya dalam nas tentang semak duri, ketika Tuhan disebut Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub. Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia, semua orang hidup." (Luk. 20:37—38).
Allah kita adalah Allah yang hidup. Kriteria kehidupan kiranya bukan hanya perkara bernapas dan bergerak, melainkan juga dinamika bersama Allah yang hidup, keterarahan hati dan budi kepada Allah yang hidup. Lawan dari Allah yang hidup adalah budaya kematian. Mungkin saja kita hidup bersama dalam komunitas, namun kita juga kurang memerhatikan sesama, itu berarti kematian. Mungkin saja berprestasi di tempat kerasulan, namun kita juga memanfaatkan dan memanipulasi rekan kerja yang lain; itu berarti kita memilih kematian.
Kita selalu bisa memilih. Orang bekerja dengan disiplin penuh dedikasi. Pemimpin karya yang memerhatikan kesejahteraan para rekan, berusaha keras melayani masyarakat. Mereka semua menjadi teladan orang-orang yang memilih kehidupan. Mereka bergerak dan berdinamika bersama Allah yang hidup.
Kita sebagai bruder mengikuti Allah yang hidup dengan meneladan Yesus seperti dalam Konstitusi kita art. 79. Dengan meneladan Yesus, yang “mengambil rupa seorang hamba, ... dan taat sampai mati.” (18), kesediaan hidup kita akan berupa kesiapsediaan untuk mendengarkan dan taat. Kita berusaha mengenal kehendak Allah dalam keinginan persekutuan kita, dalam situasi nyata kehidupan kita, dan dalam orang-orang yang membutuhkan kita.
Refleksi
Benarkah aku sungguh hidup? Beranikah aku memilih kehidupan?
Doa
Tuhan, kami bersyukur dan berterima kasih karena Engkau telah menyediakan kehidupan di masa depan, hidup kekal yang begitu cerah bagi kami, para beriman. Tambahlah iman kami, agar kami semakin bersukacita dalam hidup ini. Amin.
Pengutusan
Membangun budaya kehidupan.
Minggu, 24 November,Yohanes 18:33b-37
- Hari Minggu Biasa XXXV
- HR Tuhan Yesus Kristus, Raja Semesta Alam
Total Mengikut Yesus
Maka, kata Pilatus kepada-Nya, "Jadi, Engkau adalah raja?" Jawab Yesus, "Engkau mengatakan, bahwa Aku adalah raja. Untuk itulah Aku lahir dan untuk itulah Aku datang ke dalam dunia ini, supaya Aku memberikan kesaksian tentang kebenaran; setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku." (Yoh. 18:37).
Yesus datang bukan untuk mendirikan suatu kerajaan duniawi. Meskipun demikian, banyak orang mengira Yesus akan menjadi raja dunia. Menurut pemahaman orang-orang waktu itu, seorang Mesias akan datang untuk memerdekakan umat-Nya dari penjajahan Romawi. Para murid Yesus pun berpikiran sama dengan masyarakat waktu itu, Yesus sebagai Mesias, Raja terurapi yang akan memerdekan bangsa dari penjajahan Roma. Baru setelah sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus, para murid memahami kemesiasan Yesus. Setelah kenaikan Yesus ke surga dan para murid pada hari Pentakosta diberdayakan oleh Roh Kudus, mereka pergi ke segala penjuru dunia memberitakan Yesus sebagai Raja dari hati manusia, seorang Mesias, seorang Raja yang disalibkan.
Kerajaan Yesus Kristus akan sungguh berdiri apabila kita masing-masing sungguh menghayati nilai-nilai keadilan, damai sejahtera, kebenaran, dan kasih, serta memraktikkan nilai-nilai itu dalam kehidupan personal maupun dalam kebersamaan. Kerajaan Allah dapat didirikan di seluruh dunia.
Kristus memanggil kita untuk membaktikan diri kita bagi datangnya Kerajaan Allah, yaitu kerajaan “kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus”. (Konst. FIC art. 5).
