Renungan Harian Maret 2025

Renungan Harian Maret 2025

Sabtu, 1 MaretMarkus 10:1316  

 

Seperti Anak Kecil

Aku berkata kepadamu, Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." (Mrk 10:15).

Yesus mengajarkan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus memiliki hati seperti anak kecil. Anak-anak memiliki hati yang murni, penuh kepercayaan, dan tidak terhalang oleh kebanggaan diri atau rasa ingin menguasai. Sayangnya, kita orang dewasa seringkali kehilangan sikap ini, terjebak dalam kebanggaan, kekhawatiran, dan sikap ingin mengendalikan segalanya. Yesus menegur para murid yang menghalangi anak-anak datang kepada-Nya, karena dalam hati yang sederhana seperti itulah Kerajaan Allah berdiam.

Dalam dunia yang penuh dengan tuntutan dan kesibukan, kita sering lupa bagaimana berserah dengan tulus seperti anak kecil. Kita terlalu mengandalkan logika, perhitungan, dan kehendak sendiri, sehingga sulit mempercayakan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Anak kecil datang kepada orang tuanya dengan kepastian bahwa mereka akan diterima dan dicintai. Begitu pula Tuhan ingin kita datang kepada-Nya dengan keyakinan penuh akan kasih-Nya, bukan dengan hati yang penuh syarat dan kekhawatiran.

Yesus bukan hanya memberkati anak-anak, tetapi juga memberikan mereka sebagai contoh bagi kita. Jika kita ingin mengalami damai sejati, kita harus belajar melepaskan beban kesombongan dan kekhawatiran, lalu datang kepada-Nya dengan iman yang tulus. Tuhan rindu menyambut kita seperti seorang Bapa yang memeluk anak-anak-Nya. Mari kita belajar dari ketulusan anak-anak dan semakin mempercayakan diri kita kepada kasih Tuhan.

Kita tetap menjadi orang yang tak memenuhi harapan, namun kita dapat selalu percaya akan kasih Allah yang tak terbatas. (Konst. FIC art. 73).

Refleksi

Apakah hatiku tulus, murni, sederhana dan penuh iman seperti anak kecil? Atau keras dan kaku?

 

Doa (Bersama)

Allah yang mahakasih, jadikanlah hati kami sederhana, tulus, murni dan penuh iman seperti anak kecil, agar kami semakin dekat dengan Putra-Mu, Kristus Tuhan kami. Amin.

 

Pengutusan

Mengatasi hambatan yang membuat hatiku keras dan kaku!

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Stanislaus Kostka, Ambarawa:

  1. Br. Antonius Sumardi
  2. Br. Frans Sugi
  3. Br. Andreas Djoko Purnomo
  4. Br. Yakobus Aditiya

Minggu, 2 Maret, Lukas 6: 39—45

  1. Minggu Biasa VIII 

Hati Jernih, Hidup Terang

 

Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu, Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu." (Luk. 6:42).

 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali lebih mudah melihat kesalahan orang lain daripada menyadari kelemahan diri sendiri. Misalnya, kita mengkritik seseorang yang bertindak egois, tetapi tanpa sadar bahwa diri kita sendiri juga sering bertindak mementingkan diri. Kita merasa terganggu oleh kebiasaan buruk orang lain dalam komunitas, padahal kita pun memiliki kebiasaan buruk yang mengganggu orang lain. Sering kali, kita seperti orang yang ingin mengeluarkan selumbar di mata saudara kita, padahal ada balok di mata kita sendiri.

 

Yesus dalam Injil Lukas 6:3945 mengingatkan kita agar tidak menjadi orang buta yang menuntun orang buta. Ia mengajarkan bahwa hati yang baik akan menghasilkan perbuatan yang baik, sedangkan hati yang dipenuhi kejahatan akan melahirkan perbuatan yang buruk. Jika kita ingin membantu orang lain bertumbuh dalam kebaikan, pertama-tama kita harus membersihkan hati kita sendiri. Dengan demikian, kita bisa menjadi saksi kasih Allah yang sejati.

 

Mari kita belajar untuk lebih rendah hati dan selalu bercermin pada diri sendiri sebelum menilai orang lain. Kita dipanggil bukan untuk menghakimi, tetapi untuk membangun dan menuntun sesama dalam kasih. Biarlah hidup kita menjadi cerminan dari hati yang dipenuhi kasih dan kebenaran Tuhan. Kabar Gembira Yesus merupakan Aturan Hidup kita yang paling asasi. Sabda dan teladan-Nya kita jadikan pedoman hidup kita.  (Konst. FIC art. 69).

 

Refleksi

Apakah hatiku sudah bersih sehingga dapat mencerminkan kasih Tuhan?

 

Doa (Bersama)

Tuhan, bersihkan hati kami dari segala kesombongan dan penghakiman, agar kami dapat mencintai sesama dengan kasih yang tulus ikhlas. Amin.

 

Pengutusan

Jadilah terang Kristus melalui doa, kata-kata penguatan, atau tindakan kasih sederhana bagi sesama!

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas  Annunciata, Rumah Retret Syalom, Bandungan:

  1. Br. Albertus Hariyadi
  2. Br. Heribertus Irianto Mulyono
  3. Br. Antonius Iswanto
  4. Br. Jaimito Tan Tuames
  5. Br. Gregorius Yoan Danu Tama
  6. Sr. M. Josefiana, AK
  7. Sr. M. Agnesia, AK

Senin, 3 Maret, Markus 10:17—27

Harta Sejati

Yesus memandang dia dan menaruh kasih kepadanya, lalu berkata kepadanya, "Hanya satu lagi kekuranganmu: pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Mrk 10:21).

 

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering terjebak dalam mengejar kekayaan dan status sosial, berharap bahwa keduanya bisa memberi kebahagiaan sejati. Misalnya, kita mungkin merasa lebih aman dan puas ketika memiliki lebih banyak harta atau prestasi. Namun, seringkali kita lupa bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari apa yang kita miliki, tetapi dari hubungan kita dengan Tuhan dan dengan sesama. Seperti orang kaya dalam Injil Markus 10:1727, kita sering merasa bahwa kita telah melakukan semua hal yang benar, tetapi hati kita masih merasa kosong dan haus akan sesuatu yang lebih besar.

 

Dalam Injil ini, Yesus mengajak kita untuk melepaskan segala hal yang mengikat hati kita, seperti harta benda, dan mengikuti-Nya. Yesus tidak melarang kekayaan, tetapi lebih menekankan pada sikap hati yang mengutamakan Tuhan di atas segalanya. Yesus mengungkapkan bahwa kekayaan bisa menjadi penghalang bagi kita untuk memasuki Kerajaan Allah, karena hati kita mudah terikat pada apa yang kita miliki, dan bukan pada hubungan yang sejati dengan Tuhan. Meskipun sulit, Yesus mengingatkan bahwa dengan iman dan pengorbanan, kita bisa menemukan kehidupan yang jauh lebih bernilai, yang tidak bisa dibeli dengan uang. Marilah kita berinstrospeksi diri: apakah kita terlalu terikat pada harta, kekuasaan, atau hal-hal duniawi lainnya yang menghalangi kita untuk lebih dekat dengan Tuhan? Mengapa kita merasa sulit melepaskannya, dan bagaimana kita bisa lebih mengutamakan Tuhan dalam hidup kita?

 

 

Kita menjadi bruder, karena kita ingin mengabdikan diri sepenuhnya demi pelayanan kepada kedatangan kerajaan-Nya.  (Konst.FIC art. 78).

 

Refleksi

Apakah aku total menjalankan panggilanku sebagai bruder?

 

Doa (Bersama)

Tuhan Yesus Kristus, ajarilah kami untuk lebih mengutamakan-Mu dalam segala hal. Bantulah kami agar mampu mengikuti-Mu dengan sepenuh hati. Amin.

 

Pengutusan

Mengutamakan Tuhan (kongregasi) pada setiap keputusan yang saya ambil.

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Maria Ratu Kenya, Danan, Giriwaya:

  1. Br. Petrus Paijan
  2. Br. Heribertus Triyanto
  3. Br. Paskalis Baylon Puryoko

 

 

Selasa, 4 Maret, Markus 10:28—31

Jalan Panggilan

Jawab Yesus, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya”. (Mrk 10:29).

Sering kali, kita dihadapkan pada pilihan antara mengikuti impian dan kenyamanan dunia atau menanggapi panggilan Tuhan yang memerlukan pengorbanan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin merasa ragu untuk melepaskan hal-hal yang kita anggap penting, seperti harta, pekerjaan, atau bahkan hubungan yang kita anggap menyenangkan. Namun, kita tahu bahwa hidup ini bukan hanya soal memiliki, melainkan juga soal memberi dan mengikuti kehendak Tuhan, meskipun itu bisa jadi tidak mudah.

Dalam Injil Markus 10:28—31, Petrus bertanya kepada Yesus tentang apa yang akan mereka terima karena telah meninggalkan segalanya untuk mengikuti-Nya. Yesus menanggapi dengan janji bahwa mereka yang meninggalkan segala sesuatu demi nama-Nya akan menerima lebih banyak lagi, baik di dunia ini maupun di kehidupan yang akan datang. Namun, Yesus juga menegaskan bahwa jalan menuju kehidupan yang kekal bukanlah jalan yang mudah, karena harus ada pengorbanan dan kesetiaan yang total pada-Nya.

Kita sering terjebak dalam kenyamanan dunia dan melupakan bahwa pengorbanan untuk Tuhan adalah jalan yang membawa kedamaian sejati. Jika kita ingin mengikuti Kristus, kita harus berani melepaskan ketergantungan pada harta duniawi dan memprioritaskan nilai-nilai Kerajaan Allah. Mari kita hidup dengan keberanian untuk menyusuri jalan panggilan-Nya, karena janji-Nya adalah hidup yang ber-kelimpahan, bukan hanya di dunia ini, tetapi di dunia yang akan datang.

