1 November, RABU, Matius 5:1—12a
Orang Kudus
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. (Mat 5:7-9).
Melaksanakan Sabda Yesus dalam Injil Matius hari ini: “berbahagialah yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8). Secara konkret, mereka menerima dan menghadapi realitas hidup dengan tulus dan apa adanya. Mungkin bisa juga dikatakan menghayati hidup panggilan mereka secara total. Mereka membuka diri kepada penyelenggaraan Allah, kepada rahmat melalui Roh Kudus, sehingga hidup mereka bukan lagi bagi diri mereka sendiri, melainkan bagi Tuhan dan sesama. Kita harus meninggalkan diri kita sendiri agar mencapai persatuan dengan Allah dan sesama kita. (Konst. FIC art. 66).
Di dalam Lumen Gentium 39, dikatakan bahwa semua warga Gereja dipanggil untuk menjadi kudus. Artinya siapa pun kita di dalam Gereja, bisa menjadi kudus. Hari ini kita merayakan semua orang kudus. Mereka adalah orang-orang yang sudah mencapai kebahagiaan sempurna di hadapan takhta Allah; dan kebahagiaan yang mereka alami tak bisa dilukiskan secara manusiawi. Ketika kita merayakan para kudus, artinya kita bersyukur atas rahmat dan kasih karunia Allah yang mereka terima. Mereka mencapai apa yang dikatakan oleh Kristus, “hendaknya kamu sempurna sama seperti Bapamu di Surga adalah sempurna.” Dalam konteks ini, kita diundang oleh Tuhan untuk selalu “living connected” (terhubung) dengan Allah, dengan sesama, dan dengan alam semesta. Para kudus: beato, beata, santo, dan santa, tentulah orang-orang yang biasa seperti kita, dan bahkan tadinya bukan siapa-siapa. Namun, iman mereka selalu “terjaga” dan terkoneksi dengan Tuhan, baik dalam suka maupun pada saat sulit salam hidup mereka.
2 November, KAMIS, Yohanes 6:37—40
Oke Tanpa Kosmetik
Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan siapa saja yang datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab, Aku telah turun dari surga, bukan untuk melakukan kehendak-Ku, melainkan untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. (Yoh 6:37—38).
Banyak orang, khususnya kaum perempuan, merasa lebih percaya diri tampil di publik dengan menggunakan kosmetik. Kata kosmetik berasal dari bahasa Yunani kosmetikos yang artinya keterampilan dalam menghias atau menata. Jadi, kosmetik adalah obat atau bahan yang dipakai untuk mempercantik wajah, kulit, rambut, dan sebagainya, seperti bedak, lipstik, pemerah pipi, dan lain-lain. Fungsi kosmetik adalah untuk memoles atau menutupi berbagai kekurangan, sehingga seseorang terlihat lebih memikat atau menarik.
Di dalam hidup sehari-hari, kita pun seperti perempuan yang memakai kosmetik. Kita cenderung menutupi dosa, kekurangan, dan kesalahan, dengan berusaha memolesnya dengan tindakan tertentu. Cara bicara dan sikap dipoles, supaya terkesan pintar dan disenangi banyak orang. Namun, pada kenyataanya, itu hanyalah topeng, agar terlihat lebih baik daripada yang autentik. Namun di hadapan Allah, kita tidak bisa memoles, agar terlihat saleh, sebab Allah mahatahu tentang diri kita seutuhnya, penuh dosa dan hina. Allah menghendaki kita datang kepada-Nya apa adanya, dengan hati yang haus dan lapar akan kebenaran-Nya. Dia tidak akan menolak siapa pun yang datang kepada-Nya. Maka, menghadap Allah adalah oke tanpa kosmetik. Marilah kita memohon kerahiman dan belas kasih Allah, bagi saudara-saudari kita yang telah meninggal.
3 November, JUMAT, Lukas 14:1—6
Hari Sabat
Lalu Yesus berkata kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi itu, kata-Nya, "Dibolehkankah menyembuhkan orang, pada hari Sabat atau tidak?" Mereka itu diam semuanya. Lalu Ia memegang tangan orang sakit itu dan menyembuhkannya dan menyuruhnya pergi. (Luk 14:3—4).
Injil hari ini mengisahkan Yesus menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat. Banyak perikop dalam Injil yang mengisahkan hal serupa, yaitu penyembuhan pada hari Sabat. Namun, perikop pada hari ini lebih unik dan menarik, yaitu Yesus melakukan penyembuhan pada hari Sabat di rumah pemimpin orang-orang Farisi yang notabene kelompok yang sering mengritik Yesus. Yesus juga berinisiatif untuk bertanya lebih dahulu “bolehkah atau tidak”, sebelum melakukannya. Namun, tak seorang pun yang berani menjawab. Yesus kemudian menyembuhkan tangan orang yang sakit itu. Sesudahnya, Dia menjelaskan kepada mereka hal penting dari tindakan Yesus itu.
