Kisah Kedatangan Bruder FIC di Tanah Misi Nusantara 1920

Kisah Kedatangan Bruder FIC di Tanah Misi Nusantara 1920

“Kalau Bruder menunggu sampai ada tanda dari surga, maka sudah ada. Tanpa Bruder kami tidak dapat melanjutkan misi di Jawa,” demikian pernyataan Pastor Hoeberechts, Superior Misi, dalam suratnya kepada Br. Bertholdus. Isi surat tersebut sungguh menggerakkan hati Br. Bertholdus beserta anggota Dewan Umum Kongregasi, sehingga “Setelah berdoa dengan hati bernyala, setelah meminta perantaraan Pelindung kita yang berkuasa, setelah memohon penerangan Roh Kudus, dan sesudah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh manfaat-mudaratnya, Dewan Umum berpendapat bahwa Allah yang Baik memanggil kongregasi kita untuk ikut serta secara aktif dalam karya Misi.”

Dengan pernyataan tersebut,  Br. Bertholdus,  Pemimpin Kongregasi, mengumumkan pada tanggal 24 Desember 1919 bahwa telah diputuskan untuk mendirikan rumah karya di daerah misi. Bahwa Jawalah yang dipilih, hal itu dijelaskan karena “Serikat Jesuslah yang mula-mula sekali mengajukan permohonan semacam itu kepada kami, yaitu dalam tahun 1883 dan terdorong oleh rasa syukur karena banyaknya jasa yang tak ternilai yang disumbangkan oleh para Jesuit kepada biara induk dan banyak biara bawahan.”

Tanggal 20 Januari 1920 Dewan Umum memberitakan detil-detil lebih banyak mengenai karya baru itu. Yang baik maupun yang buruk, yang pro maupun yang kontra semua digambarkan. Akhirnya dibuka kesempatan bagi para bruder untuk mendaftarkan diri sebagai misionaris sebelum tanggal 1 Maret 1920. Ada 113 dari 350 bruder yang mendaftarkan diri. Kabar bahwa lima orang Bruder August, Lebuinus, Eufrasius, Constantius, dan Ivo telah dipilih untuk berangkat ke Jawa dalam bulan Agustus telah memeriahkan pesta Paskah 1920.

Kongregasi FIC menjadi serikat biarawan pertama yang secara jelas dan khusus datang untuk berkarya di tengah-tengah orang Jawa.

Keberangkatan para Bruder FIC sebagai misionaris pertama di Jawa diwarnai dengan semangat dan kegembiraan. Suasana demikian ini di satu sisi merupakan dukungan dari para saudara sekongregasi,  di  sisi  lain  semangat  dan kegembiraan  bagi para bruder yang mau berangkat merupakan wujud optimisme untuk berkarya di daerah misi. Jiwa misioner merupakan semangat yang dihidupi oleh para anggota Kongregasi FIC.

Perayaan perpisahan untuk menghormati mereka yang akan berangkat untuk berkarya selama sepuluh tahun di Jawa diselenggarakan di banyak bruderan pada bulan Juni dan Juli 1920. Pada hari Minggu 8 Agustus 1920, sesudah Misa Agung di kapel induk biara De Beyart Maastricht, Br. August dilantik sebagai overste rumah Santo Fransiskus Xaverius di Yogyakarta. Kemudian pada tanggal 14 Agustus para misionaris pertama tersebut naik kapal Wilis di Rotterdam, menuju Batavia, ibukota Hindia- Belanda. Tanggal 19 September mereka sampai di Tanjung Priok.

Pastor van Lith hadir di pelabuhan untuk menyambut dan memberikan ucapan “selamat datang”. Itu sungguh merupakan peristiwa penuh makna, memperlihatkan betapa kedatangan mereka amat dinantikan. Mereka diajak menuju pastoran gereja Katedral di Batavia untuk menginap. Kelima Bruder FIC merasa tak ingin berlama-lama sebagai tamu di tempat itu, maka memutuskan untuk segera melan- jutkan perjalanan ke Jawa Tengah.

Pada hari Senin pagi tanggal 20 September, mereka naik kereta api menuju Yogyakarta, ibu kota kesultanan. Sore hari mereka sampai di stasiun Yogyakarta dan dijemput oleh Superior Misi, Pastor Hoeberechts. Seorang Pastor Jesuit bersama lima orang Bruder FIC yang berjubah hitam (jubah putih baru akan dipakai dalam tahun-tahun 30-an) segera menuju pastoran Kampemenstraat. Di situ mereka bertemu antara lain dengan Pastor van Driessche. Mereka disambut dengan sangat sederhana, tanpa pidato, tanpa nyanyian. Setelah sebentar bercakap-cakap dengan para pastor, mereka diantar ke rumah yang sudah dibeli dan disediakan bagi mereka. Letaknya di belakang rumah perwira tentara Belanda, kira-kira 20 meter dari pastoran dengan melewati lorong sempit. Rumah tersebut adalah bekas kantor pabrik besi yang sudah usang. Meski kurang sesuai harapan, mereka berlima mendiaminya selama beberapa tahun.

Letak rumah yang sangat dekat keraton dan benteng Vredeburg, yang dinamakan Kidul Loji, artinya: sebelah selatan benteng, sangat membantu para bruder mengenal budaya keraton khususnya dan budaya Jawa pada umumnya.”