Yesus sendirilah teladan kita. Pada hari-hari yang buruk, ia tetap setia kepada tugas-Nya, dan kepada panggilan-Nya: “taat sampai mati, bahkan mati di salib”. (Konst. FIC art. 116).

 

Refleksi

Apakah aku sungguh sudah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Kristus?

Doa (bersama)

Tuhan Yesus, berilah kami keberanian untuk mengikuti panggilan-Mu dengan sepenuh hati, melepaskan segala hal yang menghalangi hubungan dekat kami dengan-Mu. Amin.

 

Pengutusan

Melaksanakan tugas perutusan secara total!

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St.Bernardus Deltamas, Bekasi:

  1. Br. Arnorldus Masdiharja
  2. Br. Stephanus Ngadenan
  3. Br. Antonius Hardianto

 

Rabu, 5 Maret, Matius 6:16,16—18

  1. Rabu Abu

Puasa Dengan Hati Tulus

 

Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu. (Mat, 6:17—18).

 

Di tengah kesibukan sehari-hari, sering kali kita merasa tergoda untuk melakukan segala sesuatu agar dilihat dan dihargai oleh orang lain. Misalnya, ketika kita melakukan kebaikan atau memberikan bantuan, sering kali kita berharap agar orang lain tahu dan memuji kita. Namun, apakah kita melakukannya dengan niat yang tulus atau hanya untuk mendapatkan pengakuan? Ketika kita merasa dihargai, kita sering lupa bahwa Tuhan melihat segala sesuatu yang kita lakukan, bahkan yang tersembunyi sekalipun.

Dalam Injil Matius 6:1—6, 16—18, Yesus mengingatkan kita untuk tidak melakukan amal atau berpuasa dengan tujuan agar dilihat orang lain. Berbuat baik haruslah dilakukan dengan diam-diam, tanpa pamer, karena yang terpenting adalah bagaimana Allah melihat kita. Puasa yang sejati bukan hanya soal menahan diri dari makanan atau minuman, tetapi tentang menahan keinginan hati kita untuk dihargai dan dipuji oleh dunia. Ketika kita melakukannya untuk Allah, maka kita akan merasakan kedamaian dan kedekatan dengan Tuhan.

 

Saat memulai masa puasa ini, marilah kita memperbaharui niat kita untuk berpuasa dengan hati yang tulus dan ikhlas. Tidak untuk mendapatkan pujian, tetapi untuk memperdalam hubungan kita dengan Tuhan. Dengan demikian, puasa kita tidak hanya menjadi sebuah tradisi, tetapi sebuah cara untuk lebih menyatu dengan Tuhan dan semakin hidup sesuai kehendak-Nya.

 

Kita harus meninggalkan diri kita sendiri agar mencapai persatuan dengan Allah dan dengan sesama kita. (Konst. FIC art. 66 ).

 

Refleksi

Bagaimana aku memaknai puasa dan pantang?

 

Doa (Bersama)

Tuhan Yesus Kristus, ajarilah kami untuk berpuasa dan pantang dengan hati yang tulus, agar segala yang kami lakukan hanya untuk memuliakan nama-Mu. Amin.

 

Pengutusan

Berpantang dan puasa untuk merevisi satu kelemahan dalam diri.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Staf Rumah Khalwat Roncalli, Salatiga: 

  1. Br. Petrus Anjar Trihartono, FIC 
  2. Br. Anton Sumardi, FIC 
  3. P. Aloy. Rinata Hadiwardaya, MSF
  4. Br. Petrus I Wayan Parsa
  5. Br. Petrus Suparyanto, FIC
  6. Br. Yoezep Margiyanto
  7. Sr. Grace Budiman, SDP

Kamis, 6 Maret, Lukas  9:22—25

Menyangkal Diri

 

“Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri?” (Luk. 9:23—25).

 

Yesus hari ini bicara tentang keharusan menyangkal diri. Menyangkal diri itu lawan dari mencari enaknya sendiri. Menyangkal diri berarti dengan sengaja memilih melakukan yang sebaliknya, dari aneka tawaran kemudahan, keuntungan untuk diri kita. Mencari enaknya sendiri, memilih yang sebaliknya dari tawaran yang berat dan sulit. Karena penyangkalan diri itu sulit dilakukan, maka perlu latihan.

Apa alasan dasar perlunya kita menyangkal diri? Yesus Kristus! Dia yang adalah Allah telah memilih “menjadi manusia lemah sama seperti kita, kecuali dalam hal dosa”. Menyangkal diri itu adalah jalan penyelamatan Allah. Dengan cara itu, kita berharap boleh ikut “mbonceng” Yesus, diselamatkan Bapa.

 

Tugas kita juga membawa kekecewaan akibat dari keterbatasan kita sendiri maupun kekurangan orang lain. Dalam hal ini, kita dihibur oleh kesadaran bahwa pengurbanan dan penderitaan dapat menyuburkan karya kita. Meskipun mungkin melelahkan dan membosankan serta kehilangan daya tariknya, kita diminta tetap bertekun, dalam kesetiaan penuh kepercayaan. (Konst. FIC art. 28).

 

Refleksi

Pegangan apakah yang Anda andalkan ketika pilihan penyangkalan diri tergoda untuk hidup seenaknya sendiri?

 

Doa (Bersama)

Ya Yesus, ajarkan kami memiliki ketekunan dan keteguhan hati, sehingga pilihan keputusan yang mewujud dalam sikap dan tindakan kami makin seirama dengan pilihan hidup-Mu. Amin.

 

Pengutusan

Melatih diri memilih yang tidak menyukakan diri demi kebahagiaan sesama sekomunitas.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas   Bunda  Terkandung  Tak

Bernoda, Boro:

  1. Br. Marianus Sumardiyana
  2. Br. Redemptus Lastiya
  3. Br. Marcelinus Senen
  4. Br. Bonifasius Kasmo
  5. Br. Yohanes Sugiyono
  6. Br. Ludgerus Haryono Widodo
  7. Br. Yohanes Sinu
  8. Br. Yohanes Zendi Pamungkas
  9. Br. Bambang Tri Margono, OFM

 

Jumat, 7 Maret, Matius  9:14—15

Puasa

 

Kemudian datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus dan berkata, "Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka, "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” (Mat.  9:14—15)

 

Murid-murid Yesus dikritik karena tidak berpuasa. Bagaimanakah sebenarnya menjalani puasa itu? “Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri” (Yes 58:6—7)

Dalam berpuasa, pertama-tama kita dipanggil untuk membuka aneka bentuk kejahatan serta memberantasnya. Selain memberantas ragam kejahatan, kita juga dipanggil untuk berkembang menjadi manusia bagi yang lain. Kita dipanggil untuk memperhatikan mereka yang mengalami kekurangan.

 

“Dalam persekutuan yang erat bersatu padu, terwujudlah perhatian yang penuh kasih bagi yang sakit, yang lanjut usia, mereka yang membutuhkan, dan semua yang sedang mengalami saat-saat berat, apa pun alasannya.” (Konst. FIC  art. 40).

 

Refleksi

Siapakah yang bisa disebut yang membutuhkan di komunitasku, di tempat karyaku, di lingkungan sekitarku? Dan bagaimana aku memperlakukan mereka selama ini?

 

 

 

Doa (Bersama)

Ya Yesus, ajarkan kami untuk mampu mengakui kejahatan-kejahatan dalam diri kami dan bertumbuh dalam memberi perhatian kepada orang-orang yang membutuhkan. Amin.

 

Pengutusan

Memberikan perhatian kepada “yang lemah” di tempat karyaku entah dalam rupa apapun.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Perawan Maria, Bunda Allah, Wedi:

  1. Br. Yohanes Sumardi
  2. Br. Adrianus Sulistyo K.P.

 

Sabtu, 8 Maret, Lukas  5:27—32

 

Lewi

 

“Ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya, "Ikutlah Aku!" Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia. Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia. Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya, "Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" … Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat." (Luk. 5:27—32)

 

Apa yang hendak Lukas sampaikan dengan mengisahkan Lewi dan orang Farisi serta ahli-ahli Taurat ini? Di tempat lain, Lukas memberikan catatan singkat mengantar ajaran Yesus tentang perumpamaan mengenai orang Farisi dan pemungut cukai (Luk. 18:914). Dikatakannya bahwa Yesus menyampai-kan perumpamaan ini kepada beberapa orang yang menganggap diri benar dan merendahkan semua orang lain.

 

Lewi, si pemungut cukai dipandang sebagai pengkhianat bangsanya sendiri, dengan memeras bagi penguasa asing. Ia merasa tak pantas berada dekat dengan orang saleh. Apalagi mendekat ke Tuhan sendiri. Ia merasa sebagai pendosa.

 

Alangkah bahagianya ketika Yesus memanggilnya! Ia berdiri, meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Dia. Ia menyediakan dirinya sebagai penerima belaskasihan-Nya.

 

Membentuk persekutuan berarti saling mendampingi dalam suka dan duka; bersedia saling mengerti dan memahami, saling menghargai, mendorong, memberikan inspirasi, dan terus-menerus siap sedia saling mengampuni.(Konst. FIC art. 37).

Refleksi

Lewi memberi contoh kepada kita dengan meninggalkan yang dianggap bernilai demi mengikuti panggilan Yesus. Adakah sesuatu yang sulit kutinggalkan demi makin bisa mengikuti Dia?

 

Doa (Bersama)

Ya Yesus, perjumpaan-Mu dengan Lewi menyadarkan kami untuk terbuka dan menerima sesama kami yang dipandang rendah oleh orang lain atau bahkan kami sendiri. AjarIlah kami untuk makin merdeka melihat  orang yang berkenan bagi Tuhan. Amin.