Melalui perikop ini, iman kita semakin diteguhkan akan otoritas dan perkataan Yesus, "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat." (Mat. 12:8; Mrk. 2:28; Luk. 6:5; Mrk. 2:27). Memahami dan mengerti kisah penyembuhan ini, akan menuntun kita untuk semakin menghormati dan memuliakan Tuhan Yesus. Melalui Dia, kita dituntun kembali kepada tujuan Allah memberikan peraturan dan ketetapan-Nya, yaitu agar relasi kita dengan Dia terpelihara. Kuasa penyembuhan Yesus pada hari Sabat telah menuntun manusia memasuki kerahiman dan kasih Allah.
4 November, SABTU, Lukas 14:1,7—14
Jangan “Gila Hormat”
Apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu,“Sahabat, silakan duduk di depan. Dengan demikian, engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain. Sebab siapa saja yang meninggikan diri, akan direndahkan, dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk. 14:10—11).
Di dalam Injil hari ini, Yesus menyampaikan perumpamaan tentang tamu yang diundang ke pesta perkawinan, yaitu apabila diundang, “janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin tuan rumah telah mengundang seorang yang lebih terhormat daripada kamu, supaya tuan rumah jangan datang dan berkata kepadamu, “Berikanlah tempat ini kepada orang itu.” Biasanya dalam pesta perkawinan, tamu cenderung ingin duduk di depan, agar lebih dekat dengan pengantin. Yesus dalam perumpamaan ini mengajak setiap orang, sebagai undangan, untuk memilih duduk di belakang. Ketika pemimpin pesta melihatnya sebagai tamu terhormat, ia akan memberitahukan kepada tuan rumah yang akan menjumpai dan menyambutnya. Dengan mengajak ke depan, tuan rumah akan mempersilakan tamu tersebut duduk di tempat yang telah dikhususkan baginya. Sang tamu ditinggikan, bukan karena posisi duduk, melainkan karena tuan rumah menyambut dengan hormat.
Perumpamaan ini adalah kritik dan teguran Yesus bagi kita yang haus atau gila hormat. Maka, pada akhir perumpamaan, Yesus mengatakan, “Siapa saja yang meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” Marilah kita membuka hati dan budi akan teguran Yesus ini, agar kita lebih rendah hati dan mau lebih dahulu memberikan hormat kepada orang lain.
5 November, MINGGU, Matius 23:1—12
Iman yang Berbuah
Maka, berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya, “Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, namun janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya, namun tidak melakukannya.” (Mat. 23:1-3).
Membaca dan merenungkan Injil hari ini, ditunjukkan kepada kita betapa kata-kata Yesus mengritik dan mengecam dengan keras ahli-ahli taurat dan orang Farisi. Kecaman Yesus bukan kepada ajaran-ajaran mereka, melainkan terutama perbuatan mereka yang tidak sejalan dengan ajaran mereka. Mereka suka duduk di tempat terhormat, melakukan pekerjaan hanya supaya dilihat dan dipuji orang lain. Mereka melupakan hal yang paling penting dalam ajaran itu sendiri, yaitu rasa belas kasih dan keadilan kepada sesama.
Mendalami firman Tuhan tentu bukan untuk mendapatkan pengetahuan saja, melainkan yang paling penting adalah kita bertumbuh dan berbuah oleh firman itu dalam hidup sehari-hari. Hidup kita diubah, diselamatkan, dan kita pun hadir untuk menyelamatkan orang lain. Melalui perbuatan kita, orang lain harus dapat merasakan kasih Kristus. Bukan untuk menuai pujian atas kehebatan kita, melainkan sebagai bentuk ketaatan kita pada Tuhan yang layak ditinggikan. Karya keselamatan yang kita terima melalui Kristus, dapat kita perlihatkan, agar membawa kesaksian yang baik bagi orang lain. Maka, kita akan bersukacita atas firman yang kita terima, serta tetap berusaha, agar iman kita berbuah dalam hati dan perbuatan.
6 November, SENIN, Lukas 14:12-14
Yang Terlupakan
“Apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh, dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab, engkau akan mendapat balasannya pada hari kebangkitan orang-orang benar." (Luk. 14:12—14).
Seruan untuk tidak melupakan orang-orang, yang biasanya tidak dapat ikut serta dalam kegembiraan pesta ini, merupakan kelanjutan dari peristiwa penyembuhan pada hari Sabat di rumah seorang Farisi (14:1), dan ajakan, agar orang menempatkan diri di tempat yang rendah (14:7-11). Apa maksud pengajaran itu?
Kebaikan yang tak langsung bisa berbalas ini, menjadi sumber kebahagiaan bagi yang mengadakan pesta. Dinasihatkan, agar orang mencari balasan yang benar-benar patut diharapkan, yakni balasan yang diberikan pada hari terakhir, oleh Yang Mahakuasa sendiri. Orang melakukan kebaikan kepada kaum lemah dengan dorongan yang manasiawi, sekaligus amat religius.
Manusiawi karena balasan tetap diharapkan; religius karena balasan yang bakal diperolehnya baru sungguh didapatkan pada hari kebangkitan orang-orang benar kelak. Inilah pengajaran iman bagi mereka yang bekerja bagi orang yang tak bisa membalas budi dengan cara yang sama di dunia ini.