Refleksi
Sungguhkah Yesus Kristus merajai hatiku? Bagaimana aku mewartakan kerajaan-Nya?
Doa
Yesus, Raja kami, tunjukkanlah kepada kami, bagaimana kami dapat ikut ambil bagian dalam membawa Kerajaan-Mu ke tengah dunia secara lebih penuh. Perkenankanlah kami menjadi seorang saksi-Mu. Amin.
Pengutusan
Bersikap jujur, adil, dan murah hati.
Senin, 25 November, Lukas 21:1—4
- PW S. Katarina dari Aleksandria
Pemberian Diri Total
Yesus berkata, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberikan persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberikan dari kekurangannya, bahkan ia memberikan seluruh nafkahnya." (Luk. 21:3—4).
Kisah janda miskin ini memberikan inspirasi bagi kita, bahwa persembahan tidak melulu diukur dari besarnya yang diberikan, melainkan dari ketulusan dan keikhlasan yang menyertai pemberian itu. Janda miskin ini memberikan persembahan sebesar dua peser. Secara nilai, tentu saja ini sangat kecil. Namun, itu adalah seluruh uang yang ada padanya. Janda ini memberikan seluruh nafkahnya. Sikapnya itu menggambarkan totalitas. Memberi untuk Tuhan tidak mengenal hitungan. Persembahan yang paling besar bagi Tuhan adalah pemberian diri yang total.
Persembahan adalah suatu ungkapan syukur, sikap iman kepada Tuhan atas segala rahmat yang Ia berikan kepada kita. Persembahan merupakan tindakan memuliakan Tuhan, mengembalikan kepada Tuhan segala hal yang telah diberikan, yakni rahmat, berkat, cinta, keselamatan, dan sebagainya. Karena itu, motivasi yang paling dalam dari memberikan persembahan adalah ungkapan syukur, terima kasih, kerelaan, dan keikhlasan. Motivasi-motivasi lain yang kurang pas, seperti keterpaksaan serta demi imbalan, seharusnya dihindari. Persembahan tidak harus dalam bentuk materi, melainkan bisa juga tenaga, waktu, kepentingan, dan kesenangan pribadi. Kita bersyukur kepada Tuhan, atas kemurahan dan penyelenggaraan hidup bagi kita.
Dengan pengingkaran diri dalam ketaatan seturut teladan Yesus, kita ingin mencapai kehidupan manusiawi yang mendalam dan berbuah melimpah.“Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Konst. FIC art. 80).
Refleksi
Apakah yang dapat kupersembahkan kepada Tuhan pada hari-hari in?
Doa
Ya Allah, bantulah kami supaya mampu menyerahkan diri seutuhnya dan percaya kepada Penyelenggaraan-Mu, sehingga kehadiran kami menjadi berkat bagi sesama. Amin.
Pengutusan
Melibatkan diri secara total dalam kegiatan komunitas.
Selasa, 26 November, Lukas 21:5—11
Tetap Damai Dalam Segala Hal
Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu, yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus, "Apa yang kamu lihat di situ? Akan datang harinya ketika tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." (Luk.21:5—6).
Yesus menubuatkan peristiwa-peristiwa ini untuk memperingatkan para pengikut-Nya akan tantangan dan kesengsaraan yang akan datang, mempersiapkan mereka untuk tetap teguh dalam iman dan tetap teguh dalam keyakinan mereka.
Hidup ini penuh dengan tantangan dan kesulitan, namun Tuhan memanggil kita untuk percaya kepada-Nya dan tetap berdamai di tengah kekacauan dan konflik.
Ambillah kehidupan Yesus sendiri sebagai contoh. Dia ditangkap, dituduh secara salah, dijatuhi hukuman mati, dan disalibkan. Di dalam semua itu, Dia tetap tenang, karena Dia tahu bahwa penderitaan-Nya akan menjadi sumber kehidupan yang baru. Allah dapat menggunakan segala sesuatu untuk kebaikan, bagi mereka yang mengasihi dan melayani Dia.
