Br. Bernardus Hoecken

Bruder Bernardus Hoecken adalah bruder pertama dari Kongregasi FIC. Ia berasal dari kota Tilburg. Nama lengkap dari keluarganya adalah Jacobus Adrianus Hoecken, anak Jacobus Hoecken dan Joanna Maria Vermeer. Ia lahir pada tanggal 13 Mei 1810. Tanggal 13 Mei adalah pesta Santo Servatius. Dari tanggal kelahirannya ini agaknya Allah telah merencanakan Br. Bernardus Hoecken menjadi anugerah indah bagi Kongregasi FIC.

Ketika dibaptis ia diberi nama oleh ayahnya, Jacobus. Jumlah anak di keluarga itu enam orang, empat putra dan dua putri. Anak laki-laki yang paling muda meninggal pada umur 15 tahun. Keluarga itu termasuk golongan penduduk yang berkecukupan, tidak kaya dan miskin pun tidak. Bapak keluarga bekerja sebagai tukang pembubut kayu dan di samping pekerjaan itu ia masih berdagang sedikit.

Dalam urusan rumah tangga, mereka dibantu seorang pelayan wanita. Putra sulung memasuki seminari di Den Bosch pada tahun Rutten pun berada di situ. Setelah ditahbiskan menjadi imam Yesuit, ia diutus ke Amerika utara menjadi misionaris di antara bangsa Indian.

Adriaan kakak Jacobus, mengikuti jejak saudaranya menjadi imam Yesuit. Ia diberi tugas yang sama pula di Amerika utara. Kedua putri menjadi suster Karmelites. Amat jarang terjadi, bahkan di suatu keluarga yang paling saleh sekali pun, bahwa semua anak dari jumlah yang cukup banyak itu menjadi biarawan dan biarawati. Hal itu tentu saja menarik perhatian pastor kepala paroki, yaitu pastor Zwijsen.

Sepucuk surat yang dikirim Adriaan dari Amerika, melukiskan dengan bagus sekali, semangat iman keluarga itu serta semangat berkurban yang merupakan warisan kedua orang tuanya. Surat itu ditulisnya, ketika anak bungsu, Jacobus, hendak berangkat ke Maastricht menjadi bruder. Adriaan menulis sebagai berikut:

Tak dapat disangkal, bahwa Tuhan yang Mahabaik telah mengabulkan doa dan harapan Bapak dan lbu, supaya tak seorang pun di antara anak-anak Anda akan dipanggil untuk hidup duniawi. Percayalah dengan penuh keyakinan: anak yang satu, dengan karyanya di tengah bangsa Indian, akan menolong Bapak dan Ibu, supaya kelak akan diperbolehkan masuk surga; hal yang sama akan diusahakan oleh anak yang lain dengan mengasuh orang sakit, orang jompo, serta anak yatim piatu. Anak yang lain lagi, dengan doanya yang amat tekun, akan mendatangkan segala yang baik bagi Anda. Dengan demikian, kita semua pada suatu ketika akan berkumpul di surga abadi.”

Sebagai pemuda pada umumnya, Jacobus berkenalan dengan seorang gadis, tetangga dekatnya. Tidak jelas apakah mereka berniat akan menikah. Mungkin keduanya masih sedang mencari tujuan hidup selanjutnya.

Tidak lama kemudian sang putri memberitahukan kepada Jacobus bahwa ia merasa dipanggil untuk masuk biara suster Klaris. Memang ia diterima di ordo itu pada tahun 1838. Mungkin peristiwa itu oleh Jacobus dianggap sebagai suatu tanda bahwa ia pun dipanggil ke tujuan hidup yang serupa. Pasti ia sendiri serta orang tuanya dengan rajin berdoa agar hal itu boleh menjadi terang baginya.

Maka, tidak mengherankan bahwa Pastor Zwijsen, yang telah berjanji kepada Rutten bahwa ia akan mendatangkan beberapa calon untuk kongregasi yang hendak didirikan oleh Rutten, menaruh perhatian kepada anak bungsu keluarga Hoecken.