7 November, SELASA, Lukas 14:15—24
Berdalih
“Hamba itu melaporkan, ‘Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, meskipun demikian, masih ada tempat.’ Lalu kata tuan itu kepada hambanya, ‘Pergilah ke semua jalan dan lintasan, dan paksalah orang-orang yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.’ Sebab Aku berkata kepadamu, ‘Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku.’ (Luk. 14:22—24).
Ada orang-orang yang sebenarnya sejak awal sudah beruntung karena “diundang ke perjamuan”, namun mereka malah meremehkan ajakan ini. Para undangan yang sudah bersedia datang, ketika diundang, mengemukakan dalih-dalih untuk ingkar. Karena itu, keberuntungan yang sebenarnya dapat mereka nikmati, menjadi beralih kepada orang-orang lain, yang tadinya tidak masuk hitungan. Apa artinya semua ini bagi kehidupan kita kini? Mereka yang menolak, kehilangan dua hal. Pertama, mereka merusak hubungan di antara tuan pengundang dan diri mereka. Kedua, mereka kehilangan kesempatan ikut perjamuan. Mereka menjauh dari Kerajaan Surga.
8 November, RABU, Lukas 14:25—33
Syarat Kemuridan
“Pada suatu kali, banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling, Ia berkata kepada mereka, "Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Siapa saja yang tidak memanggul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk. 14:25—27).
Mengikuti Yesus, mengatasi ikatan sanak keluarga dan kepentingan sendiri. Menjadi murid-Nya sama dengan menempuh hidup baru yang bisa menjadi amat berlainan dengan yang biasa dijalani hingga kini. Lukas menyampaikan tiga syarat: pertama, membebaskan diri dari pelbagai kelembagaan yang muncul dari hubungan keluarga, atau naluri mempertahankan diri, dan ikatan-ikatan primordial seperti itu.
Kedua, mengikuti jejak langkah-Nya, meniti jalan yang sama. Begitulah orang akan sampai ke tujuan perjalanan Yesus, bukan mencari-cari salib. Ketiga, melepaskan harta milik.
9 November, KAMIS, Yohanes 2:13—22
Pemurnian
Ketika hari raya Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus berangkat ke Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing, domba, dan merpati, dan penukar-penukar uang duduk di situ. Ia membuat cambuk dari tali, lalu mengusir mereka semua dari Bait Suci dengan semua kambing, domba, dan lembu mereka; uang penukar-penukar dihamburkan-Nya ke tanah dan meja-meja mereka dibalikkan-Nya. Kepada pedagang-pedagang merpati Ia berkata, "Ambilah semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan." (Yoh. 2:13—22).
Tiap kali suatu hari raya keagamaan diperingati, bait Allah Yerusalem penuh sesak dengan orang Yahudi dari berbagai tempat, baik yang dari wilayah Israel maupun negara lain. Untuk menunaikan kewajiban agama mereka, diperlukan hewan kurban dan mata uang khusus untuk pembayaran ke bait Allah. Karenanya, para imam mengizinkan para pedagang untuk memenuhi kebutuhan ibadah, entah hewan kurban, entah penukaran uang. Mengapa Yesus mengusir para pedagang?
Satu di antara alasan-alasan lainnya, mereka tidak mencintai rumah Bapa. Yesus mencintai rumah Bapa, sedang para pedagang tidak. Mungkin mereka memanfaatkan momen itu untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Kita tidak tahu dengan pasti. Paling tidak kita tahu bahwa Yesus mengenal kedalaman hati para pedagang. Ada sesuatu yang salah dalam hati mereka.
10 November, JUMAT, Lukas 16:1—8
Cerdik
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampai-kan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya…. Kemudian ia berkata kepada yang kedua, ‘Berapakah utangmu?’ Jawab orang itu, ‘Seratus pikul gandum.’ Katanya kepada orang itu, ‘Inilah surat utangmu, buatlah surat utang lain, delapan puluh pikul.’ Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang." (Luk. 16:1,7,8).
Sang bendahara berani dan berhasil membenahi diri dalam urusan “uang yang diperoleh dengan tidak jujur”; dalam hal ini, ia bisa disebut “setia mengenai harta orang lain”, baik harta sang pemilik perusahaan maupun para pelanggan. Andaikata ia tidak berbuat demikian, ia akan mengalami celaka.
Melalui perumpamaan bendahara yang tak jujur tetapi cerdik, kita disadarkan bahwa Injil mengajarkan sikap mau dan berani berubah, demi menjadi jalan yang bakal menyelamatkan. Diajarkan sikap mau belajar dari cara-cara duniawi. Dengan menggemakan Mazmur 15, Injil meng-hubungkan urusan duniawi ini dengan tanggung jawab dan kesadaran moral, yang bakal menuntun orang ke kebahagiaan kekal bersama Allah.
11 November, SABTU, Lukas 16: 9—15
Demi Kerajaan Allah
Siapa saja yang setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Siapa saja yang tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan memercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? ( Luk. 16: 10 —11).