Refleksi
Renungkanlah fakta bahwa hidup ini akan melibatkan kesulitan, sebagian disebabkan oleh diri sendiri karena dosa, dan sebagian lagi disebabkan oleh orang lain. Dalam hidup kita, kita masing-masing pasti mengalami kekecewaan. Keterbatasan dan ketidaksempurnaan manusiawi dapat sangat terasa, yaitu keterbatasan orang lain dan keterbatasan kita sendiri. (Konst FIC art.116).
Doa
Tuhan, Engkau telah memperingatkan kami akan banyaknya kesulitan yang akan menimpa kami sebelum kedatangan-Mu kembali dengan penuh kemuliaan. Engkau melakukannya untuk membantu mempersiapkan kami dan menguatkan kami pada saat-saat pencobaan. Berilah kami anugerah yang kami perlukan, untuk selalu percaya kepada-Mu dan menyerahkan kepada-Mu setiap salib yang kami panggul. Kami percaya, Tuhan, bahwa Engkau dapat mendatangkan kebaikan dari segala sesuatu, bahkan dari hal-hal yang paling sulit dalam hidup ini. Yesus, kami percaya kepada-Mu. Amin.
Pengutusan
Memercayakan semua tantangan hidup kepada Tuhan; dengan percaya dan penuh harap, bahwa dari setiap penderitaan, penganiayaan, tragedi, dan pergumulan yang menghampiri, akan ada kebaikan.
Rabu, 27 November, Lukas 21:12—19
Menanggapi dengan Rahmat
Sebab itu, tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. (Lukas 21:14 —15).
Dalam Injil hari ini, Yesus memperingatkan para pengikut-Nya, bahwa mereka akan menghadapi penganiayaan, termasuk pemenjaraan, kebencian, dan kematian, bahkan dari keluarga mereka sendiri. Namun, pencobaan-pencobaan ini akan membuat mereka dapat bersaksi tentang Yesus. Para martir sejati merespons peng-aniayaan dengan hikmat dan inspirasi dari Yesus, bukan dengan kemarahan atau kekerasan. Penganiayaan memberikan kesempatan kepada orang Kristen, untuk menjadi serupa dengan Kristus, dengan merespons sesuai dengan perintah-Nya, meskipun perlakuannya tidak adil.
Yesus mengajarkan bahwa dalam menanggapi penganiayaan, kita tidak perlu mempersiapkan pembelaan lebih dahulu, karena hal itu dapat menyebabkan respons yang tak berbelas kasih. Dia menekankan perlunya mendengarkan Roh Kudus, kerendahhatian, dan kemurahhatian terhadap orang yang menganiaya. Dengan bersandar pada Kristus, seseorang dapat menerima anugerah hikmat dalam bertutur kata, yang tidak dapat dilawan oleh para penganiaya.
Refleksi
Maukah aku merenungkan perlakuan tidak adil dari orang lain yang pernah kualami? Bagaimana responsku? Dapatkah aku segera mengampuni? Dapatkah aku me-ngesampingkan kemarahan, harga diri yang terluka, dan keinginan untuk membalas dendam?
Doa
Tuhan kami yang teraniaya, meskipun Engkau sempurna dalam segala hal, namun Engkau menanggung banyak kekejaman dalam kehidupan-Mu di bumi. Ketidakadilan yang Kaualami tidak dapat kami pahami. Tetapi tanggapan-Mu terhadap penganiayaan itu sempurna. Engkau mampu mengubah semua perlakuan buruk menjadi kasih karunia dan belas kasih, yang Kauberikan secara khusus kepada mereka yang telah menganiaya Engkau. Berilah kami anugerah yang kami perlukan, untuk meniru tanggapan-Mu yang sempurna dan untuk selalu bersandar pada hikmat dan tuntunan-Mu. Amin.