 

Pengutusan

Melatih diri memandang sisi positif dari diri seseorang yang dipandang negatif.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Paulus, Kembangan, Jakarta Barat:

  1. Br. Anton Marsudiharjo
  2. Br. Heri Sumardjo Bekti Kristana
  3. Br. Fransiskus Mujiono
  4. Br. Yohanes Hartoko Susilo

Minggu, 9 Maret, Lukas 4:1—13

    1. Minggu Prapaskah I

Padang Gurun

 

“Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar… Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik.” (Luk. 4:1—2.13)

 

Di Israel, daerah yang berpadang gurun terdapat di sebelah barat laut Mati. Wilayah itu tandus. Tidak terdapat tumbuhan sama sekali. Karena situasi seperti itulah, padang gurun dianggap sebagai tempat pencobaan. Juga bagi Yesus.

 

Dalam tradisi Gereja yang pernah berkembang, justru karena tiadanya penghuni, padang gurun menjadi tempat untuk menguji hidup rohani. Diyakini, di sanalah Kitab Suci bisa dihayati sepenuh hati. Dari padang gurun pula banyak orang suci Gereja menjiarahi hidupnya menuju ke puncak kesuciannya, setelah lolos dari cobaan demi cobaan tentunya.

 

Kondisi serba menyulitkan di padang gurun, secara rohani sering dipakai untuk membahasakan kekeringan hidup dan panggilan. Bapa Pendiri kita tak luput dari masa-masa gelap itu, dan perlu dirawat di Belgia sampai akhir hayatnya. Hebatnya imannya tak tergoyahkan! Seperti Maria dengan magnificatnya. “Dia adalah Ibu semua orang beriman. Melalui semua keraguan dan ketidakpastiannya, ia tetap setia terhadap putranya, bahkan sampai Kalvari.” (Konst. FIC art. 12).

 

Refleksi

Pegangan apakah yang Anda andalkan ketika godaan, krisis karena tugas dan kerasulan membawa pula ke krisis panggilan?

 

Doa (Bersama)

Ya Yesus, ajarkan kami menjernihkan budi, sehingga keputusan dan tindakan kami menjadi makin seirama dengan Roh-Mu. Amin.

 

Pengutusan

Melatih diri memilah dan memilih apa yang seturut kehendak Allah, seirama dengan cara hidup pribadi terpanggil.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Belitang, Sumatra Selatan:

  1. Br. Romanus Paryanto

 

 

 

Senin, 10 Maret, Matius 25:31—46

 

Penghakiman

 

“Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.  Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;   ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian;  ketika Aku sakit, kamu melawat Aku;  ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Mat. 25:35—36).

 

Injil hari ini merupakan satu di antara lima perumpamaan tentang penghakiman. Pada penghakiman terakhir, Sang Hakim akan memisahkan seorang dari seorang lain berdasarkan perbuatan kasih yang riel kepada sesama yang paling hina: kecil, lemah, miskin, tersisih, dan cacat. Mereka ini tidak dibatasi golongan tertentu, melainkan semua orang yang membutuhkan kasih nyata.

 

Tuhan mengidentifikasi Diri-Nya dengan sesama yang kurang beruntung dalam hal apa pun. Kelalaian menolong sesama yang paling hina, itu juga berarti kelalaian kepada Tuhan. Oleh iman kita dibukakan pintu untuk mengenali Tuhan yang hadir dalam diri sendiri, sesama, dan alam semesta. Oleh karena itu, semua amal bakti merupakan wujud cinta kita kepada-Nya.

 

Para Pendiri Kongregasi kita tersemangati oleh kehidupan dan karya cinta kasih Santo Vincentius de Paul. Mereka kemudian mendorong para bruder untuk mengikuti teladannya. …kita dengan teliti dan rendah hati mendengarkan kebutuhan-kebutuhan sesama kita: “orang miskin adalah guru kita.” (Konst. FIC art. 18).

 

Refleksi

Pekakah kesadaran kita akan kehadiran-Nya di dalam orang-orang yang kecil, tersingkir, tak terpandang, membutuhkan? Contoh konkretnya?

Doa (Bersama)

Ya Allah, bukalah mata batin kami untuk melihat kehadiran-Mu di dalam diri sesama yang membutuhkan, dan bangkitkahlah semangat kami untuk lebih banyak berbuat baik kepada sesama di sekitar kami. Amin.

 

Pengutusan

Berbuatlah baik sekecil apapun kepada sesama di sekitarmu.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Bernardus, Ketapang:

  1. Br. Thomas Tefa
  2. Br. Lorentius Edy Wahyudi
  3. Br. Yohanes Albert Pratama
  4. Br. Justinus Juadi

Selasa, 11 Maret, Matius 6: 7—15

 

Bentuk Berdoa

 

Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan. Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. (Mat. 6: 7—8)

 

Manusia cenderung memperlakukan doa sebagai sarana pemenuhan kebutuhan. Makin butuh, makin kencang berdoa. Ujungnya, manusia bukan percaya kepada Tuhan melainkan memercayai rumusan doa yang telah diucapkannya. Yang dimuliakan ialah kemanjuran kuasa doa, bukan kuasa Tuhan. Yang dipedulikan ialah keinginannya, bukan kehendak Tuhan. Dalam doa seperti itu tidak ada Tuhan, sebab Dia memang tak dikenal.

 

Bacaan Injil hari ini mengisahkan bagaimana Yesus mengajari para murid berdoa. Doa adalah komunikasi dengan Allah untuk memuji, mengucap syukur, dan mengajukan permohonan. Itulah sebabnya Yesus mengajar para murid-Nya agar doa dimulai dengan menyapa Allah sebagai Bapa. Dengan tegas Yesus meminta kita untuk berdoa dengan tidak bertele-tele. Yesus mengundang kita untuk mengutamakan doa hening dan berserah di hadapan Tuhan. Dari pengalaman melalui keheningan akan muncul kelegaan dan kedamaian dalam hati. Mungkin belum ada jalan keluar atas pergulatan hidup saat itu juga, tetapi terasa ada kekuatan dan energi baru yang menguatkan untuk melangkah ke depan.

 

Bentuk doa yang terbaik adalah bentuk doa yang menghadirkan dan menyingkapkan Allah sendiri, mungkin berupa doa batin atau doa yang diucapkan, bacaan yang direnungkan, atau rasa kasih dan penyerahan yang mendalam. (Konst. FIC art. 65).  

 

 

Refleksi

Sudahkan aku meluangkan waktu untuk hening di hadapan Allah? Kalau sudah apa manfaatnya?

 

Doa (Bersama)

Bapa, bantulah kami dengan kuasa Roh-Mu agar kami mampu menemukan keterlibatan-Mu dalam hidup kami sehari-hari. Amin.

 

Pengutusan

Hening di hadapan Sakramen Mahakudus.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Maria Mediatrix, Klaten:

  1. Br. Agustinus Sudarmadi
  2. Br. Leonardus Paryoto
  3. Br. Agustinus Anton Widyanto

Rabu, 12 Maret, Lukas 11: 29—32

 

Percaya Kepada-Nya

 

Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus! (Luk. 11: 32).

 

Pada zaman nabi Yunus, orang-orang Niniwe bertingkah tidak baik. Maka Allah mengutus nabi Yunus untuk menyampai-kan pesan kepada orang-orang Niniwe, bahwa dalam waktu empat puluh hari jika Niniwe tidak bertobat maka Niniwe akan dihancurkan. Orang-orang Niniwe percaya dan  menanggapi sapaan Allah dengan bertobat sehingga diselamatkan. Melalui Injil hari ini kita diingatkan untuk memercayai tanda kehadiran Allah melalui Yesus putra-Nya.

 

Percaya akan kuasa-Nya mengundang kita untuk bertobat, untuk mengubah diri selaras dengan kehendak-Nya. Hal inilah yang kadang menjadi penghalang bagi kita untuk percaya pada-Nya. Kepercayaan meminta kita untuk sepenuhnya meng-aktualkan identitas kita sebagai religius dengan konsekuen, terutama dengan hidup sepenuhnya untuk Allah dan sesama. Percaya kepada-Nya menuntut perubahan orientasi hidup sehingga kita dimampukan bersatu dengan Yesus. Inilah makna prasetia yang kita ucapkan dihadapan sesama dan Gereja.

 

Dalam pengucapan prasetia kita, kita mengungkapkan bahwa sebagai orang bebas, kita menyediakan diri seutuhnya. Tentu saja, ini tidak berarti bahwa pada saat itu pula, kita sudah seutuhnya. Tugas kita bertumbuh ke arah itu melalui semua kesukaran dan kekecewaan. Kita ingin mencapai cita-cita ini. Dengan sepenuh daya, langkah demi langkah, dengan mencoba dan gagal, kita berusaha mencapainya. (Konst. FIC art. 99).

 

 

 

 

Refleksi

Pertobatan macam apa yang perlu aku usahakan agar aku semakin konsekuen dengan pilihan hidupku sebagai religius?

 

Doa (Bersama)

Yesus, Engkaulah andalan hidup kami. Buatlah kami menjadi saksi-saksi kasih-Mu yang sejati. Amin.

 

Pengutusan

Bila gagal, berusaha lagi.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Postulat, Muntilan:  

  1. Br. Savio Gino Nataprayoga
  2. Br. Johanes Warisa
  3. Br. F. A. Galih Sih Hartanta
  4. Br. Antonius Teguh Nugraha
  5. Br. Stefanus Agus Faisal
  6. Fr. Egenius Paso Haram

Kamis, 13 Maret, Matius 7: 7—12

 

Ketergantungan

 

Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. (Mat. 7: 7—8).

 

Doa adalah ungkapan hati kepada siapa kita berdoa. Bapa yang ada di surga akan memberikan yang baik kepada kita yang meminta kepada-Nya jika doa tersebut merupakan cetusan atau ungkapan hati yang dengan seluruh jiwa dan raga terarah atau tertuju kepada-Nya. Selain itu, sebagai pemohon kita menyadari sepenuhnya akan kebergantungan kita yang total kepada Tuhan Allah. Dibutuhkan penyerahan dan ketergantungan sepenuhnya kepada kuasa-Nya.