Tuhan Yesus melalui Injil hari ini mengingatkan kita, agar setia dalam perkara-perkara kecil. Ini penting, sebab kejujuran dan kebenaran dalam melakukan segala sesuatu, dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Itu juga dimulai dari keputusan kita, untuk selalu memilih mengabdi Allah, daripada mengabdi kepada Mamon, yang artinya kekayaan duniawi. Kita memang mmembutuhkan fasilitas, namun kita tidak terikat atau tergantung pada aneka fasilitas yang kita miliki.
Tuhan Yesus menghendaki, agar kita mengabdi kepada-Nya dengan hati yang tidak terbagi. Ia mau, agar kita melayani Dia dengan sepenuh hati, dan dengan segala talenta yang Ia percayakan kepada kita: bakat, waktu, dan harta milik. Tuhan menghendaki, agar ini dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Dengan jalan demikian, kita telah mengusahakan ajaran Yesus tentang kejujuran, kebenaran, dan cinta kasih. Dengan setia dalam perkara kecil, kita berharap kelak kita diberi kepercayaan untuk mendapatkan hal besar, yakni harta yang sejati, keselamatan jiwa kita.
12 November, MINGGU, Matius 25:1—13
Menemukan yang Pokok
Pada waktu itu, hal Kerajaan Surga seumpama sepuluh gadis, yang mengambil pelitanya dan pergi menyongsong mempelai laki-laki. Lima di antaranya bodoh dan lima bijaksana. Gadis-gadis yang bodoh itu membawa pelitanya, namun tidak membawa minyak, sedangkan gadis-gadis yang bijaksana itu membawa pelitanya dan juga minyak dalam buli-buli mereka. (Mat. 25: 1—4).
Injil hari ini mengetengahkan perum-pamaan tentang lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh, 'Bodoh' bukan berarti tidak berpendidikan; sebaliknya 'bijaksana' bukan karena kepandaian dan pengetahuan yang luas, melainkan orang yang bijaksana adalah orang yang tahu arah dan tujuan hidup yang akan diperjuangkannya.
Kesepuluh gadis dalam perumpamaan ini dipilih oleh Tuhan, namun tidak semuanya siap dan berjaga-jaga. Mereka 'tertidur' dalam kesibukan dan kepentingan mereka. Gadis-gadis yang bijaksana tersebut membawa minyak dalam buli-bulinya, yang menunjukkan tanda kesiapan mereka untuk berjaga-jaga. Sekalipun mereka telah 'tertidur,' mereka siap untuk mengisi pelitanya dengan minyak. Mereka tidak terlena oleh beban berat dan penderitaan melainkan tahu ke mana harus berjalan untuk mencapai tujuan hidupnya, agar pada saatnya nanti, dapat masuk ke dalam perjamuan abadi bersama Sang Mempelai dengan bahagia. Gadis-gadis bijaksana ini memiliki cadangan minyak yang menjamin pelitanya tetap bernyala. Itulah pentingnya dekat dengan Tuhan, sumber kebijaksanaan.
13 November, SENIN, Lukas 17:1—6
Berkali-kali Mengampuni
Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia. Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata, “Aku menyesal,” engkau harus mengampuni dia. (Luk. 7: 3—4).
Mengampuni adalah salah satu perintah yang mungkin mudah diucapkan, namun sulit untuk dilakukan. Meskipun demikian, namun berkat rahmat Tuhan, kita akan dimampukan untuk melakukannya. Kita melihat banyak tokoh Perjanjian Lama yang memberikan contoh tentang pengampunan. Yusuf yang telah dicelakai dan dijual oleh saudaranya, akhirnya mau memaafkan saudara-saudaranya. Musa mengampuni Harun dan Miryam yang memberontak. Daud mengampuni Saul, walaupun Saul berusaha berkali-kali membunuhnya.
Teladan pengampunan kita adalah Yesus. Pengampunan yang diberikan oleh Tuhan Yesus di kayu salib merupakan gambaran akan misi-Nya di dunia ini, yaitu Dia datang untuk memberikan pengampunan terhadap dosa yang diperbuat oleh segenap umat manusia. Pengampunan ini merupakan perwujudan dari belas kasih Allah Bapa kepada umat manusia, yang memberikan Putra-Nya yang dikasihi, untuk datang ke dunia dan menebus dosa dunia, sehingga siapa saja yang percaya kepada-Nya, akan mendapat kehidupan yang kekal. (lih. Yoh 3:16).
Tuhan menganugerahkan kepada kita pengampunan yang tanpa batas. Kita diundang untuk mengusahakan hal serupa, mengampuni berkali-kali, tanpa batas. Hal ini seperti sesuatu yang mustahil, terus disakiti, dan terus mengampuni. Ini tugas yang sangat berat. Dibutuhkan pengurbanan yang sangat besar dan bantuan rahmat-Nya, untuk bisa melakukannya.
14 November, SELASA, Lukas 17: 7—10
Pembaktian Diri
Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata, “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.” (Luk. 17: 10).
