Ditingkahi Roh Jahat

Ditingkahi Roh Jahat

Setiap usaha dan niat baik itu berharga. Mengapa hal itu berharga? Barangkali karena untuk memperjuangkan usaha dan niat baik itu ada jerih payah yang harus dibayar. Dan seringkali ditingkahi kebimbangan. Seolah ada kekuatan di raga yang sama untuk tidak teguh pada komitmen memerjuangkan usaha dan niat baik itu. Itu juga yang dialami oleh Ludovicus Rutten.

Belum lama Ludovicus Rutten berada di seminari agung di kota Luik, dalam hatinya timbul rasa bimbang. Ludovicus Rutten didera pertanyaan: “Apakah aku sungguh dipanggil menjadi imam? Apakah aku betul-betul dapat berjasa bagi sesama? Tidakkah lebih baik aku menghentikan saja studiku ini?” Pertanyaan-pertanyaan itu tidak saja membuat Rutten bimbang, tetapi juga mengalami kesepian jiwa.

Syukurlah Ludovicus Rutten diselamatkan Allah. Rutten tidak mengikuti kegundahan hatinya. Ia tidak gegabah membuat keputusan. Santo Ignatius Loyola dalam Latihan Rohani untuk pembedaan roh menulis: “Dalam waktu kesepian, jangan sekali-kali membuat perubahan, tetapi teguh dan tetap dalam niat dan keputusan yang dipegang pada hari sebelum kesepian, atau dalam keputusan yang diteguhi selama hiburan rohani sebelum itu. Karena, sebagaimana dalam hiburan roh baik yang memimpin dan memberi petunjuk kepada kita, demikianlah dalam kesepian roh buruk yang menyapa dan menasihati. Mustahillah kita dengan petunjuk-petunjuknya dapat menemukan jalan kea rah keputusan yang benar.”

Allah menyelamatkan Ludovicus Rutten dengan membimbingnya untuk berjumpa dengan bapa pengakuannya. Ludovicus Rutten meminta nasihat kepada bapa pengakuannya. Dari pembicaraannya dengan bapa pengakuannya, Ludovicus Rutten mendapat jawaban supaya jangan takut meneruskan studi yang berat itu.

Bahkan bapa pengakuannya menegaskan agar hendaknya ludovicus Rutten berusaha penuh kepercayaan untuk mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya demi tugas yang hendak diberikan Tuhan kepadanya. Memang, itulah cita-citanya, sehingga Rutten dengan rela hati menuruti nasihat yang diterima dari bapa pengakuannya.  

Dari kisah Ludovicus Rutten ini kita belajar bahwa roh jahat atau setan mempunyai banyak cara untuk membelokkan hidup manusia. Seperti dialami Yesus saat dicobai iblis di padang gurun, setan sabar, gigih, telaten, dan cermat untuk mencari waktu yang tepat guna membelokkan hidup manusia. Pada kisah Yesus, sesudah iblis mengakhiri semua pencobaan untuk Yesus di padang gurun itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik. (Luk. 4:13)

Pada kisah Ludovicus Rutten ini, roh jahat mulai masuk dari penalaran dan pikiran Rutten. Roh jahat mengusik niat baik Rutten hingga membuat Rutten bimbang serta ragu. Semakin bergulat dengan pertanyaan yang membuat bimbang dan ragu, semakin merapuhlah komitmen dan daya juang Rutten. Maka kita belajar untuk berhati-hati dengan pertanyaan-pertanyaan yang menguji diri. Kita perlu mengenali apakah pertanyaan-pertanyaan itu semakin meneguhkan, atau justru merapuhkan diri dan komitmen kita? Roh jahat amat lihai bermain-main dalam kondisi ini.

Pilihan Ludovicus Rutten untuk membawa kegundahannya kepada bapa pengakuannya adalah keputusan yang baik. Rutten tidak membiarkan dirinya diseret kerapuhannya. Ia membawa kondisi dirinya yang rapuh dalam tradisi bina diri dalam Gereja Katolik, yaitu membicarakannya dengan bapa pengakuan atau pembimbing rohani.

Dalam Gereja Katolik ada banyak tradisi baik untuk menyelamatkan jiwa ketika diri didera kerapuhan. Salah satunya dengan meminta nasihat dari pembimbing rohani. Namun, untuk ini dibutuhkan keterbukaan dan kerendahan hati. Pertama-tama terbuka dan rendah hati mengakui kondisi diri yang sedang rapuh. Kedua, terbuka dan rendah hati untuk ditolong dan dilibati orang lain. Inilah mutu orang beriman. Inilah mutu Ludovicus Rutten.