 

Dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium no. 238, Paus Fransiskus juga berbicara tentang doa permohonan. Paus Fransiskus berkata demikian, “Doa permohonan bagaikan ‘ragi di jantung Trinitas’. Ini adalah cara menembus hati Bapa dan menemukan dimensi baru yang dapat menerangi situasi konkret dan mengubahnya. Kita dapat mengatakan bahwa hati Tuhan tersentuh oleh doa permohonan kita, namun pada kenyataannya Dia selalu yang mendahului kita. Apa yang dapat kita lakukan dengan doa permohonan kita adalah bahwa kekuasaan, kasih dan kesetiaan-Nya menyatakan diri lebih jelas di tengah-tengah umat.” Inilah makna iman yang kita hayati.

 

Iman tumbuh dan berkembang karena rahmat Allah. Percaya akan Allah berarti – dalam arti yang sedalam-dalamnya – kita berani menyerah tanpa syarat keada-Nya. Penyerahan ini berdasar kepercayaan yang tak terbatas serta didorong oleh kasih, karena Ia telah lebih dahulu mengasihi kita. (Konst. FIC art. 54).

 

Refleksi

Apa yang biasanya aku lakukan ketika doa permohonanku belum dikabulkan Tuhan?

 

Doa (Bersama)

Bapa, kami mengantungkan seluruh hidup kami dalam kuasa kasih-Mu. Amin.

 

Pengutusan

Menyukuri anugerah Tuhan.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Immaculatae, Haji Nawi, Jakarta Selatan:

  1. Br. Agustinus Mujiya
  2. Br. Gregorius Bambang Nugroho
  3. Br. Valentinus Vembriyanto
  4. Br. Boromeus Haryono
  5. Br. Valentinus Pardi

Jumat, 14 Maret, Matius 5: 20—26

Mewujudkan Kasih

 

Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar  dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga. (Mat. 5:20).

 

Hidup keagamaan memang tidak dapat diukur secara kuantitatif. Hidup keagamaan memerlukan mutu kesaksian dan cara hidup. Itulah yang menentukan dan memberi ciri pada hidup agama yang benar. Agama yang benar terwujud ketika kita mengaplikasikan iman dalam sikap dan perbuatan kepada sesama. Di sini diandaikan komitmen dan tekad seseorang untuk mewujudkan hidup keagamaan yang mendalam dan menghindari hidup keagamaan yang dangkal.

 

Dalam Injil hari ini, Yesus menegaskan hidup keagamaan sejati dan mendalam. Hidup keagamaan demikian mesti melebihi cara hidup keagamaan orang Farisi dan ahli Taurat. Diatas segala aturan dan ketentuan, kasih dikedepankan. Itulah yang diminta Yesus dalam menghayati hidup sehari-hari. Kalau kita mengutamakan hukum kasih, maka ada sukacita dan ketulusan dalam mengaktualkan identitas kita sebagai religius. Kasih Allah yang kita alami kita sebarkan melalui perjumpaan dengan sesama, terutama dengan sesama bruder (frater) yang tinggal sekomunitas. Pengalaman ini akan melandasi kita menyebarkan kasih dalam kerasulan yang dipercayakan kepada kita.

 

Setiap bruder hendaknya memerhatikan kebahagiaan sesama brudernya. Semakin baik kita melaksanakan kerasulan ini di komunitas, kita akan semakin mampu menyebarkan kebahagiaan di luar komunitas (Konst. FIC art. 51).  

 

Refleksi

Sudahkah aku dengan tulus menghayati hidup sebagai religius? Dalam hal apa aku perlu merevisi diri sehingga aku semakin menghadirkan kasih Allah?

 

Doa (Bersama)

Ya Tuhan, ajarilah kami untuk semakin bijaksana sehingga setiap kata yang keluar dari mulut kami membawa sukacita dan kehidupan bagi sesama. Amin.

 

Pengutusan

Mendengarkan dengan hati.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Hati Kudus, Salatiga:

  1. Br. Herman Yoseph Sagiman S.S.
  2. Br. Petrus I Wayan Parsa
  3. Br. Petrus Anjar Trihartono
  4. Br. Petrus Suparyanto
  5. Br. Zakarias Puji Lestariyo
  6. Br. Florentius Widyo Rijanto
  7. Br. Yoezep Margiyanto
  8. Br. Fransiskus Saptono

 

Sabtu, 15 Maret,  Matius 5: 43—48

 

Lebih Mengasihi

 

Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak  Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. (Mat. 5: 43—45).

 

Kualitas iman dan kemuridan Yesus terukur dalam sikap dan perbuatan lebih dari sekedar standar manusiawi. Sebagaimana Bapa di surga sempurna dalam kasih, kerahiman, dan kemurahan hati, maka kita pantas memiliki sikap-sikap unggul sebagaimana yang dimiliki Bapa. Kita berjuang dengan mengandalkan rahmat-Nya. Kita perlu memiliki kemauan yang kuat untuk menjadi pribadi yang berkualitas dan bermakna. Semangat lebih perlu diaktualkan sebagai tanda cinta menghayati panggilan kita sebagai bruder (frater).

 

Semangat lebih menjadi pembeda kita dengan rekan sekerasulan. Sebagai relgius, kita menghadirkan diri sebagai pribadi yang menghayati nilai-nilai kebruderan kita. Nilai-nilai tersebut menjadi acuan kita mengambil keputusan yang benar, yang melahirkan kasih, kebenaran dan keadilan. Itulah semangat kerasulan, bukan sekedar berkarya.

 

Kerasulan lebih daripada karya semata-mata, lebih kaya dan lebih mendalam. Karya yang dilaksanakan dengan semangat pengabdian dan kasih serta didasari oleh sikap dasar religius, dapat berubah menjadi kerasulan. Kita mencita-citakan seluruh hidup kita diresapi oleh semangat kerasulan. (Konst. FIC art. 20).

 

Refleksi

Sikap dasar religius macam apa yang aku perjuangkan selama ini? Apa konkretnya?

 

 

Doa (Bersama)

Bapa, tambahkanlah semangat kemurahan hati sehingga hadir dan ada kami dapat menjadi penyalur kahadiran-Mu, terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan perhatian, bagi yang lanjut usia, dan sakit. Amin.

 

Pengutusan

Menerima dan mengasihi sesama bruder (frater) dengan tulus.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Br. August, Sedayu:

  1. Br. Antonius Kurniawan Romy S.
  2. Br. Yustinus Wahyu Bintarto
  3. Br. Krisologus Pusrayan Dono
  4. Br. Aloysius Riyanto

 

Minggu, 16 Maret, Lukas 9: 28b-36

    1. Minggu Prapaskah II

Trasformasi

 

Petrus berkata kepada-Nya, "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan sekarang tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia." (Luk. 9: 33).

 

Yesus membawa ketiga murid-Nya, Petrus, Yohanes, dan Yakobus ke Gunung Tabor. Di sana Yesus berdoa dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan (Luk 9:29). Bersama-Nya ada Nabi Elia, dan Musa tokoh penting dalam Kitab Suci. Peristiwa ini biasa kita kenal dengan peristiwa Transfigurasi. Transfigurasi berasal dari bahasa Latin, “Transfiguratio” atau bisa diartikan “perubahan bentuk atau transformasi”.

 

Yesus bertransformasi di hadapan para murid-Nya. Transformasi Yesus ini menunjukkan sisi keilahian-Nya. Suara dari langit menegaskannya dengan berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.(ay. 35). Para murid menjadi semakin memahami Yesus yang mereka ikuti dan memperkuat iman mereka berhadapan dengan berita kematian-Nya. Peristiwa ini juga menjadi persiapan bagi para murid untuk berani berhadapan dengan penderitaan sebagai murid-murid Yesus. Seperti halnya para murid yang bersyukur dan berbahagia boleh mengalami peristiwa transfigurasi. Kita juga diajak untuk bersyukur sebagai pengikut Kristus, yang berani menjadi pewarta dalam hidup sehari-hari, di komunitas, tempat kerasulan, dan di manapun kita berada.

 

“Yesus mewahyukan kepada kita citra manusia yang memenuhi kehendak Allah secara sempurna. Oleh karena itu, menjadi manusia yang baik, menjadi manusia yang lebih baik, berarti berkembang ke arah Yesus, semakin menyerupai Yesus; menimba kehidupan dari hidup-Nya; menjadikan Kabar Gembira Kerajaan Allah pesan bagi kita sendiri.” (Konst. FIC art. 4).

 

Refleksi

Bagaimana pengenalanku terhadap Yesus? Transformasi hidup seperti apa yang hendak aku lakukan sebagai pengikut Kristus?

 

Doa (Bersama)

Ya Bapa, kami bersyukur dan berbahagia boleh ikut mengalami peristiwa Transfigurasi Putra-Mu, Yesus Kristus. Bukalah hati kami untuk semakin mengenal Yesus Kristus, Putra-Mu dan berani untuk menjadi saksi Kristus. Amin.

 

Pengutusan

Berkembang ke arah Yesus dengan mengusahakan perubahan dalam diri menuju yang lebih baik..

 

Berdoa khusus bagi:

 

Komunitas Novisiat Kanonik, Muntilan:

  1. Br. Antonius Karyadi
  2. Fr. Herman Afrizal Sihombing
  3. Fr. Remigio Cuil
  4. Fr. Justinus Coa

 

Komunitas Novisiat Lanjutan, Muntilan:

  1. Fr. Laurensius Gde Gunawan Subrata
  2. Fr. Philipus Aji Sapto Wibowo 

 

Senin, 17 Maret, Lukas 6: 36-38

 

Sebab Akibat

 

Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati. Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. (Luk. 6: 36—37).