Ketika berbicara dengan orang tua dan Jacobus tentang rencana Pastor Rutten itu, ia dengan hati-hati meraba-raba apakah mungkin Jacobus merasa tertarik untuk membantu Rutten dalam pelaksanaan rencana itu.

Bagi Jacobus, pembicaraan itu merupakan suatu tanda dari surga. Sebab itu, tanpa ragu-ragu ia memutuskan akan segera melaksanakan apa yang ditafsirkan sebagai pewahyuan kehendak Tuhan.

Dengan diberkati orang tuanya ia berangkat ke Maastricht, bersama seorang pemuda lain, yang juga memberanikan diri menanggapi tantangan itu. Tidak banyak bekal yang mereka bawa serta. Pengetahuan sekolah pun tidak mereka bawa, sebab Jacobus hanya tamat sekolah dasar saja.

Jacobus memiliki kesehatan yang baik. Dan yang amat lebih penting, ia seseorang yang imannya telah teruji. Kecuali itu ia mempunyai akal budi yang sehat, semangat bertekun, serta kebijaksanaan besar dalam mengarahkan langkah hidupnya. Pastor Rutten pasti akan merasa puas sekali mendapat seorang calon serupa itu sebagai pembantunya.

Tentu saja Pastor Rutten merasa senang sekali ketika dua pemuda itu sampai di kota Maastricht. Sayang, kegembiraan itu tidak berlangsung lama. Esok harinya dengan berjalan bersama dengan kedua calon itu, ia berangkat ke kota Sint Truiden. Pada sore hari mereka sampai di biara tempat tujuan. Tetapi sekali lagi pemimpin biara menolak menerima dua pemuda itu. Rutten tidak sanggup menyerah. Ia tidak mau pulang sia-sia saja ke Maastricht. Syukurlah, vikep kota Sint Truiden berhasil bertindak sebagai perantara. Akhirnya pemimpin biara di Sint Truiden itu bersedia menerima kedua calon itu.

Jacobus dan seorang temannya memulai postulatnya di biara Bruder Karitas di Sint Truiden. Tetapi, bimbingan yang mereka terima sangat minim. Hampir seluruh waktu mereka dibiarkan saja sehingga mereka merasa sangat cemas.

Pada tanggal 10 Agustus 1840 Jacobus dan seorang temannya menerima jubah. Dengan demikian mulailah masa novisiatnya secara resmi bagi Jacobus dan temannya. Masa novisiat itu pendek sekali, sebab pada 17 November Pastor Rutten memanggil mereka ke Maastricht. Atas pengalaman ini Jacobus yang kemudian kita kenal sebagai Bruder Bernardus menulis, “…mereka dipasang pada gerobak untuk menghelanya.

Bukan tanpa alasan Pastor Rutten bertindak amat tergesa-gesa. Pada saat itu, para tokoh Gereja masih mendukung rencana Rutten untuk mendirikan kongregasi. Tetapi ada kemungkinan bahwa kota Maastricht akan mendapat seorang vikaris. Belum bisa dipastikan bahwa vikaris yang baru itu juga akan menyetujui rencana Rutten.

Ketika belum begitu lama Br. Bernardus dan temannya tinggal di Maastricht, ternyata teman Br. Bernardus itu tidak kerasan. Ia pulang ke Tilburg.

Sementara itu, Pastor Rutten telah menerima beberapa pemuda lain yang berhasrat menjadi bruder. Mereka disuruh membantu di sekolah taman kanak-kanak. Maka Bernardus, yang baru saja menjadi novis, diangkat menjadi pemimpin novis dan pemimpin komunitas kecil itu. Padahal ketika Bernardus tinggal di Sint Truiden yang hanya beberapa bulan lamanya dan dalam waktu yang sesingkat itu, ia belum diberi kesempatan untuk belajar banyak tentang hal hidup regigius.

Bagi komunitas yang pertama tempat tinggal Bernardus dan para calon yang lain itu, Pastor Rutten menyediakan sebuah ‘serambi kebun’ yang sudah reyot, yang menempel pada bagian belakang rumah ‘In De Rode Leeuw’ (Di Singa Merah). Rumah itu dibeli oleh Rutten dari ayahnya pada tahun 1834.