Homo Homini Lupus berarti manusia adalah serigala bagi sesamanya. Ungkapan ini merupakan kritikan terhadap orang, yang demi popularitas diri, demi jabatan, demi fasilitas, dan kenyamanan, tidak segan-segan “makan” atau mengurbankan saudaranya sendiri. Makan saudaranya sendiri dapat berupa memfitnah, menjatuhkan, mencari muka, sehingga orang yang bersangkutan mendapatkan keuntungan pribadi. Dengan begitu, dia menjadi serigala bagi sesamanya.
Melalui Injil hari ini, kita belajar untuk melakukan kerasulan dan melakukan kebaikan, dalam kehidupan sehari-hari, dengan semangat berkurban. Kita diundang untuk melakukan dengan kerendahhatian, karena kita ingin melayani, mengabdi, atau berbakti. Bukan pujian atau sanjungan, bukan fasilitas atau jabatan yang hendak kita raih. Kita perlu memurnikan motif kita, agar segala sesuatu yang kita lakukan demi terwujudnya kabar gembira Tuhan, bukan demi kepentingan pribadi.
15 November, RABU, Lukas 17: 11—19
Rasa Syukur
Yesus berkata, "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah, selain orang asing ini?" Lalu Ia berkata kepada orang itu, "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan dikau." (Luk. 17: 17—19).
Sejak kecil, kita dibiasakan oleh orang tua untuk berterima kasih atas pemberian yang kita terima. Sikap ini membantu kita untuk mudah bersyukur dalam hidup sehari-hari. Rasa syukur memudahkan kita untuk ingat akan kebaikan sesama. Meskipun demikian, kita juga menyadari bahwa kadang-kadang tidak mudah untuk menerima aneka realita yang sedang kita hadapi. Kita mudah berkeluh kesah dan menggerutu.
Kita mampu bersyukur berarti kita mampu melihat aneka peristiwa, yang kita alami dalam terang rahmat Tuhan. Maka, orang yang mudah bersyukur merupakan orang yang beriman. Mengapa? Karena dia mampu melihat aneka peristiwa dalam bingkai penyelenggaraan Tuhan. Tuhan yang mahamurah menampakkan kebaikan-Nya melalui kehidupan sehari-hari yang serba biasa. Oleh sebab itu, peristiwa yang serba biasa dipandang sebagai anugerah, bukan sebagai hak yang pantas dipenuhi. Kita pantas bersyukur, atas anugerah yang kita terima dari Tuhan.
16 November, KAMIS, Lukas 17:20—25
Kerajaan Allah di antara Kita
Atas pertanyaan orang-orang Farisi, ‘apabila Kerajaan Allah akan datang’, Yesus menjawab, kata-Nya, "Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah, juga orang tidak dapat mengatakan, ‘Lihat, ia ada di sini atau ia ada di sana!’ Sebab sesungguhnya, Kerajaan Allah ada di antara kamu." (Luk 17: 20—21).
Pertanyaan tentang datangnya Kerajaan Allah atau tentang hari akhir, selalu menarik. Manusia terus berusaha mendapatkan kepastian tentang hal ini. Teks Injil hari ini mengajak kita untuk tidak terus menuntut kepastian waktu datangnya Kerajaan Allah atau hari akhir. Sebab, menurut Yesus, Kerajaan Allah sudah ada di antara kita.
Kalau Kerajaan Allah dimaknai sebagai suatu kondisi hidup di mana manusia mengalami hidup dalam kebutuhan bahkan kebergantungan mutlak terhadap Allah, karena sadar hidup terselenggara hanya karena kuasa dan kasih Allah, maka mungkin lebih baik kita berfokus untuk menguatkan karakter kebergantungan kita akan kuasa dan kasih Allah. Kita tumbuh dan berkembang dalam kasih Allah. Seiring dengan usaha itu, agaknya kita juga telah ikut menghadirkan Kerajaan Allah dalam kehidupan bersama orang-orang di sekitar kita.
17 November, JUMAT, Lukas 17:26—37
Lepas Bebas
Siapa saja yang berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan siapa saja yang kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya. (Luk. 17:33).
Hidup kadang-kadang menggemaskan, bahkan sulit dipahami dengan nalar dan konsep-konsep manusiawi. Persis seperti tuturan Injil hari ini, “Siapa saja yang berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan siapa saja yang kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.” Ayat ini tentu tidak dimaksudkan, agar kita mengabaikan hidup dan keselamatan kita. Mungkin ayat ini lebih ingin mengajak kita, untuk tidak lekat dengan kedirian kita. Mungkin ayat ini lebih ingin mengajak kita waspada akan kecenderungan diri kita yang egois. Kecenderungan egois itu mungkin wujud ungkapan, “Siapa saja yang berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya.”
18 November, SABTU, Lukas 18:1—8
Setia pada “Tuhan yang Rapuh”
Yesus mengatakan suatu perumpamaan kepada mereka untuk menegaskan, bahwa mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu. (Luk. 18:1).