 

Bacaan Injil hari ini, Yesus mengajarkan kemurahhatian, seperti Bapa yang lebih dulu murah hati. Di dunia ini dikenal adanya hukum sebab akibat. Kalau kita menghakimi orang dengan semena-mena. Bukan tidak mungkin pada saatnya kita juga bisa mengalami hal serupa. Begitu juga kalau kita buru-buru menghukum dan mengucilkan sesama kita, suatu saat bukan tidak mungkin itu akan menimpa hidup kita.

 

Hukum sebab akibat juga berlaku dalam kebaikan. Seorang guru di suatu sekolah pernah berkata demikian, “Saya berbuat baik bukan semata-mata untuk diri. Saya meyakini, perbuatan baik yang saya lakukan pada saatnya akan kembali pada saya, tetapi lebih dari pada itu, kebaikan itu juga akan dirasakan oleh anak, cucu saya.” Sekali lagi hari ini Yesus mengajarkan kita untuk menerapkan hukum kasih dengan berbuat baik. Dengan demikian, kita yakin  dan percaya, Bapa yang di surga, akan melihat kebaikan yang kita lakukan.

 

“Sebagai bruder, kita menyadari bahwa kita dipanggil dan diutus untuk ikut serta dalam karya Yesus. Ia berkeliling sambil berbuat baik. Ia memberikan kesaksian mengenai kebenaran. Ia datang untuk melayani. Ia datang untuk menyelamatkan, dan la membawa amanat yang” (Konst. FIC art. 15).

      

Refleksi

Bagaimana saya mengusahakan Hukum Kasih dalam hidup sehari-hari? Apa tantangan untuk bermurah hati dan berbuat baik?

 

Doa (Bersama)

Ya Tuhan Allah, ajarlah aku untuk lebih suka menghibur daripada dihibur; mengerti daripada dimengerti; mengasihi daripada dikasihi; sebab dengan memberi kita menerima; dengan mengampuni kita diampuni, dan dengan mati suci kita dilahirkan ke dalam Hidup Kekal. Amin.

 

Pengutusan

Berbuat baik seperti teladan Yesus.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Josef Pekerja, Don Bosko, Semarang:

  1. Br. Martinus T. Handoko
  2. Br. Thomas Didimus Sumaryadi
  3. Br. Yohanes Sudaryono
  4. Br. Theodorus Suwariyanto
  5. Br. Michael Sidharta Susila
  6. Br. Albertus Suwarto
  7. Br. Laurentius Baharu
  8. Br. Thomas Nova Wibisono

 

Selasa, 18 Maret, Matius 23: 1—12

 

Pelayan

 

Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendah-kan diri, ia akan ditinggikan. (Luk 23:10—12).

 

Yesus mengkritik kemunafikan orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Mereka menempatkan diri sebagai pemimpin Jemaat yang seolah-olah harus mendapatkan penghormatan. Mereka menaruh beban yang berat kepada Jemaat, tetapi tidak mau menyentuhnya. Tali sembahyang dan jumbai yang panjang, menjadi identitas palsu demi mendapat pengakuan.

 

Sikap-sikap seperti orang Farisi perlu menjadi kewaspadaan bagi kita Kaum Hidup Bakti. Jangan sampai status sebagai bruder/frater menjadi identitas palsu untuk mendapatkan pengakuan, dan peng-hormatan.

 

Yesus mengajarkan barang siapa ingin menjadi terbesar di antara kamu, hendaklah menjadi pelayanmu (Luk 23:11). Siapa saja meninggikan diri, akan direndahkan, dan siapa saja yang merendahkan diri, ia akan ditinggikan (Luk 23:1112). Untuk itu kita diajak untuk mengaktualisasikan diri sesuai tujuan utama kita menjadi bruder, yaitu, untuk rnembentuk suatu persekutuan kerasulan dan persaudaraan religius. Dalam persekutuan yang erat dengan Yesus Kristus, dengan sesama bruder, dan dengan sesama manusia, kita mengabdi-kan diri kepada pertumbuhan terus-menerus Kerajaan Allah di dalam diri kita, di dalam persekutuan kita, di dalam Gereja, dan di dalam dunia tempat kita hidup. (Konst. FIC  Refleksi Dasan).

 

Refleksi

Sudahkah aku menjadi pelayan Kristus? Apa tantangan untuk menjadi pelayan yang rendah hati?

 

Doa (Bersama)

Tuhan Yesus Kristus, terimakasih Engkau telah mengingatkan kami akan pentingnya kerendahan hati sebagai seorang pelayan. Ajarilah kami untuk bisa menjadi pelayan seperti yang Engkau teladankan. Bukalah hari kami, agar dalam hidup dan panggilan ini, senantiasa terarah kepada-Mu. Amin.

 

Pengutusan

Menjadi pelayan Kristus dalam hidup panggilan dan perutusan.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas “Wisma Bernardus”, Don Bosko, Semarang:

  1. Br. Venantius Sartana
  2. Br. Nicolas Budihardja
  3. Br. Berchmans Nyotoharjo
  4. Br. Anton Hadiwardaya
  5. Br. Antonius Paryanta
  6. Br. Albertus Slamet
  7. Br. Agustinus Giwal Santoso
  8. Br. Martinus Hans Gendut Suwardi
  9. Br. Gregorius Suhadi
  10. Br. Agustinus Suparno
  11. Br. Gembira Fransiskus Simbolon

Rabu, 19 Maret, Lukas 2: 41—51a

Hari Raya St. Yosef, Suami SP. Maria

Yosef, Ayah Yesus

 

Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya, "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau" Jawab-Nya kepada mereka, "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?". (Luk 2:48—49).

 

Hari ini, Gereja merayakan Hari Raya St. Yosef, suami Santa Perawan Maria. St. Yosef mendapat tempat istimewa dalam Gereja Katolik. Banyak Paroki, Tarekat, Stasi, Kapel, dan sekolah-sekolah yang berpelindung St. Yosef. Bahkan pada tanggal 8 Desember 2020. Gereja secara khusus memperingati 150 Tahun Pemakluman St. Yosef sebagai Pelindung Gereja Semesta dengan mengeluarkan Surat Apostolik yang berjudul “Patris Corde”.

 

Patris Corde menyebutkan 7 keutamaan St. Yosef. Pertama, seorang bapak yang dikasihi. Ia sosok ayah yang dikasihi oleh Yesus dan Maria. Kedua, bapak yang lemah lembut dan penuh kasih. Ketiga, pribadi yang taat kepada kehendak Allah. Ia taat akan perintah Allah yang diterimanya melalui mimpi. Ia tidak banyak bicara dan melaksanakannya. Keempat, Keberanian Kreatif. Ia mengubah tantangan dan kesulitan menjadi peluang dengan iman dalam penyelenggaraan ilahi. Kelima, bapak yang bekerja. St. Yosef juga digambarkan sebagai pekerja keras. Sekali lagi ia tidak banyak bicara, tetapi tetap bertanggungjawab terhadap kehidupan keluarganya. Ketujuh, bapak dalam bayang-bayang. St. Yosef di hadapan Yesus adalah bayang-bayang dunia akan Bapa Surgawi yang : menjaga-Nya, melindungi-Nya, tidak pernah meninggalkan-Nya untuk mengikuti langkah-langkah-Nya.

 

Seperti St. Yosef yang bersedia ikut ambil bagian dalam Karya Allah, sebagai bruder/frater kita juga diajak siap sedia tanpa pamrih dan mengabdikan diri sepenuhnya di mana saja kita dibutuhkan dan dengan cara yang sesuai. (Konst. FIC art. 22).

 

Refleksi

Sebagai bruder/frater apa keterlibatanku dalam karya Allah di komunitas dan tempat kerasulan? apa tantangan dan solusi dalam memecahkan permasalahan yang ada sehingga menjadi peluang?

 

Doa (Bersama)

Salam Yusuf, pria yang tulus, mempelai murni Maria, ayah Mesias keturunan Daud. Engkau, pelindung Gereja semesta, lindungilah keluarga-keluarga kami dalam damai dan rahmat ilahi, dan dampingilah kami pada waktu kami mati. Amin.

 

Pengutusan

Siap sedia seperti St. Yosef.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Servatius, Kampung Sawah,

Bekasi:

1)  Br. Yosef Anton Utmiyadi

2)  Br. Christianus Eko Wahyudi

Kamis, 20 Maret, Lukas 16: 19—31

Solidaritas

 

Kemudian matilah orang miskin itu, lalu dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham. Orang kaya itu juga mati, lalu dikubur. Dan sementara ia menderita sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. (Luk 16:22—23).

 

Injil hari ini mengisahkan seorang tokoh bernama Lazarus. Ia adalah pengemis. Ia mengalami aneka penderitaan. Sedangkan orang kaya yang diceritakan dalam kisah ini hidup dalam kemewahan, tetapi kurang memiliki belas kasih kepada sesama. Akhir hidupnya,. Lazarus yang selalu menderita, mendapat penghiburan dan anugerah bisa bersama Abraham. Sebaliknya, orang kaya itu mengalami penderitaan dan kesengsaraan di alam maut.

 

Melalui Injil hari ini, kita diingatkan untuk memberi perhatian kepada sesama yang membutuhkan. Hal ini juga ditegaskan dalam Keputusan Kapitel Indonesia 2024-2030 dengan dibentuknya Komite Solidaritas. Harapannya dengan adanya Komite ini, para bruder dan frater semakin terlibat ikut ambil bagian dalam perhatian kepada yang membutuhkan. Kecuali perhatian berbentuk materi, juga bisa diberikan melalui sapaan, dan pelayanan kita. Melalui Prasetia Kemiskinan, “Kita   menggantungkan diri kepada kongregasi dan kepada penguasa kongregasi dalam penggunaan serta pengaturan uang dan harta milik. (k) Dalam semangat itulah pola hidup kita sebagai pribadi dan sebagai persekutuan akan berupa pola hidup ugahari. Dalam semangat itulah kita memiliki suatu perhatian istimewa terhadap yang miskin dan yang berkekurangan dalam hal harta dan uang. (Konst. FIC art. 89)

 

Refleksi

Bagaimana caraku untuk bersolidaritas dengan mereka yang membutuhkan?