Pada tanggal 21 November 1840, ruang yang digunakan sebagai kapel diberkati oleh pastor kepala paroki. Lalu pastor Rutten mempersembahkan ekaristi untuk pertama kali bersama dengan para pengikutnya. Sejak itu, tanggal 21 November 1840 dianggap sebagai hari pendirian Kongregasi FIC. Bruder Bernardus diangkat menjadi pemimpin kelompok awal Kongregasi FIC itu.

Walaupun Bruder Bernardus pada tahun 1840 sudah diangkat Pastor Rutten sebagai pemimpin kelompok kecil novis dan postulan, namun baru pada tahun 1841 pengangkatan itu bersifat resmi. Dalam pemilihan rahasia Bernardus oleh anggota-anggota komunitas dipilih sebagai pemimpinnya. Pemilihan itu diketuai oleh Pastor Rutten sendiri. Ada lima orang yang berhak memilih: tiga novis dan dua postulan. Belum ada bruder yang sudah
profesi.

Pada permulaan tahun 1842 Br. Bernardus mengucapkan kaul sementara. Peristiwa ini oleh Bernardus dicatat dalam buku harian dan langsung disusul dengan catatan lain, di dalamnya ia mengungkapkan bahwa masih ada beberapa hal yang kurang menggembirakan, termasuk situasi di sekolah dasar yang baru saja dibuka. Ia menulis sebagai berikut:

"Pada tanggal 2  Februari 1842, dengan izin khusus, Bruder Bernardus mengucapkan kaul untuk masa lima tahun dan Bruder Josephus untuk masa tiga tahun. Kaul itu diterima oleh Paduka Pastor Pendiri di kapel Institut, dan dengan demikian fundamen untuk Institut itu telah dipasang. Mengenai keadaan personalia memang masih sangat memprihatinkan: calon yang masuk hari ini, beberapa hari kemudian pulang lagi.  Pelajaran di sekolah dasar pun masih mengalami banyak kekurangan. Para bruder berusaha sedapat mungkin memajukan anak-anak itu, tetapi mereka tidak mengerti bagaimana cara bekerja secara metodis, sedangkan mereka tidak mempunyai waktu dan kesempatan untuk melatih diri. Waktu yang sebenarnya harus mereka gunakan untuk istirahat, justru menjadi waktu untuk bekerja. Kami menjadi makin sadar, bahwa harus dicarikan jalan lain jika hendak melaksanakan tugas dengan hasil yang lebih baik.

Bruder Bernardus menjalankan tugas kepemimpinan yang tidak mudah. Banyak kekurangan dan keterbatasan yang dialami oleh kongregasi yang baru lahir itu. Memang, banyak kepercayaan, keberanian, serta kesabaran dibutuhkan agar tetap dapat memberi kepercayaan pada benih yang kecil dan lemah yang merupakan kongregasi itu.

Tetapi, pastor Rutten tetap percaya, meskipun ada banyak kesulitan. Bagi Bruder Bernardus, Pastor Rutten menjadi pendukung yang kuat, walaupun tentang hal-hal tertentu kadang-kadang mereka berbeda pendapat. Pada tahun 1843 Bernardus menulis sebagai berikut:

"Paduka Pastor Rutten seakan-akan mengabdikan seluruh hidupnya demi kepentingan Kongregasi. Ia berbuat apa saja, supaya persekutuannya berkembang dan berbuah. Makanan kami kurang baik dan kurang cukup; pekerjaan banyak tanpa waktu istirahat dan tanpa bantuan serta dukungan. Tetapi, hormat, pujian, dan terima kasih kepada paduka pendiri, yang sering dapat meneguhkan hati para bruder dan berulang-ulang ikut makan dan beristirahat bersama mereka."

Bagi Kongregasi FIC, Br. Bernardus Hoecken merupakan anugerah indah dari Allah. Kesetiaan, ketekunan, kerja keras, kebijaksanaan, dan yang utama imannya akan Penyelenggaraan Ilahi serta percaya para pertolongan Bunda Maria telah menggurat karakter Kongregasi FIC sejak kelahirannya. Karakter semacam it uterus diperjuangkan oleh para bruder FIC hingga hari ini.