Di zaman modern ini, zaman yang rimbun dengan prinsip akurasi, keterukuran, objektivitas, profesionalitas, logis, kemudahan, kenyamanan, kecepatan, dan efektivitas, sering berdoa tidak lagi menjadi hal yang perlu. Di negara-negara maju, kenyamanan hidup dan penyelenggaraan negara yang amat bagus, hingga mampu memakmurkan kehidupan duniawi warganya, seperti menjadi dilema. Kondisi negara seperti itu seolah-olah mengondisikan manusia pada pemahaman bahwa yang perlu untuk menciptakan kehidupan yang membahagiakan adalah pengelolaan hidup bermasyarakat dengan prinsip-prinsip di atas. Pada kondisi seperti ini, rasanya Allah menjadi begitu rapuh. Tindakan berdoa kepada Allah, telah tergolong dalam tindakan tolol. Apalagi doa-doa itu tidak selalu menunjukkan hasilnya.
19 November, MINGGU, Mat.25:14-15,19-21
Menerima Anugerah Allah
"Hal Kerajaan Surga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan memercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberinya lima talenta, yang seorang lagi dua, dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya.” (Mat.25:14—15).
Pernahkah kita puas dengan anugerah atau talenta yang telah kita sadari dan kita miliki? Pernahkah juga kita merindukan beroleh anugerah lebih banyak daripada yang sudah kita miliki dan kita sadari? Pernyataan akhir Mat. 25:15 yaitu, “…masing-masing menurut kesanggupan-nya” ini sangat menarik. Allah memercaya-kan anugerah-Nya sesuai kesanggupan manusia masing-masing. Dengan demikian, jumlah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada manusia adalah juga cara Allah mencintai serta merawat hidup manusia. Meskipun kadang-kadang manusia yang bersangkutan tidak puas, atau sekadar terus merindukan beroleh anugerah yang lain yang lebih banyak. Anugerah yang diberikan oleh Allah itu agaknya terkait dengan pengutusan yang dipanggulkan oleh Allah kepada manusia. Bila seseorang hanya sanggup, hanya terampil, atau hanya optimal bila mengembangkan dua talenta, maka pasti ia akan menderita hidupnya bila ia harus menerima lima talenta.
20 November, SENIN, Lukas 18:35—43
Rindu Melihat Tuhan
"Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?" Jawab orang buta itu, "Tuhan, semoga aku dapat melihat!" Lalu kata Yesus kepadanya, "Melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan dikau!" (Luk. 18:41—42).
Kutipan Injil hari ini mengingatkan pengalaman kita, ketika mengalami saat-saat gelap dalam hidup kita. Hidup, kita jalani seperti orang buta. Pada kisah Injil hari ini, mata badani si orang buta itu memang tidak bisa melihat. Namun mata imannya terhadap Yesus melek dengan sempurna. Si buta itu terus merawat mata imannya. Ketika Yesus hadir padanya, mata imannya menyala. Mulut badaninya berseru memanggil Yesus yang dilihat jelas oleh mata imannya. Anugerah kesembuhan badani didapatkan dari Yesus, karena ia terus merawat mata imannya. Merawat mata iman adalah bentuk dari merawat kerinduan untuk melihat Tuhan.
21 November, SELASA, Lukas 19:1—10
Selamat Kelahiran Kongregasi
Kata Yesus kepadanya, "Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.”
(Luk. 19:9).
Pada hari ini, kepada kita ditunjukkan arti keselamatan. Peristiwa perjumpaan Zakheus dengan Tuhan Yesus, sebagai gambarannya. Keselamatan dimulai dari kedatangan Yesus yang berkeliling, mengajar, dan berbuat baik. Allah berinisiatif, menawarkan keselamatan. Manusia membuka hati. Hal ini ditunjukkan oleh sikap Zakheus yang berkeinginan kuat untuk melihat Yesus. Ia berlari mendahului orang banyak dan memanjat pohon ara. Tuhan menemukan hati orang yang terbuka dan dijumpainya. Terjadilah keselamatan, perjumpaan Tuhan dan manusia.
Keselamatan terwujud dalam perubahan hati Zakheus. Kemarin, dulu, kondisi hati Zakheus membuat dirinya dicaci maki dan membuat cerita hidup yang buruk. Ketika ia menerima Tuhan Yesus di hatinya, dia berubah menjadi manusia baru. Zakheus yang dicap sebagai orang berdosa, pemungut cukai yang kikir, semuanya berubah total. Ia mau memberikan setengah hartanya bagi orang miskin dan mau mengembalikan uang empat kali lipat, bila ada orang yang diperas. (ay 8).
22 November, RABU, Lukas 19:11—28
Kerja Keras dan Setia
Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ada padanya. (Luk. 19:26).
Dalam perumpamaan yang kita dengar hari ini, ada tiga hamba yang mengelola mina milik tuannya. Hamba pertama mendapat untung sepuluh mina, dipercaya tuannya untuk mengelola sepuluh kota. Hamba kedua yang mendapat untung lima mina, dipercaya untuk mengelola lima kota. Hamba yang ketiga menyimpan minanya dan tidak mendapatkan untung. Karena itu, mina dan harta miliknya diambil oleh tuannya dan diberikan kepada yang sudah banyak memilikinya.