 

 

 

Doa (Bersama)

Allah, Bapa yang penuh kasih. Kami bersyukur atas segala berkat-Mu dalam hidup kami. Engkau telah meng-anugerahkannya dengan cuma-cuma. Ajarlah kami untuk juga memberi dengan Cuma-Cuma kepada mereka yang ada di sekitar kami. Amin.

 

Pengutusan

Semakin meneladan Yesus yang memberi perhatian kepada mereka yang miskin.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Santo Fransiskus Xaverius, Yogyakarta:

  1. Br. Petrus Heru Nugroho
  2. Br. Agustinus Marjito
  3. Br. Damasus Agung Marwilistyo
  4. Br. Titus Totok Trinugroho
  5. Br. Yustinus Tri Haryadi
  6. Br. Andreas Andri Anggun Pah
  7. Br. Hieronymus Wisnumurti Rahadyan
  8. Br. Deniz Lopes de Araujo
  9. Fr. David Juliawan Ndruru, OFMCap.
  10. Fr. Kaspar Indar Cahyadi W., OFMCap

 

Jumat, 21 Maret, Matius 21: 33-43, 45-46

 

Merampas Kemuliaan Tuhan

 

Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani.Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain, “Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita.” (Mat. 21:37—38).

 

Injil hari ini mengisahkan seorang tuan tanah yang menyewakan kebun anggur kepada penggarap-penggarap. Ketika tuan itu megirim hamba-hambanya untuk mengambil hasil bagianya, hamba-hamba itu dianiaya dan dibunuh oleh para penggarap. Bahkan ketika anaknya, ahli warisnya, yang diutus untuk mengambil hasil bagiannya itu pun dibunuh. Para penggarap menginginkan kebun anggur menjadi miliknya dengan merampas hak waris. Semestinya  penggarap itu membagi hasil kebun anggur sesuai dengan perjanjiaanya.

Kita dipanggil untuk mewartakan Kerajaan Allah. Allah telah mempersiapkan lahan kebun anggur yaitu tempat kita ditugaskan oleh Kongregasi. Kita bisa seperti imam-imam kepala dan orang-orang Farisi yang merampas hak waris dari Allah Bapa yaitu kemuliaan Allah Putra, dengan mencari kemuliaan pribadi, seperti kepuasan dan popularitas pribadi. Kemuliaan nama Tuhan Yesus kita rampas untuk dinikmati sendiri. Semoga kita menjadi penggarap kebun  anggur yang baik. Kita bekerja sesuai dengan janji kesetiaan kita. Kita bekerja sesuai dengan visi dan misi kongregasi yang terwujud dalam visi misi unit karya tempat kita ditugaskan.

 

Para Pendiri Kongregasi kita tersemangati oleh kehidupan dan karya cinta kasih  Santo Vincentius de Paul. Mereka kemudian mendorong para bruder untuk mengikuti teladannya.  Hidup menurut semangat Santo Vincentius  bagi kita berarti: - kita menyadari  bahwa tujuan karya kerasulan kita adalah demi kemuliaan nama Tuhan dan pertumbuhan kerajaan-Nya (bandingkan “Project” Mgr. Rutten) (Konst. FIC art. 9).

Refleksi

Adakah dalam melaksanakan tugas kerasulan aku hanya mencari kemuliaan diri sendiri atau memuliakan Allah?

 

Doa (Bersama)

Bapa, Engkau telah memanggil dan mengutus kami untuk mewartakan kerajaan-Mu, dampingilah kami selalu agar kami tidak merampas kemuliaan Putra-Mu dengan mengutamakan kepentingan diri pribadi, mencari popularitas dan kepuasan pribadi. Amin.

 

Pengutusan

Melakukan pengutusan sesuai aturan, visi dan misi unit karya.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Aloysius, Sukaraja:

  1. Br. F.X. Teguh Supono
  2. Br. Ignatius Andri Pratomo
  3. Br. Paulinus

 

Sabtu, 22 Maret,  Lukas 15:1—3,11—32

 

Belas Kasih dan Pengampunan

 

Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya, “Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.” Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. (Luk. 15:18—20)

 

Dari kisah perumpamaan ‘Anak Hilang’. Kita dapat bercermin dari tiga tokoh berikut ini. Pertama, Anak Bungsu yang hilang. Mungkin kita seperti anak bungsu yang telah berfoya-foya memuaskan diri dengan kekayaan yang kita miliki. Misalnya, memboroskan waktu atau tenaga untuk sesuatu yang kurang berguna bagi kesehatan, keselamatan, kesejahteraan atau kebahagiaan sejati.

Kedua, Anak Sulung. Kita merasa diri seperti ‘anak sulung’, nampak setia dan taat dalam bekerja maupun hidup bersama. Namun, sebenarnya yang dicari adalah pujian bahwa dirinya orang yang baik dan hebat. Dia tidak merasa bahwa semuanya itu dapat terjadi karena kasih karunia Allah melalui orang tua atau keluarga dan kongregasi. Ketiga, Bapa yang penuh belas kasih dan pengampunan. Ia dengan gembira hati dan tangan terbuka menyambut anak-Nya yang telah ‘hilang’ .

 

Kita, orang yang beriman pada Yesus Kristus dipanggil untuk menjadi ‘gambar Allah Pengasih dan Pengampun’. Kasih pengampunan merupakan ciri khas hidup iman Kristiani, maka marilah kita hayati dan wartakan kasih pengampunan dalam hidup kita sehari-hari.

 

Kita hendaknya berkali-kali dengan murah hati memberikan pengampunan yang seorang kepada yang lain dan kepada mereka yang telah melukai kita. (h) (Konst. FIC art. 72).

 

 

Refleksi

Manakah dari 3 tokoh kisah anak hilang yang cocok untuk diriku? Apa alasannya?

 

Doa (Bersama)

Bapa, yang penuh belas kasih dan pengampunan, bimbinglah kami agar kami mampu mewartakan kerajaan-Mu dengan bersikap, berkata dan berperilaku kasih, murah hati, mudah mengampuni orang yang bersalah kepada kami dalam kehidupan sehari-hari. Amin.

 

Pengutusan

Bermurah hati, menerima sesama apa adanya.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Yosef, Surakarta:

  1. Br. F.X. Djija Atmadja
  2. Br. Yohanes Sudarman
  3. Br. Paulus Sumarno
  4. Br. Andrias Purwanto
  5. Br Valentinus Daru Setiaji

Minggu, 23 Maret, Lukas 13: 1-9

  1. Hari Minggu Prapaskah III     

Tuhan Sabar Menunggu

 

Jawab orang itu, “Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Luk 13:8—9).

 

Allah Bapa merindukan kita untuk selalu bersama-Nya. Ia begitu mengasihi kita secara pribadi. Ia menempatkan pribadi kita masing-masing di hati-Nya. Dia memperlakukan pribadi kita secara khusus. Kita diumpamakan pohon ara yang yang khusus ditanam di kebun anggur. Selama tiga tahun pohon ara itu dipelihara penuh perhatian, namun sayang  tidak berbuah. Tuan itu kecewa sekali. Dia menyuruh pengurus kebun untuk menebang pohon itu. Namun pengurus kebun itu minta waktu untuk merawatnya dulu dengan harapan setahun lagi pohon itu menghasilkan buah melimpah.

Pengurus kebun yang sabar mau merawat pohon ara itu Tuhan Yesus. Pohon ara yangtidak menghasilkan buah itu adalah manusia, kita semua.  Buah yang ditunggu adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (bdk. Gal. 5:22-23). Kita tidak menghasilkan buah melimpah karena kita dikuasai oleh diri sendiri, egois, eksklusif, tidak terbuka terhadap kehendak Allah. Meskipun demikian kita bersyukur Tuhan Yesus tetap sabar merawat dan menunggu kita untuk bertobat dan menghasilkan buah-buah Roh.

 

Dengan pengingkaran diri dalam ketaatan seturut teladan Yesus, kita ingin mencapai kehidupan manusiawi yang mendalam dan berbuah melimpah. (Konst. FIC art. 80).

 

Refleksi

Bagaimana aku merawat diriku sehingga membuahkan buah-buah Roh?

 

Doa (Bersama)

Bapa, kami tidak mampu mengubah hidup kami sendiri. Kami mohon rahmat-Mu untuk mengatasi kelemahan-kelemahan kami  yang bersumber dari semangat mementingkan diri sendiri, yang terwujud dalam sikap egois, eksklusif dan tidak produktif. Semoga kami semakin bersemangat untuk bertobat dan menghasilkan buah-buah Roh. Amin.

 

Pengutusan

Bertobat dan mewujudkannya dalam perbuatan.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Vincensius a Paulo, Randusari, Semarang:

  1. Br. Yohanes Wiryasumarta
  2. Br. Markus Sugiyanto
  3. Br. Fransiskus Asisi Dwiyatno
  4. Br. Antonius Parjana
  5. Br. Pilipus Sukiran
  6. Br. Yohanes Triwuryanto
  7. Br. Agustinus Marsanto
  8. Br. Markus Sujarwo
  9. Br. Andrias Eko Susanto
  10. Fr. Charles Thomana, Pr

 

 

Senin, 24 Maret, Lukas 4: 24—30

 

Sedih Ditolak Sesama

 

Kata Yesus lagi, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.” (Luk. 4:24).

 

Tuhan Yesus mengajar di Nazaret, tempat Ia dibesarkan. Mulanya orang-orang mengagumi-Nya, namun setelah mereka menyadari akan latar belakang keluarga-Nya, mereka menolak dan tidak menghargai-Nya. Tuhan Yesus tetap tenang, tidak pula merasa gentar. Ia tahu akan tujuan dari pengutusan-Nya di dunia. Hal itu jauh lebih penting daripada penghargaan dan penghormatan manusiawi.