Pengutusan
Berdoalah, agar Anda selalu terbuka pada Yesus, sehingga Anda akan selalu merespons setiap perlakuan yang tidak adil dari orang lain, sesuai dengan hikmat -Nya. Penderitaan yang ditanggung dengan baik, semakin mendekatkan kita dengan Allah dan sesama. Yesus sendirilah teladan kita. (Konst FIC art.116).
Kamis, 28 November, Lukas 21:20—28
Bersiaplah, Selalu
“Pada waktu itu, orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." (Lukas 21:27—28).
Yesus menubuatkan penderitaan dan penganiayaan pada kedatangan Anak Manusia; tetapi menawarkan pengharapan akan kedatangan-Nya kembali dalam kemuliaan, yang merujuk pada penglihatan Daniel (Dan 7:13—14), tentang ke-menangan Anak Manusia atas kejahatan dan penganiayaan yang akan datang.
Perikop ini membahas tentang reaksi yang mungkin muncul dari seseorang terhadap kedatangan Kristus pada akhir zaman dan kematian mereka sendiri. Mereka yang mati tanpa persiapan untuk bertemu dengan Yesus, Anak Allah dan Juru Selamat Dunia, akan mengalami pengalaman yang menakutkan. Mereka yang telah hidup dengan penuh iman akan bersukacita atas keadilan dan belas kasih, saat menghadapi penghakiman dari Kristus pada saat kematian dan pada saat Penghakiman Terakhir. Percaya akan Allah … kita diberi kesempatan untuk menjalin hubungan kasih dengan Allah yang mahakasih. (Konst FIC art. 55).
Pada hari penyelamatan, mereka yang dipersiapkan melalui iman dan pelayanan tanpa pamrih, didorong untuk berdiri tegak dan menantikan pahala mereka dengan penuh pengharapan dan kegembiraan. Dengan menjalani kehidupan yang meneladan Kristus, seseorang dapat mengantisipasi kedatangan Sang Hakim dan menerima pahala kekal yang telah menanti. Menjadi benar-benar siap untuk hari penghakiman, akan membawa rasa kepuasan dan sukacita.
Refleksi
Renungkanlah: hari penghakiman terakhir, ketika semua dosa dan keutamaan akan diungkapkan di hadapan Takhta Pengadilan Kristus.
Doa
Hakim yang kekal, Engkau berjanji untuk kembali ke bumi pada saat yang tepat untuk mewujudkan kepenuhan keadilan. Semoga kami selalu siap untuk hari itu, melalui kehidupan yang kami jalani dalam persatuan dengan Dikau dan dengan kehendak-Mu yang kudus. Kami mohon agar hari itu segera tiba, Tuhan, dan agar semua anak-Mu siap untuk bertemu dengan Dikau, ketika Engkau datang. Yesus, kami percaya kepada-Mu. Amin.
Pengutusan
Persiapkanlah diri Anda sekarang dan jangan lengah, untuk menyambut kedatangan Kristus sewaktu-waktu.
Jumat, 29 November, Lukas 21:29-33
Mengandalkan Firman Allah
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, namun perkataan-Ku tidak akan berlalu." (Lukas 21:32—33).
Langit, yang saat ini merupakan alam rohani yang murni, dengan hanya ada tubuh Yesus dan Bunda Maria, dinubuatkan akan segera lenyap. Bentuk langit dan bumi saat ini akan lenyap pada Penghakiman Terakhir, yang mengarah pada “Langit Baru dan Bumi Baru” untuk selama-lamanya. Satu-satunya hal yang kekal adalah perkataan Yesus. Manusia dan malaikat akan berubah, tetapi ajaran-Nya akan tetap selamanya.