Kisah mengelola mina mengingatkan kita bahwa hal besar dalam hidup, selalu berawal dari hal yang kecil dan sederhana. Kegigihan mengembangkan mina me-nyadarkan kita akan pentingnya perjuangan, bekerja keras, dan kesetiaan. Orang yang bekerja keras dan setia dalam hidupnya, akan mendapat banyak berkat. Apabila ia berhasil mengurus hal-hal kecil, ia akan dipercaya dan akan berhasil untuk mengurus hal-hal yang lebih besar. Tuhan menghargai kerja keras dan kesetiaan seseorang.
23 November, KAMIS, Lukas 19:41—44
Damai Sejahtera
Ketika Yesus telah dekat dan melihat kota Yerusalem, Ia menangisinya, kata-Nya, "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga, engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu.”
(Luk. 19:41—42).
Ketika Yesus mendekati Yerusalem dan melihat banyak rumah di sekeliling bait suci, Ia mencurahkan isi hati-Nya kepada Bapa di surga. Yesus meneteskan air mata kesedihan dan duka bagi umat-Nya. Dia menangisi kota itu, karena penghuninya tidak “mengetahui hal-hal yang membuat damai sejahtera” (ay 42). Yerusalem dari kata “salem” yang berarti “damai”. Bait suci di Yerusalem adalah pengingat akan kehadiran Allah yang mendamaikan.
Yesus masuk ke kota Yerusalem untuk membawa kedamaian. Namun, mereka tidak percaya kepada Yesus sebagai Mesias, Raja Damai. Mereka menolak Yesus yang datang sebagai yang telah diurapi Allah, Juru Selamat dan Pangeran Damai (Yes. 9:6). Mereka juga membunuh nabi-nabi dan melempari batu, orang-orang yang diutus Allah (Mat. 23:31). Karena itu, Yerusalem absen kedamaian, adanya hanya kehancuran. Kehancuran pertama terjadi pada tahun 586 SM, ketika dikalahkan oleh tentara Babilonia. Kehancuran kedua pada tahun 70 M, Yerusalem dikuasai oleh orang-orang Romawi. Tuhan menghendaki kedamaian bagi kita semua.
24 November, JUMAT, Lukas 19:45—48
Menjaga Tubuh Tetap Kudus
Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia mengusir semua pedagang di situ, kata-Nya kepada mereka, "Ada tertulis: Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." (Luk. 19:46).
Tuhan Yesus menegur para pedagang yang berjualan di Bait Allah. Yesus kecewa menyaksikan rumah yang seharusnya menjadi tempat berdoa kepada Bapa, dijadikan sebagai pasar oleh mereka. Disebutnya Bait Allah dijadikan sarang penyamun yaitu tempat orang-orang yang jahat, seperti jual beli barang dan kegiatan yang bertentangan dengan kekudusan rumah doa. Mereka tidak menghormati Tuhan yang bersemayam di tempat itu.
Dalam perjanjian baru, diyakini tubuh kita adalah baik Allah. Seperti yang dikatakan St. Paulus kepada jemaat di Korintus, bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam diri kita. Roh Kudus yang diperoleh dari Allah dan tubuh kita bukan milik kita sendiri (bdk. 1Kor. 6:19). Tubuh kita sebagai tempat Tuhan bersemayam. Maka, kita harus menghormati tubuh kita. Tubuh merupakan bangunan tempat tinggal kita untuk mengucapkan syukur, menyembah, memuji, memuliakan, memohon, dan mengharap kepada Allah. Kita harus menjaga dan memelihara tubuh dan hati kita, tidak mengotorinya dengan perbuatan mengikuti keinginan daging yang tidak teratur. Kita sebagai pemeluk hidup bakti, menghormati tubuh sebagai persembahan diri yang utuh dengan mengendalikan diri secara bijaksana.
25 November, SABTU, Lukas 20:27—40
Bangkit untuk Hidup Kekal
Jawab Yesus kepada mereka, "Orang-orang dunia ini kawin dan dikawinkan, tetapi mereka yang dianggap layak untuk mendapat bagian dalam dunia yang lain itu dan dalam kebangkitan dari antara orang mati, tidak kawin dan tidak dikawinkan. Sebab mereka tidak dapat mati lagi; mereka sama seperti malaikat-malaikat dan mereka adalah anak-anak Allah, karena mereka telah dibangkitkan. (Luk. 20:34—36).
Orang Saduki tidak mengakui adanya kebangkitan badan karena mereka berpegang teguh pada hukum Taurat Musa, yang tidak terang menjelaskan kebangkitan badan. Bagi kita, dalam doa Credo, Aku Percaya, kita diajak menyadari bahwa iman kita berpuncak pada diri Tuhan Yesus, yang menderita sengsara disalibkan, wafat, dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati, yang naik ke surga. Kita percaya akan kebangkitan badan dan kehidupan kekal.