 

Bila kehadiran kita ditolak, tidak dihargai oleh sesama, pasti kita merasa sedih. Kita merasa diri tidak berharga. Kita dapat mengalami depresi karenanya. Namun, kita tidak boleh mundur dan melupakan panggilan kita. Penolakan dapat menjadi sebuah undangan bagi kita untuk berusaha lebih giat lagi. Kita satukan pengalaman ditolak, tidak dihargai, dengan pengalaman Tuhan Yesus yang ditolak di tempat asal-Nya. Tuhan Yesus menyertai kita dan akan membawa kita kepada pelajaran yang berharga. Kita  tetap fokus pada misi dan tujuan pengutusan seperti Tuhan Yesus.

 

Pengalaman ditolak dan tidak dihargai oleh sesama membuat kita sedih, namun Konstitusi kita mengatakan, “Kesedihan yang saling kita timpakan dapat juga menjadikan kita mampu berkembang ke tingkat kemanusiaan yang lebih mendalam, serta lebih erat mempersatukan persaudaraan kita. Meski bagaimana pun, kita bersyukur karena kita dapat bersama-sama mengalami hal-hal yang berharga.(Konst. FIC art. 38).

 

Refleksi

Adakah pengalaman dalam hidupku, aku merasa ditolak oleh sesama di komunitas atau tempat karya? Pelajaran apa yang dapat aku petik dari pengalaman tersebut?

 

 

 

Doa (Bersama)

Tuhan Yesus, Engkau ditolak di tempat asal-Mu, namun Engkau tetap tenang dan tetap menjalankan tugas pengutusan-Mu. Semoga kami pun sabar dan tidak menyerah bila kehadiran kami ditolak dan tidak dihargai sesama. Amin.

 

Pengutusan

Dalam keadaan apa pun, tetap bertekun dan setia dalam tugas pengutusan.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Petrus Canisius, Muntilan: 

  1. Br. Yohanes Guido Sukarman 
  2. Br. Petrus Ponidi
  3. Br. Edmundus Sukapdi
  4. Br. Simon Andrus Briyanto
  5. Br. Robertus Ari Yunanto
  6. Br. Thomas Aquinas Prastianto

 

Komunitas SMA van Lith, Muntilan:

  1. Br. Yohanes Bosko Purwanto
  2. Br. Yusup Kuncoro Bowo S.
  3. Br. Hendrikus Ari Handoko
  4. Br. F.X. Kuswara Widigdo

Selasa, 25 Maret, Lukas 1: 26—38

 

Sikap Iman

 

Kata Maria kepada malaikat itu, "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Jawab malaikat itu kepadanya, "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Luk. 1: 34—37)

 

Malaikat mengunjungi Maria, menyampai-kan kabar bahwa Maria akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki yang harus diberi nama Yesus  (ay. 31). Mendengar kabar itu Maria sangat terkejut dan bertanya-tanya dalam hatinya. Maria menjawab, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Keraguan Maria itu dijawab malaikat dengan ayat 35 dan 36, dan puncaknya ayat 37, “… bagi Allah tidak ada yang mustahil.”  Allah mahakuasa, sanggup membuat hal yang tidak mungkin bagi manusia, menjadi mungkin bagi-Nya.  Dengan penjelasan malaikat, Maria percaya dan firman-Nya pun digenapi dalam hidupnya.

 

Segala sesuatu menjadi mungkin apabila kita melihat dengan kaca mata iman.  Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya (Mrk. 9:23b). Di segala situasi dan kondisi dalam hidup ini marilah kita belajar memiliki sikap iman seperti Maria yang percaya kepada Tuhan dan memiliki penyerahan penuh kepada-Nya.

 

Iman adalah keajaiban yang mengagum-kan, mencakup misteri kehidupan kita yang terdalam. Iman adalah keberanian untuk hidup bersama dengan misteri itu. (Konst. FIC art. 54).

 

Refleksi

Sejauh mana sikap imanku ketika aku menghadapi persoalan yang terasa tidak masuk akal, atau di kuar batas kemampuanku?

 

Doa (Bersama)

Tuhan tambahlah iman kami, agar kami semakin mampu melihat segala peristiwa hidup ini adalah penyelenggaraan-Mu. Betapa pun kecilnya peristiwa itu sebagai jalan dan sarana keselaman kami. Amin.

 

Pengutusan

Melihat segala peristiwa dengan kaca mata iman.

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Fransiskus Asisi, Tumbang Titi:

  1. Br. Agustinus Agusono
  2. Br. Yohanes Baptista Suranto
  3. Br. F.A. Dendi Setiawan
  4. Br. Gregorius Anggara Tadon

Rabu, 26 Maret, Matius 5:17—19

 

Injil Yesus Hukum Tertinggi

 

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi.” (Matius 5:17—18).

 

Hukum Taurat dan kitab para nabi, seperangkat aturan moral dan peribadatan, tidak dihapuskan oleh Yesus, karena Perjanjian Baru adalah puncak dan penggenapan Perjanjian Lama.

 

Ajaran moral dalam Perjanjian Lama adalah hukum-hukum yang terutama bersumber dari akal budi manusia. Masuk akal bahwa seseorang tidak boleh membunuh, mencuri, berzinah, berbohong, dll. Masuk akal juga bahwa Tuhan harus dihormati dan dihargai. Sepuluh Perintah Allah dan hukum-hukum moral lainnya masih berlaku sampai sekarang. Tetapi Yesus membawa kita lebih jauh lagi. Dia tidak hanya memanggil kita untuk masuk lebih dalam lagi dalam menaati perintah-perintah ini. Dia juga menjanjikan anugerah kasih karunia sehingga perintah-perintah itu dapat digenapi. Dengan demikian, “Jangan membunuh” diperdalam menjadi persyaratan pengampunan yang lengkap dan total bagi mereka yang menganiaya kita. Kasih karunia diperlukan untuk memahami dan memenuhi panggilan untuk mengikut Kristus, karena akal budi manusia saja tidak cukup.  

 

Refleksi

Allah memanggil Anda untuk menjadi sempurna. Masuk akalkah panggilan itu bagi Anda? Dengan menerima Injil Yesus Kristus sebagai pedoman hidup kita yang terutama dan tertinggi, kita berjanji untuk menghayati hidup kerasulan bersama dengan sesama bruder, dalam semangat Yesus, dan sesuai dengan Konstitusi kongregasi kita. (Konst FIC art 108).

 

 

Doa (Bersama)

Yesus yang maha tinggi, Engkau telah memanggil kami ke ketinggian kekudusan yang baru. Engkau telah memanggil kami kepada kesempurnaan. Terangilah pikiran kami, ya Tuhan, agar kami dapat memahami panggilan yang agung ini dan curahkanlah kasih karunia-Mu, sehingga kami dapat merangkul tugas moral kami sepenuhnya. Amin.

 

Pengutusan

Berdoalah agar kasih karunia membanjiri nalar manusiawi Anda, yang memungkin-kan Anda untuk memahami panggilan agung Anda untuk menjadi sempurna.

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Tanjung, Kalimantan Barat:

  1. Br. Petrus Sutimin
  2. Br. Kristoforus Sangsung
  3. Br. Yohanis Ari Apelabi
  4. Br. Yohanes Sarwono

Kamis, 27 Maret, Lukas 11:14—23   

Kehadiran Kerajaan Allah

 

“Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.” (Luk. 11:20)

 

Kehadiran Kerajaan Allah dapat mewujud dalam berbagai cara, seperti yang ditunjukkan dalam kisah Injil tentang Yesus yang mengusir setan orang bisu. Orang bisu itu berbicara, menyebabkan ketakjuban dan pertumbuhan iman, tetapi ada juga yang mengubahnya menjadi tidak rasional.

 

Beberapa orang melihat tindakan Yesus mengusir setan, tetapi tidak menerima kuasa ilahi-Nya. Mereka percaya bahwa Yesus melakukannya dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan. Mereka tidak dapat menyangkal fakta bahwa Yesus mengusir setan. Namun mereka tidak mau menerima keilahian-Nya, sehingga mereka menyimpulkan bahwa tindakan Yesus itu dilakukan oleh kuasa setan.

 

Hati yang membatu, yang menolak untuk merespon dengan iman dalam menyaksi-kan kuasa Allah, dapat menimbulkan reaksi yang keras, marah, dan tidak rasional ketika Kerajaan Allah datang kepada mereka. Bentuk reaksi seperti ini lazim terjadi di dunia sekuler, yang menyebabkan kebingungan dan kekacauan.

 

Penolakan terhadap Kerajaan Allah terlihat jelas bagi mereka yang memiliki mata yang jernih, sementara mereka yang memiliki iman menemukan pesan Injil yang menyegarkan. Ketika Kerajaan Allah datang, mereka mendapatkan energi, inspirasi, dan dorongan untuk memajukan-nya, mengatasi irasionalitas dan merangkul kebenaran murni dari Allah.

 

Refleksi

Renungkanlah dalam hati Anda, dan kenali setiap ajaran Kristus yang mungkin Anda tolak. Apakah ada suatu kebenaran yang perlu Anda dengar dalam kehidupan pribadi Anda yang membuat Anda sulit untuk terbuka?

 

Doa (Bersama)

Raja yang mulia, Engkau mahakuasa dan memiliki otoritas penuh atas segala sesuatu. Datanglah dan terapkanlah otoritas-Mu dalam hidup kami. Datang dan dirikanlah Kerajaan-Mu. Semoga hati kami selalu terbuka kepada-Mu dan kepada tuntunan yang Engkau berikan.  Amin.

Pengutusan

Berdoalah agar Kerajaan Allah datang kepada Anda setiap hari dan meneguhkan kehadirannya di dunia. Kristus memanggil kita untuk membaktikan diri kita bagi datangnya Kerajaan Allah, yaitu kerajaan “kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus”. (Konst FIC art. 5).