Dalam dunia yang terus berubah dan penuh ketidakpastian, stabilitas yang kita butuhkan dapat ditemukan dalam Kebenaran Firman Tuhan yang tidak pernah berubah. Dengan membangun kehidupan kita di atas dasar Firman Tuhan, kita dapat menavigasi perubahan-perubahan dalam hidup ini dengan penuh keyakinan. Merenungkan, berdoa, dan percaya kepada Firman Tuhan, membantu kita berdiri teguh secara rohani. Pada akhirnya, firman Yesus adalah satu-satunya hal yang akan bertahan, sehingga penting bagi kita, untuk berpegang teguh pada firman-Nya demi keamanan.
Refleksi
Renungkanlah pentingnya setiap hari membenamkan diri Anda dalam Sabda Allah; ajaran dan juga Sabda yang Hidup yang mengungkapkan esensi Allah yang tidak berubah. Kita ingin membuka hati dan budi kita terhadap Sabda Allah dengan sering dan secara teratur membaca dan merenungkan teks-teks Kitab Suci. (Konst. FIC art. 68).
Doa
Sabda yang Kekal, Engkau tidak berubah dan kekal. Engkaulah dasar batu karang yang harus selalu kami andalkan. Ketika kami terus mengalami banyak perubahan dalam hidup ini, masuklah ke dalam jiwa kami melalui Sabda-Mu yang tertulis, sehingga kami dapat menemukan stabilitas yang kami butuhkan. Saat kami berdiri teguh di dalam Engkau, kami menantikan dengan sukacita Surga Baru dan Bumi Baru yang telah menanti. Amin.
Pengutusan
Melibatkan diri di dalam Sabda Allah untuk menemukan stabilitas dalam hidup dan mempersiapkan diri untuk setiap perubahan yang akan terjadi, hingga tatanan terakhir ditetapkan.
Sabtu, 30 November, Matius 4:18—2 2
- Pesta St. Andreas, Rasul
Tatapan Mata Tuhan
Ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Matius 4:18 —19).
Hari ini dikisahkan, Yesus sedang berjalan, melihat dua orang bersaudara, Petrus dan Andreas yang sedang menjala ikan. Yesus memanggil mereka untuk mengikutinya.
Seiring dengan dimulainya masa Adven ini, kita harus menjadikan panggilan Andreas dan Petrus sebagai panggilan kita. Kita harus membuka diri kita untuk memerhatikan Yesus, saat Dia melihat kita, melihat siapa kita, mengetahui segala sesuatu tentang kita, dan kemudian menyampaikan undangan. Dia berkata kepada kita, “Ikutlah Aku...” Ini adalah undangan yang harus meresap ke dalam setiap aspek kehidupan kita. “Mengikut Yesus” berarti meninggalkan segala sesuatu yang lain dan menjadikan tindakan mengikut Tuhan sebagai satu-satunya tujuan hidup kita.
Refleksi
Renungkanlah, suatu kebenaran yang mendalam bahwa Tuhan terus-menerus menatap aku dengan kasih ilahi, mencari saat aku mengalihkan perhatian kepada-Nya. Tatapan-Nya abadi dan dalam. Tatapan-Nya adalah tatapan yang merindukan aku untuk mengikuti Dia, meninggalkan segala sesuatu yang lain sehingga aku dapat mendengar undangan-Nya yang lembut, bukan hanya untuk mengikuti Dia, melainkan juga untuk pergi dan mengundang orang lain dalam perjalanan iman.
Doa
Tuhan kami yang terkasih, hari ini kami mengatakan “Ya” kepada-Mu. Kami mendengar Engkau memanggil kami, dan kami memilih untuk merespons dengan kemurahhatian dan penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak-Mu yang kudus dan sempurna. Berilah kami keberanian dan kebijaksanaan yang kami perlukan, untuk tidak menghalangi Engkau dan panggilan ilahi-Mu dalam hidup kami. Amin
Pengutusan
Seturut teladan para Rasul yang mengatakan “Ya” kepada undangan Yesus, setiap hari membarui dan mempertegas kesanggupan untuk sepenuhnya membaktikan diri demi pelayanan kepada Allah dan demi pelayanan kepada kedatangan Kerajaan-Nya. (Konst. FIC art. 76).