Janji Allah dan kebangkitan Yesus Kristus menerbitkan di dalam diri kita, harapan yang kukuh bahwa suatu tempat tinggal yang baru dan kekal disiapkan bagi setiap pribadi manusia, sebuah bumi yang baru di mana keadilan berdiam (bdk. 2Kor 5:1—2 ; 2Ptr 3:13). Pada saat itu, maut akan dikalahkan, putra-putri Allah akan dibangkitkan dalam Kristus, dan benih yang telah ditaburkan dalam kelemahan dan kebinasaan, akan mengenakan yang tidak dapat binasa. (Kompendium ASG no. 56)
26 November, MINGGU, Matius 25:31-46
Akhir Zaman
Yesus berkata, "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya.(Mat. 25:31—33).
Hari ini adalah hari Minggu terakhir dalam tahun Gereja kita. Fokus kita hari ini adalah akhir zaman. Penghakiman Terakhir akan datang, ketika Kristus datang kembali dalam kemuliaan sebagai Raja. Hanya Bapa yang mengetahui hari dan jamnya; hanya Dia yang menentukan saat kedatangan-Nya. Pada hari itu, yang terpenting adalah seberapa setia kita pada kehendak Allah.
27 November, SENIN, Lukas 21:1—4
Mempersembahkan Segalanya
Lalu Yesus berkata, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberikan lebih banyak daripada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi-kan persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberikan dari kekurangannya, bahkan ia memberikan seluruh nafkahnya." (Luk. 21:3—4).
Kita semua harus melihat diri kita sebagai janda miskin ini dengan memper-sembahkan "seluruh penghidupan" kita kepada Kristus. Segala sesuatu yang kita miliki adalah anugerah dari Allah, dan harus dipersembahkan kembali kepada Allah, sebagai persembahan kita kepada-Nya.
Satu-satunya "persembahan" yang tepat yang diminta untuk kita persembahkan kepada Tuhan adalah "pengurbanan" seluruh hidup kita. Kebenaran rohani ini adalah sesuatu yang sangat sulit bagi mereka yang sangat kaya dengan hal-hal duniawi.
28 November, SELASA, Lukas 21:5—11
Kesulitan Mengembangkan Iman
Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus, "Apa yang kamu lihat di situ -- akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." (Luk. 21:5—6).
Nubuat Yesus ini menjadi kenyataan. Pada tahun 70 M, Bait Allah dihancurkan. Yesus juga memperingatkan, “akan ada banyak kekacauan yang terjadi: nabi-nabi palsu, peperangan, dan pemberontakan, gempa bumi yang dahsyat, dan di berbagai tempat
akan ada kelaparan, wabah penyakit, dan akan terjadi hal-hal yang menakutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit.” (Lk. 21:11). Siapkah kita menghadapi semua itu?
29 November, RABU, Lukas 21:12—19
Bersandar pada Hikmat Roh Kudus
Sebab itu, tetapkanlah di dalam hatimu, supaya kamu jangan memikirkan lebih dahulu pembelaanmu. Sebab Aku sendiri akan memberikan kepadamu, kata-kata hikmat, sehingga kamu tidak dapat ditentang atau dibantah lawan-lawanmu. (Lk. 21:14—15).
Yesus menjelaskan bahwa para pengikut-Nya akan mengalami bermacam-macam penganiayaan. Bagi beberapa orang, hal ini bahkan akan terjadi ditangan keluarga mereka sendiri.
Yesus berkata bahwa dalam menanggapi penganiayaan, kita tidak perlu mempersiapkan pembelaan terlebih dahulu. Ada godaan besar yang dialami seseorang ketika dianiaya. Sangat dapat dimengerti bahwa ketika seseorang mengalami penganiayaan dengan cara apa pun, mereka akan mengalami kemarahan dan tergoda untuk melawan dengan cara yang tidak baik dan hanya akan memperparah keadaan. Menanggapi penganiayaan, sesuai dengan kehendak Allah, dibutuhkan perhatian yang besar terhadap bisikan Roh Kudus, kerendah-hatian yang besar, dan kasih yang tak tergoyahkan, yang ditujukan kepada orang yang melakukan penganiayaan. Oleh karena itu, Yesus berjanji bahwa Dia akan menyertai kita dalam situasi seperti itu dan akan memberi kita "hikmat untuk berkata-kata yang tidak dapat ditentang atau dibantah oleh musuh-musuh kita." Anugerah yang luar biasa!
30 November, KAMIS, Matius 4:18—22
Saksi Sukacita Injil
Ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka, "Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." Lalu mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia. (Mat. 4:18—20).
Apakah panggilan Tuhan dalam hidup kita dan siapkah kita untuk menanggapinya? Dia memilih teman-teman terdekat dan rekan kerja-Nya yang siap untuk mengikuti Dia, sebagai murid-murid-Nya dan Dia memberi mereka suatu misi yang tidak biasa, yakni "untuk menjala manusia bagi Kerajaan Allah."
Yesus menyampaikan pesan yang sama kepada kita: kita akan "menjala manusia" bagi kerajaan Allah, jika kita membiarkan terang Yesus Kristus bersinar melalui diri kita. Allah ingin orang lain melihat terang Kristus di dalam diri kita, melalui cara kita hidup, berbicara, dan menyaksikan sukacita Injil. Rasul Paulus berkata, "… Dengan pengantaraan kami, Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana. Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa." (2 Korintus 2:14—15)