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas St. Aloysius, Pemalang:

  1. Br. Christoforus Sukarman
  2. Br. Valentinus Naryo

 

Jumat, 28 Maret, Markus 12:28b—34

 

Total Mengasihi

 

Jawab Yesus, "Hukum yang terutama ialah Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. (Mrk. 12:29—30).

 

Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita, meskipun kita tetap dapat memilih mencintai hal-hal lain.

 

Kebenarannya adalah bahwa satu-satunya cara untuk mengasihi orang lain, dan bahkan mengasihi diri kita sendiri, adalah dengan memilih untuk mengasihi Tuhan dengan segenap diri kita. Tuhan harus menjadi satu-satunya fokus kasih kita. Namun yang menakjubkan adalah semakin kita melakukan hal ini, semakin kita menyadari bahwa kasih yang kita miliki dalam hidup kita adalah jenis kasih yang meluap dan melimpah ruah. Dan kasih Allah yang melimpah inilah yang kemudian dicurahkan kepada orang lain.

 

Refleksi

Renungkanlah hari ini perintah Tuhan kita yang indah ini. Perintah itu adalah perintah kasih, dan perintah itu diberikan kepada kita bukan hanya untuk kepentingan Allah tetapi juga untuk kepentingan kita. Allah ingin memenuhi kita sampai pada titik kasih yang melimpah.

 

Doa (Bersama)

Tuhan kami yang penuh kasih, kasih-Mu kepada kami tak terbatas dan sempurna dalam segala hal.  Semoga kami dapat belajar untuk mengasihi Engkau dengan segenap jiwa raga, tidak menahan sesuatu pun, dan setiap hari bertumbuh semakin dalam di dalam kasih-Mu. Selagi kami bertumbuh dalam kasih tersebut, kami bersyukur kepada-Mu atas melimpahnya kasih itu, dan kami berdoa agar kasih-Mu ini mengalir ke dalam hati orang-orang di sekeliling kami.  Amin.

 

Pengutusan

Mengharuskan diri untuk hanya memilih secara total mengasihi Allah, dan bukan yang lebih rendah. Sebagai bruder dalam kongregasi ini, kita sepenuhnya membakti-kan diri demi pelayanan kepada Allah dan demi pelayanan kepada kedatangan Kerajaan-Nya. Dalam kasih, kita membaktikan diri kita kepada Dia yang penuh kasih. (Konst FIC art. 76).

 

Berdoa khusus bagi:

Komunitas Ainaro, Timor Leste:

  1. Br. Blasius Supriyantoro
  2. Br. Jose Maria de Araujo Barreiro

 

Komunitas Bedois, Dili, Timor Leste:

  1. Br. Bonaventura  Zeca M.S.
  2. Br. Arcancio Amaral

 

Sabtu, 29 Maret, Lukas 18:9—14

 

Dibenarkan Oleh Belas Kasih

 

Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini, "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.” (Luk. 18:9-10).

 

Perumpamaan tentang orang Farisi dan Pemungut cukai menggambarkan kontras antara doa yang tidak jujur dan doa yang tulus di Bait Allah. Yesus menyatakan bahwa mereka yang meninggikan diri akan direndahkan, sementara mereka yang merendahkan diri akan ditinggikan.

 

Kerendahan hati yang sejati mensyaratkan kejujuran, yang sering kali tidak ada dalam kehidupan kita. Doa yang benar, seperti yang diungkapkan oleh pemungut cukai, haruslah jujur dan rendah hati, yang bertujuan untuk mendapatkan belas kasihan Allah.

Mengakui diri berdosa akan lebih mudah ketika kita memahami belas kasihan Tuhan dan kerinduan-Nya akan pengampunan dan pendamaian. Pemahaman ini menuntun kita kepada kerinduan yang lebih dalam untuk merendahkan diri di hadapan-Nya.

 

Refleksi

Renungkanlah pergumulan Anda saat ini dan dosa-dosa Anda di masa lalu, beranikan diri untuk mengakui dan menghadapinya dengan jujur. Kerendahan hati yang jujur akan membawa Anda kepada kebebasan dan pembenaran di hadapan Allah.

 

Doa (Bersama)

Tuhanku yang penuh belas kasih, kami bersyukur kepada-Mu karena telah mengasihi kami dengan kasih yang sempurna. Tolonglah kami untuk melihat dosa kami dengan jujur dan mampukanlah kami kembali kepada-Mu agar dibenarkan di hadapan-Mu. Yesus, kami percaya kepada-Mui.  Amin.

 

 

Pengutusan

Menghayati Masa Prapaskah yang adalah waktu yang sangat penting untuk memeriksa hati nurani dan membuat resolusi baru untuk masa depan. Merenungkan dosa secara jujur, dan berdoa memohon belas kasihan. “… kita memberikan perhatian terhadap pemerik-saan batin, terhadap perayaan-perayaan yang mengutamakan pengakuan kesalah-an (dosa) dan kesediaan untuk melaksana-kan tobat; … “ (Konst. FIC art. 72)

 

Berdoa khusus bagi:

Bruder Dewan Provinsi Indonesia

  1. Br. Agustinus Giwal Santoso

– Pemimpin Provinsi

  1. Br. Martinus Hans Gendut S.

– Wakil Pemimpin Provinsi

  1. Br. Petrus Anjar Tri Hartono 

– Anggota Dewan

  1. Br. FA Galih Sih Hartanta

– Anggota Dewan

  1. Br. Albertus Suwarto

– Anggota Dewan

 

 

MINGGU, 30 Maret, Lukas15:1—3,11—32

 

Mencari yang Hilang

 

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa biasanya datang kepada Yesus untuk mendengarkan Dia. Maka bersungut-sungutlah orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, katanya, "Ia menerima orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan mereka." (Luk. 15:1—3).

 

Kutipan di atas mengantar tiga per-umpamaan tentang pemungut cukai dan orang berdosa yang mendengarkan Yesus. Yesus bicara tentang menemukan sesuatu yang hilang: domba, uang logam dan seorang anak laki-laki yang tidak meng-hormati ayahnya, mengambil warisannya, dan berakhir dengan tidak memiliki apa-apa. Anak itu bingung, merasa bersalah, malu, menyesal. Ia pulang, disambut dengan pesta besar.

 

Refleksi

Para pemungut cukai dan orang-orang berdosa yang datang mendekat kepada Tuhan adalah orang-orang yang lapar secara rohani, sama seperti anak yang hilang itu. Mereka memiliki masa lalu yang penuh dengan penyesalan. Mereka tidak puas dalam hidup dan mencari jalan keluar, sama seperti anak dari bapa yang penuh kasih ini. Karenanya mereka datang kepada Yesus, terpesona oleh semua perumpamaan yang Yesus ajarkan. Mereka dipenuhi dengan harapan bahwa mereka juga dapat memperoleh sukacita yang dengan murah hati Bapa anugerahkan kepada anak yang tersesat ini. Kita selalu dapat menyerahkan harapan kita kepada-Nya, bahkan juga pada saat-saat suara hati kita mempersalahkan kita. (Konst FIC art. 73).

 

Doa (Bersama)

Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang, para pemungut cukai dan orang-orang berdosa tertarik kepada-Mu. Mereka menemukan di dalam Engkau pribadi yang dapat membebaskan mereka dari beban yang mereka pikul di dalam diri mereka. Tolonglah kami untuk melihat diri kami sebagai salah satu dari jiwa-jiwa yang rendah hati yang membutuhkan belas kasihan-Mu. Kami menolak kesombongan kami yang membawa kami kepada pembenaran diri; kami memohon kerendahan hati agar kami dapat datang kepada-Mu dan menyenangkan hati Bapa di surga. Amin.

Pengutusan

Menolak godaan untuk bersikap seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terhadap orang berdosa, alih-alih menempatkan diri sebagai orang berdosa.

 

Berdoa khusus bagi:

Bruder Dewan Umum

  1. Br. Agustine Kupdaar

– Pemimpin Umum

  1. Br. Michael Sidharta S.

– Wakil Pemimpin Umum

  1. Br. Raphael Besigrinee

– Anggota Dewan

  1. Br. Agustinus Marjito

– Anggota Dewan

 

 

Senin, 31 Maret, Yohanes 4:43—54

 

Iman yang Menghidupkan

 

Kata Yesus, “Pergilah, anakmu hidup!’ Orang itu percaya akan perkataan yang dikatakan Yesus kepadanya, lalu pergi. Ketika ia masih di tengah jalan hamba-hambanya telah datang kepadanya dengan kabar, bahwa anaknya hidup. (Yoh 4:50—51)

 

Yesus menyembuhkan anak pejabat kerajaan yang sakit, yang membuat seluruh anggota keluarganya menjadi percaya. Beberapa orang baru menjadi percaya setelah terjadi mukjizat. Mukjizat-mukjizat Yesus menunjukkan belas kasihan dan kemurahan-Nya yang berlimpah. Iman yang sejati didasarkan pada wahyu batin dari Allah, bukan bukti eksternal seperti mukjizat.

 

Hendaknya kita mengembangkan iman kita tanpa bergantung pada tanda-tanda eksternal seperti mukjizat. Iman tumbuh dan berkembang karena rahmat Allah. Percaya akan Allah berarti – dalam arti yang sedalam-dalamnya – kita berani menyerah tanpa syarat kepada-Nya. (Konst FIC art. 54).

 

Refleksi

Ketika aku mengalami kesulitan dalam hidup ini, apakah aku tetap mengasihi Allah dan melayani Dia?

 

Doa (Bersama)

Tuhan Yesus, tolonglah kami untuk selalu percaya kepada-Mu baik di saat-saat yang baik maupun di saat-saat yang sulit, sebab Engkaulah penyelamat hidup kami. Amin.

 

Pengutusan

Mengembangkan iman yang sejati setiap saat dan dalam setiap keadaan.

 

 

Berdoa khusus bagi:

  • Para Bruder dan keluarga kita yang sedang mengalami sakit dan kesulitan dalam hidup mereka.